N - 16
"Gak usah jual motor. Lo jadi aktor teater kelulusan gue. Spp lo dan uang ujian segala macem urusan sekolah, gue lunasin sampe lo lulus."
Jimin tiba-tiba berdiri, membuat semua orang menoleh ke arahnya. Pandangan lekat pada Seokjin dengan gurat marah. Dan Seokjin yang paham akan tatapan itu menghela nafas.
Secara logika kalimatnya tidak akan membawa pada kekeliruan, namun secara emosional, itu membangkitakn ancaman dan hinaan. Seokjin jelas tidak bermaksud membuat keributan, dia menyangka ini adalah waktu yang tepat sehingga Taehyung akan menerimanya.
"Gak ada senioritas. Lo nyinggung, gue tonjok."
Sorot Seokjin pada Jimin melunak, mencoba mengendalikan kemarahan itu dengan menyusun beberapa bait kata, namun Seokjin tidak berhasil mengatakannya dan membiarkan bibir tebalnya terkatup.
"Jim. Udah duduk balik." ucap Taehyung tanpa disahuti tatapan balik dari Jimin.
Taehyung mengerti Jimin marah untuknya, namun dia juga tahu Seokjin tidak memiliki maksud buruk dari arti kalimatnya.
Seokjin memilih tidak ucapkan apapun. Di saat 7 pena yang tergeletak tanpa tuan, kertas-kertas yang tidak lagi disentuh. Pandangan bimbang dan juga rasa tak enak dari wajah-wajah selain Jimin yang marah membuat Taehyung tersenyum.
Sebanyak apapun perlakuan tak mengenakan yang dia terima, Taehyung tidak pernah berpikir bahwa tidak ada kebaikan diantaranya.
"Maaf. Tapi gue tetep gak bisa." dia tetap pertahankan senyumannya dari kepala yang menggeleng pelan.
Raut muka Seokjin meluruh, bahunya merosot dan ketegangan di wajahnya memudar, berganti wajah lesu. Namun dalam detik selanjutnya, senyumnya mengembang walau sedih, "Gue akan bujuk lo lain waktu. Dan sekarang gue gak ada niatan buat nyinggung karena gue bisa serahin apapun- lakuin apapun supaya lo mau jadi aktor untuk kelulusan teater gue."
➖
"Apa sih mendadak sok care begitu. Gedek juga gue." gerutu Jimin, berjalan berdampingan dengan Taehyung, keluar lebih dulu dari kantor BK dengan tangan Taehyung yang berada di tangan Jimin. Genggaman kecil Jimin mengerat dan menarik Taehyung agar tak berlalu lama bersama orang-orang seperhukuman mereka. Kebiasaan umum diantara keduanya, Jimin akan bertindak sebagai pelindung walaupun Taehyung merasa genggaman itu berlebihan.
Selepas suasana tak mengenakan yang Jimin ciptakan beralasan. Ketujuh orang itu tidak lagi bersuara, membuat mereka mau tak mau kembali mengerjakan hukuman untuk melepas rasa canggung hingga selesai.
Hari sudah memasuki pukul setengah 6 sore, terlalu awal untuk makan malam namun Jimin dan Taehyung memilih mengisi perut mereka ketimbang langsung pulang ke rumah.
"Lo juga langsung ribut, biasa aja kali."
Jimin berhenti begitu mendengar ucapan Taehyung, menoleh dengan decihan sebal, "Gue mewakilkan elu bege."
"Ngoceh mulu, penyiar radio lu?"
"Gak lucu, Ta." judes Jimin, memutar bola matanya jengah dan Taehyung terkekeh.
Lalu pemuda bermarga Kang itu mengambil bahu Jimin, dilingkarkannya dengan rangkulan akrab kembali langkahkan kaki menuju parkiran, mencoba memperbaiki mood temannya dengan bermanja, "Udah ah. Gue oke kok. Lu juga kurang-kurangin tuh sewotnya."
"Mereka pasti ada unsur tersembunyi. Diem-diem nambahin kejelakan lu di mata anak sekolah, liat entar ada aja bahasan baru tentang lu yang kita denger." masih di ocehan Jimin. Tepukan pelan yang Taehyung haturkan pada bahu Jimin seolah tak mempengaruhi. Membuat Taehyung lagi-lagi merasa geli, jika kesal Jimin tak akan berhenti mengoceh dan mereka harus segera sampai ke Manlin dan makan nasi gorengnya agar kekesalan Jimin hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nethink [END]
Ficção AdolescenteTaehyung, siswa SMA Mawar yang selalu dibicarakan setiap harinya mengenai latar belakang, perilaku, sikap dan sifat buruknya. Teman karib, Jimin yang setia selalu ada di sisinya walau pertengkaran tak pernah selesai. Jungkook, siswa pindahan yang m...