"Assalamualaikum kak Dian."
"Wa'alaikumussalam Airin, gimana kabar kamu?"
"Baik kak, nanti sore aku fisioterapi kak."
"Padahal aku mau jenguk kamu nanti sore bareng Salsa, tapi ya udah deh kamu pergi aja, jangan nakal nakal di sana ya."
"Siap Kak Dian."
"Okedeh aku tutup ya lagi siap siap mau kerja nih."
"Ehh Kak Dian tunggu dulu," Airin mengerutkan wajahnya, "Kak aku gak enak tinggal disini, tante Rilda baik banget sama aku, suaminya juga baik pokoknya yang ada di rumah ini baik semua, gak enak banget aku kak, apalagi aku nggak bantu bersih bersih gak bantu masak karna aku di larang sama tante Rilda. Aku juga nggak enak sama Devin, karna dia teman sekolahku, apalagi sikapnya dingin nggak kayak kakaknya, kakaknya ramah banget jadi aku nggak terlalu canggung, tapi kalau sama Devin canggung banget, padahal harusnya aku akrab sama dia karna dia temanku." Airin mendengus pelan mengeluarkan uneg-unegnya setelah bermalam satu hari.
"Kemaren Salsa ngomong ke aku kalau Devin memang cuek orangnya, yang penting kan semua orang di rumah itu merasa senang kalau kamu datang, apalagi kemaren Tante Rilda memohon agar kamu bisa tinggal disitu karna dia ingin bertanggungjawab dan dia merasa lega kalau kamu mau tinggal disana. Jadi diri sendiri ya Rin, aku tahu tante Rilda itu baik, minimal janganlah bikin kesalahan di rumah orang. Kalau gitu udah dulu ya, aku lagi siap siap."
"Iya kak, semangat ya kak kerjanya."
TEEEETTT.
Airin berdiri di depan cermin, memperhatikan badannya lalu tersenyum manis. Tapi senyum itu seketika menciut karena teringat kejadian di Supermarket.
"Astagaaaaaa kenapa gue selalu mikirin kejadian di supermarket." Airin menggerutu seraya mengacak-acak rambutnya.
Devin yang mendengar gerutu Airin tersenyum geli. Ternyata bukan hanya dirinya yang hampir gila, Airin juga.
"Ditawarin paket promo segala!" Ketus Airin.
Devin menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan pelan, ia berusaha menahan diri agar tidak tertawa.
"Devin lagi! Harusnya tuh dia gak bahas apa apa lagi di mobil, gue curiga deh jangan jangan dia pernah pake pembalut."
"Emang muat?" Pikir Devin.
Airin menghela napas panjang, "Semangat Airin, kamu harus tampil biasa aja! Seolah olah gak ada kejadian tadi malam, kurangi rasa gak enakan sama Devin, fighting!" Ucap Airin percaya diri lalu mengepalkan tangan di samping kepala sebagai tanda semangat.
Devin yang masih duduk bersembunyi di samping lemari berharap agar Airin segera keluar, ia pasti sangat malu kalau ketahuan bersembunyi, bisa-bisa dicap sebagai laki-laki mata keranjang.
TOK TOK TOK
"Airin ayo makan." Suara Nana berhasil membuat Airin keluar dari kamar.
"Kamu lihat Devin?" Tanya Nana.
Airin menggelengkan kepala, "Nggak liat mbak."
"Kemana ya? Tadi aku cari di halaman depan juga nggak ada."
"Oh dia di kamarnya Kak Devan, Mbak." Jawab Airin antusias.
"Nggak ada, Devan sudah ada di meja makan katanya Devin nggak ada di kamar."
"Di dalam juga nggak ada siapa siapa mbak." Ucap Airin.
"Ya iyalah, emang kamu tidur sama Devin." Canda Nana cengar-cengir.
Airin hanya ikut tersenyum meskipun candaan itu membuat dirinya malu.
Keduanya bergegas turun ke meja makan. Devin yang sudah tidak mendengar suara dari luar menghela napas lega. Jantungnya hampir copot setengah mati kalau Nana memutuskan untuk mencari Devin di kamar ini juga.
Perlahan Devin melangkah keluar, bagaikan pencuri yang sedang mengendap-endap padahal kamarnya sendiri.
...
"Dari mana aja lo?" Tanya Devan ketika Devin bergabung di meja makan.
"Kepo." Jawab Devin santai seraya meletakkan tasnya di kursi.
Diantara keempat orang itu, Devin yang paling pertama menyelesaikan makannya, bukan karena malu dengan Airin tapi Devin selalu sarapan sedikit, dia malas BAB di sekolah sehingga makannya dibatasi.
Devin berdiri lalu menggendong tas di punggungnya, "Lo pake motor lo sendiri jangan pake mobil, nanti sore biar gue yang anter Airin." Ucap Devin sambil menatap Devan yang masih sibuk mengunyah.
Devan bingung dengan adiknya, biasanya dia tidak pernah mengambil alih perintah Rilda yang diberikan pada Devan.
Devan hanya menatap Airin sambil menaikkan bahunya bersamaan.
Airin tak mengeluarkan ekspresi apapun, ia berusaha netral, pikirannya masih ada pada laki-laki tadi, ada apa? Kenapa tiba-tiba dia yang mau mengantar Airin.
...
Seharian Airin menghabiskan waktu dengan Nana, menonton TV, bercerita, menemani Nana membersihkan dan memasak. Waktu yang sedikit itu membuat keduanya semakin akrab.
TOK TOK TOK
Suara ketukan pintu membuat Nana tergopoh-gopoh menghampiri seseorang di luar sana.
Terlihat Devin bersama seorang perempuan cantik. Nana terkejut, pertama kalinya Devin membawa perempuan di rumahnya.
"Pacar Devin ya?" Tanya Nana.
"Bukan, saya temannya Devin." Bantah Salsa.
Nana yang tadinya senang kini berubah menjadi malu.
"Ayo masuk." Ajak Devin lalu diikuti Salsa.
Masih diambang pintu, mata Salsa tak henti-hentinya menatap satu persatu fasilitas di rumah Devin. Ya, Salsa tertegun melihat isi rumah Devin yang terbilang mewah, Devin tidak pernah bertindak seperti orang kaya di sekolah, selama ini Salsa menganggap Devin setara dengannya, namun ternyata Devin adalah titisan orang kaya.
"Salsa?" Sorak Airin.
"Airiiiiiiiiiiin."
Keduanya saling berpelukan, histeris, seperti tidak pernah bertemu beberapa tahun padahal baru sehari.
~~~
Maaf gais, bab ini tidak cukup 1000 kata hehehe :)
Selamat beraktivitas gais, lagi sibuk nih
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Selalu Rumit
Teen FictionJangan Lupa Follow teman-teman... Apa jadinya ketika anak 18 tahun belum mengerti arti cinta, bagaimana bisa Airin membuka hati pada lawan jenisnya? Bagaimana keseharian Airin selama mendekati seorang laki-laki yang selama ini hanya sekedar hasil g...