Part 3

15 10 1
                                    

Artis dadakan. Itulah julukan yang pantas untuk Airin sekarang. Salsa memanggilnya artis dadakan berkat gosip yang tak berujung.

Sejauh ini Airin masih bingung, kenapa gosip seperti itu mudah sekali untuk menyebar. Mengalahi kecepatan internet.

Untuk sementara Airin tutup suara. Sepertinya memang artis dadakan, karena dimanapun selalu ada pertanyaan yang sama di orang berbeda.

Percuma juga Airin menjelaskan kalau disatu pihak tidak ada penjelasan. Apa perlu ada artikel online untuk meyakinkan satu sekolah kalau ini tidak benar.

Sudahlah, Airin benar-benar bingung. Tak ada sedikit pun raut bahagia dengan gosip itu.

"Riiiiin, tungguin, jalan kok cepat banget, kasian managermu ini." Ledek Salsa sambil menyeimbangkan langkah kakinya agar sejajar dengan Airin.

"Gak lucu tau pagi pagi keringetan, padahal masih ada 5 jam menuju siang hari." Celoteh Salsa.

Airin sengaja mempercepat langkahnya karena ada banyak siswa yang sedang berkumpul di depan kelasnya masing-masing.

Jarak kelas 12 IPA 2 dari parkiran memang jauh, harus menempuh beberapa kelas. Seandainya Airin punya hak untuk menentukan kelas, akan ia pindahkan kelasnya di dekat parkiran.

Semenjak gosip beberapa terakhir ini, Airin tidak menyukai lagi kerumunan orang banyak. Karena ia tahu, dimana ada perkumpulan disitu ada gosip. Meskipun bukan Airin yang jadi topik utama didalam cerita itu tapi Airin tetap tidak nyaman berada di kumpulan orang-orang banyak, bukan karena introvert tapi untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan aneh.

"Lo harus bersyukur kek, kebayang gak sih banyak cewek yang lo kalahin. Ibaratnya lo lagi audisi ehh lo yang kepilih meskipun gak dapet hadiah, tapi gue harap lo dapat hadiah." Cerocos Salsa yang sedari tadi tak digubris oleh Airin.

"Hadiah?" Tanya Airin tidak mengerti.

"Hadiahnya ketika lo sama sama suka." Salsa tersenyum sumringah.

Tak ada jawaban dari Airin. Salsa menyadari kalau Airin benar-benar tidak mood membahas Devin.

"Gue tuh selalu kepikiran kalo lo beneran pacaran, pasti banyak banget hati yang patah, lo disorot satu sekolah, so sweeeeeet." Lanjut Salsa lagi tapi kali ini dengan mode imutnya. Tangannya saling berpegangan, pikirannya entah kemana dan senyumnya merekah.

"Udah ah." Bantah Airin sehingga membuat Salsa tersadar dari lamunan liarnya.

"Ayo dong buka hati lo buat siapa aja kek."

Tatapan Airin berubah menjadi sinis, kemudian Salsa tersenyum diiringi acungan dua jari sebagai kode kalau ia bercanda.

Sesampainya di kelas, Airin duduk seperti biasanya. Tiba-tiba Salsa memegang punggung tangan Airin diiringi ekspresi wajah yang sangat serius.

"Lo harus hati hati sama orang pendiam kayak Devin." Bisik Salsa serius.

"Kenapa?" Tanya Airin penasaran.

"Biasanya orang pendiem kalo lagi ngamuk lebih bahaya."

Sejenak Airin terdiam, mencerna baik-baik perkataan Salsa.

"Gue nggak bilang Devin bahaya, gue cuma mau was was aja, tapi keliatannya dia orang baik baik, bawaannya aja cuek."

Tak ada yang dilakukan Airin selain tersenyum palsu. Ia benar-benar tidak mood membahas Devin walaupun sempat penasaran.

Selang 3 menit, Salsa kembali membuka topik pembicaraan, "Kapan tante Rita pulang?"

Sejenak Airin terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Nanti kalo gue udah kerja, gue gak bakalan biarin ibu gue kerja lagi, biar gue aja." Ucap Airin mantap dengan perasaan rapuh. Ia sangat merindukan Rita, beberapa bulan ini perempuan itu tidak kembali.

Tak Selalu RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang