N - 28 •

703 124 44
                                    

N - 28

"Goongmin?"

Taehyung mengangguk, membenarkan pengulangan nama yang Seokjin ucapkan. Pemuda itu tengah melahap makan siangnya yang terlambat begitu Taehyung menerima ajakan untuk berbicara.

"Lo nolak dia sebelumnya?"

Seokjin sejenak berhenti mengunyah, matanya menatap ke atas dan berpikir, mencoba mengingat. Yang mana membuat Taehyung merasa tak enak karena mengganggu waktu makan kakak kelasnya itu.

"Entar aja dah bahasnya. Lu makan dulu aja entar gua kesini lagi." hendaknya Taehyung beranjak dan pergi, namun Seokjin mencegatnya, menghalanginya untuk pergi karena mereka sudah terlanjur untuk bicara.

"Lu tau dari mana soal Goongmin?"

Taehyung menghendikan bahu, pura-pura tak peduli, "Gak sengaja denger aja di wc sekolah."

Seokjin mengulas senyum tipis, "Pasti nyakitin hati." tebaknya membuat Taehyung mendengus namun tak tanggapi dengan suara.

Seokjin menghela nafas, menaruh kembali sendoknya di atas tumpukan lauk pauk di piring, menatap Taehyung dengan alis terangkat.

"Inget kata gue. Gak usah peduliin omongan orang yang niatannya jatuhin elu. Entar ruginya di elu sendiri dan tim? Mau nyusahin tim?"

Taehyung menggeleng cepat. Yang membuat Seokjin tersenyum puas, "Sip."

"Terus kenapa lu nolak Goongmin?"

Seokjin urung mengambil sendoknya, lalu membawa Taehyung berhadapan dengannya, "Denger ya Taehyungie. Lo itu emas gue, kartu as gue, harta karun gue, ngapain ngambil batu saat gue udah disuguhin permata macem lu."

Kalimatnya diucapkan dengan yakin, sorot mata yang menghipnotis yang entar mengapa membuat Taehyung terpaku, lalu keduanya sama-sama mengulas senyum senang.

Yang kemudian Seokjin usai surai lebat Taehyung, merasa bangga sendiri, walau mereka belum berada di puncak acara beberapa hari yang akan datang.

"Lo terbaik, yang paling baik dari yang terbaik. Jangan raguin diri sendiri. Kalo gak percaya, mau gue tarik Jungkook, Namjoon, Jimin, Yoongi, sama Hoseok buat bilangin bahwa elu tuh harta berharga yang gue punya." lalu Seokjin terkekeh yang seolah memberikan cahaya mentari pada Taehyung, silau dan menawan namun tak membuat tatapan itu menyipit karena keindahan dari rasa percaya yang Taehyung dapatnya.

Membuatnya merasa bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan karena mereka saling berangkulan, membantu dan tak pernah mendorong satu sama lain.

Taehyung terkekeh, lalu menjetikkan dahi Seokjin dengan jemarinya.

"Anjir kurang ajar lu." protes Seokjin yang tak benar-benar kesal.


H-1, Malam terakhir sebelum malam besok, dimana waktu acara diadakan.

Taehyung menarik nafas, lalu dihembuskannya secara perlahan, sebelum mengetuk pintu besar nan tinggi yang sudah tidak pernah dia lihat dalam kurun waktu tahunan.

"Oke Tae rileks. Ini rumah lo, ini punya lo, gak usah gugup, gak usah masang muka cengo juga. Lagi pula bokap gak ada." gumam Taehyung, menepuk dadanya sendiri perlahan dan pasti. Menarik nafas sekali lagi sebelum dihembuskan cepat.

Tok-tok-tok

Taehyung terkekeh bodoh, "Kan ada bel b*g*, ngapain lo ngetok pake tulang jari."

Saat Taehyung ingin meraih bel dan menekannya, suara cklek pintu terdengar sebelum derit halus yang membuat sesosok manusia anggun nan manis muncul (bercanda), pria paruh waktu sebagai kepala pelayan rumahnya membuka pintu dengan profesional, dengan raut kaku tanpa senyum sampai rekahan bibir Taehyung yang canggung menerpanya.

Nethink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang