Kalo ada typo bilang ya ╥﹏╥
N - 25
Taehyung menyangka jika kehadirannya di ruang ekskul teater sore itu akan membuat orang-orang di dalamnya terkejut, merasa aneh, dan juga kesal.
Dia berdiri di sana nyaris habiskan 3 menit yang terasa 3 jam, berdiri dengan kaku dan matanya menatap ke sekitar.
Orang-orang mulai menyadari akan kehadirannya berhenti dalam pekerjaan mereka, menoleh pada seonggok pemuda tampan yang sudah sejak lama sekali terakhir menginjakkan kaki di sini.
Mereka terdiam, seperti batu yang tak pernah dipindahkan, nyaris tak bernafas jika mereka lupa bahwa itu adalah caranya untuk hidup.
Lalu seulas senyum terpantri di bibir Taehyung, senyum terpaksa malu-malu, suaranya pun terbata dan Taehyung berharap dia menghilang saja.
"H-hai. Siang semua-maksudnya s-sore semuanya." bodoh. Bodoh. Umpat Taehyung di dalam hati.
Namun, yang dia dapati bukan lah sapaan balik, orang-orang yang menjadi pelaku dalam menyokong tenaga dan pikiran di berbagai pentas seni yang diikuti sekolahnya benar-benar berhenti dari pekerjaan, apapun yang mereka lakukan.
Seperti sekelompok sarden yang berenang mengikuti arus, melambai dengan serentak ke kiri atau pun kanan, mengarah pada Taehyung seolah dia adalah mangsa. Jika Taehyung tak ingat untuk apa dia kemari, mungkin dia sudah mundur dan menghilang dibalik pintu.
Salah satu siswi yang ikut berbicara dan mengatakan banyak hal untuk membujuknya beberapa hari lalu memimpin gerombolan itu mendekat pada Taehyung. Seolah menjadi induk dari anakan ikan yang menatap Taehyung dengan bola mata berbinar.
Ugh, mungkin Taehyung salah lihat.
"Taehyung." dengan mata melebar perempuan itu katakan namanya, yang membuat sebelah alis Taehyung terangkat bingung dan juga canggung. Ada secercah harapan dan rasa apresiasi di jarak pandang yang mengikis.
Jika tidak salah, Jisoo adalah panggilan yang pernah Seokjin serukan dan bicarakan beberapa kali semalam, mereka membahas banyak hal mengenai keanggotaan timnya juga mengatakan betapa bengisnya Jisoo, betapa pintarnya dia, betapa beruntungnya Seokjin memiliki wakil yang cerdas, dan betapa menyebalkannya perempuan itu saat argumen mereka bertimpang.
Juga memiliki kekasih yang bersahabat dekat dengan Seokjin, Jinyoung namanya, dan yang Taehyung ketahui, pacar Jisoo juga pandai berlakon dan beberapa kali ikut pentas teater. Mungkin di argumen inilah adu mulut Seokjin dan Jisoo terjadi, tentang rekomendasi pacarnya dan paksaan Seokjin untuk tetap memilih Taehyung.
Kini, Taehyung butuh nafas yang segar karena ruang teater berada di ujung gedung untuk kepentingan pihak luar. Agak membuat pompa jantungnya menyempit karena belum terlalu terbiasa dengan hawa asing yang anyar ini. Serasa sesak, namun juga memacu andrenalin karena ruangan yang sangat berbeda juga baru.
Ruangan ini tak sama seperti dahulu, walau memiliki luas yang sama besarnya, ada perubahan mencolok seperti ukiran plafon yang unik juga penuh seni, beberapa tambahan AC (Air Conditioner), lantai yang lebih mengkilap dan coklat muda (dulu putih dan sedikit banyak bekas gesekan sepatu).
Ada panggung pentas kecil di ujung dengan gorden merah tua khas yang panjang menjulur menyapu lantai, susunan kursi coklat tua di depan panggung, lampu kuning khas besar di kedua sudut yang tinggi. Benar-benar meniru pentas teater besar di Cempaka, mungkin sebagai pelatihan menuju pentas yang sebenarnya.
Juga yang paling penting, masing-masing ruangan sesuai kegunaan seperti rias wajah (make up), ruang ganti kostum, dua kamar mandi lengkap isi, gudang mebel kegunaan panggung, gudang serba guna dan banyak hal lain yang harus Taehyung kelilingi dahulu, jika diperkenankan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nethink [END]
Teen FictionTaehyung, siswa SMA Mawar yang selalu dibicarakan setiap harinya mengenai latar belakang, perilaku, sikap dan sifat buruknya. Teman karib, Jimin yang setia selalu ada di sisinya walau pertengkaran tak pernah selesai. Jungkook, siswa pindahan yang m...