Part 8

8 9 0
                                    

Perasaan Airin sedikit membaik di ruangan serba putih yang berpaduan dengan tirai warna hijau.

Lengan sebelah kanannya diperban. Aliran infus juga terpasang di punggung tangan Airin.

Airin segera merogoh ponsel yang ada disaku bajunya, tangan kirinya mengutak atik sesuatu di layar itu.

"Halo Kak Dian, Kak dimana?"

"Di tempat kerja, kenapa?"

"Jangan panik ya kak, aku masuk rumah sakit, tadi aku jatuh tapi sekarang udah nggak kenapa napa, jangan panik kak, ada Salsa sama Devin yang jagain."

"Jatuh dimana?"

"Di sekolah kak, gak sengaja tabrakan sama teman."

"Teman kamu gimana?"

"Dia nggak kenapa napa kak."

"Tunggu aku ya Rin, jangan suruh Salsa pulang dulu, aku nyusul sekarang."

"Kak jangan bilang ke ibuku ya, takutnya dia langsung pulang juga, serius deh Airin nggak apa apa udah bisa ngapa ngapain cuma lengan kanannya masih sakit, diperban terus dipasangin cairan infus, kalau masalah badan, aku sehat kak."

"Iya syukurlah, aku kesana, bilangin ke Salsa jangan pulang dulu, Dian lagi dijalan."

"Oke kak."

Devin yang mendengar pembicaraan Airin sangat merasa bersalah, ia merutuki dirinya telah kejar-kejaran dengan kedua sahabatnya. Harusnya Devin tidak ikutan.

"Airin, tadi Pak Yusuf bilang kalau administrasinya udah dibayarin sekolah, lo bisa pulang nanti kalau udah ketemu dokter dan ambil hasil rontgennya." Salsa menyampaikan.

Airin hanya mengangguk.

Detik berikutnya Salsa menatap Devin, "Kenapa tadi lo gak pulang sama Pak Yusuf?"

"Gue cuma mau mastiin kondisi Airin."

Sebenarnya Salsa sudah mencegah agar Devin tak ikut tapi ia tetap bersikeras ingin ikut ke rumah sakit.

"Devin." Sapa seorang perempuan paruh baya dengan penampilannya yang fashionable, Devin menghampiri perempuan itu, menyium punggung tangan kanannya.

"Ini teman kamu?" Tunjuk Rilda ke arah Airin.

"Iya mah."

Perempuan itu mendekati Airin dengan mimik wajah khawatir.

"Tangan kamu gimana nak? Astaga, pasti sakit sekali ya."

"Udah nggak terlalu kok tante."

"Saya mamanya Devin, tadi Devin telpon saya katanya nabrak temannya, katanya masuk rumah sakit lengannya diperban, otomatis saya panik, siapa yang tidak panik kalau anaknya bikin masalah. Devin suruh saya datang kesini katanya nggak tahu harus ngapain lagi, ya iyalah kamu masih bocah mana bisa bayar biaya perawatan kayak gini." Cerocos Rilda kemudian menatap Devin, "Kamu juga Vin, jangan ceroboh dong, kasian anak orang jadi luka, udah minta maaf sama dia?"

"Belum mah."

Rilda memukul punggung anaknya, "Kenapa gak minta maaf? Ayo minta maaf sama teman kamu. Papa kamu juga belum tau loh Vin, nanti kamu yang jelasin sendiri." Ketus Rilda memarahi putranya.

"Gue minta maaf Rin, gue salah, gue ceroboh." Ucap Devin penuh penyesalan.

"Iya gak apa apa, namanya juga kecelakaan yaa nggak bisa dihindari." Balas Airin ramah.

"Orangtua kamu kemana nak?" Tanya Rilda setelah melihat di sekeliling tidak ada siapapun selain dua gadis cantik dan anaknya.

"Ibu saya nggak tau tante, dia kerja di luar kota, tapi tante saya menuju ke sini."

Tak Selalu RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang