Awan hitam yang disertai tiupan angin yang cukup kencang membuat Airinza Tirlia terburu-buru menelusuri aspal kecil menuju sekolah. Gadis cantik yang disapa Airin ini melangkahkan kakinya lebih cepat dari biasanya. Tak ada pejalan kaki selain Airin di cuaca seperti ini. Tapi inilah keseharian Airin yang selalu berjalan kaki ke sekolah, ia tidak mempunyai kendaraan sebagaimana siswa pada umumnya.Gemuruh petir yang semakin menakutkan membuat Airin semakin panik. Ia tahu akan terjadi hujan deras tapi bodohnya Airin tidak membawa payung, belum lagi jarak ke sekolah masih jauh.
Langkah kaki Airin semakin dipercepat ketika gerimis mulai turun.
BRUKKKKKK
Airin terjatuh, dengan sigap ia berdiri untuk memastikan tak ada orang yang melihatnya sambil membersihkan tangan dan roknya yang kotor.
Di sela-sela aktivitas, ia merasa kaki sebelah kanannya terasa nyeri dan sendi jari kakinya terasa kaku.
"Aduuhh sakit." Gumam Airin dengan menarik napas yang panjang lalu menghembuskan pelan.
"Waduhhhhh hujan deras!" Pekik Airin lalu berlari kecil dengan kaki pincang.
...
Di sebuah halte kecil Airin duduk kemudian membuka sepatu dan kaos kaki untuk melihat kakinya yang sakit.
Jari-jari kaki Airin mengeras dengan spasi yang cukup jauh seperti terkunci dan susah untuk dikembalikan seperti sedia kala. Tak tinggal diam, Airin segera memijat setiap jari kaki agar kembali normal.
Beberapa kali Airin menjerit usai memijat, bukannya membaik tapi semakin parah.
"Aduuuuhh." Airin meringis dan mencoba melihat disekelilingnya untuk minta tolong.
Ia mencoba menggenggam telapak kakinya agar kembali normal, namun rasa sakit mengalahkan tenaganya sehingga ia menghentikan aktivitasnya.
Tak ada yang dilakukan selain meringis kesakitan.
"Kok jari kaki gue pisah pisah gini?" Airin semakin panik pasalnya jari-jari kakinya semakin berjarak dan semakin mengeras.
Ia kembali menggenggam telapak kakinya dan berusaha menahan rasa sakitnya.
Alhasil jari kaki Airin kembali normal. Lalu Airin menggerak-gerakkan kaki untuk memastikan tidak sakit lagi. Namun rasa sakit itu kembali kambuh sehingga membuat jari-jari kaki Airin seperti tadi.
Airin segera menggenggam dan mengurutnya lagi agar kembali normal. Detik berikutnya Airin berhasil menangani dengan baik.
"Kayaknya jari kaki gue udah nggak se frekuensi lagi deh." Gumamnya.
Airin menatap disekelilingnya, hujan deras benar-benar mengguyur pagi ini.
Seorang pengendara motor berseragam SMA terburu-buru memarkir motor. Laki-laki itu berteduh kemudian membuka jaketnya yang basah kuyup.
Aldevino Briarsa yang akrab disapa Devin menatap Airin sekilas.
"Hai." Sapa Airin.
Kini Devin kembali menatap gadis itu. Ia bingung, siapa yang baru saja menyapanya.
"Gue boleh nggak ikut sama lo ke sekolah?" Tanya Airin kepada Devin.
Laki-laki itu menatap Airin cukup lama. Tentu saja membuat Airin bingung. Airin mulai berpikir apakah dia terlalu murahan? Apalagi Airin sudah tahu kalau Devin adalah salah satu bintang di sekolah.
"Sekolah lo dimana?" Tanya Devin yang membuat kedua mata Airin membelalak.
Apakah benar laki-laki yang ada di depan mata tidak mengenalnya sama sekali?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Selalu Rumit
Teen FictionJangan Lupa Follow teman-teman... Apa jadinya ketika anak 18 tahun belum mengerti arti cinta, bagaimana bisa Airin membuka hati pada lawan jenisnya? Bagaimana keseharian Airin selama mendekati seorang laki-laki yang selama ini hanya sekedar hasil g...