Airin dan Devin memasuki rumah, disambut meriah oleh Rilda. Terlihat Rilda sangat khawatir dengan Airin. Semenjak awal sampai hari ini perhatian Rilda tak pernah hilang pada Airin, bahkan Rilda tidak pernah membeda-bedakan Airin dengan anak kandungnya. Ini yang membuat Airin semakin tak enak hati.
Airin dan Devin diarahkan ke meja makan oleh Rilda. Hari ini Rilda tidak ke kantor sehingga membantu Nana memasak banyak menu.
"Hari Selasa kamu terapi lagi ya." Ucap Rilda disela-sela makan Airin dan Devin.
"Iya tante."
"Tante akan temani kamu, papanya Devin juga pengen ikut katanya mau ketemu sepupunya, yang terapi tangan kamu itu om nya Devin, Argito itu berteman baik sama papanya Devin." Ungkap Rilda.
Meskipun Airin sudah mengetahui fakta itu tapi ia tetap menghargai Rilda yang memberi informasi.
"Tadi pagi Dian datang kesini, kamu nggak beritahu dia kalau kamu sudah pergi sekolah?" Tanya Rilda lagi.
"Nggak tante, lupa."
"Katanya nanti sore Dian mau kesini lagi."
Airin segera berpikiran ikut pulang bersama Dian, ini adalah kesempatan baik yang harus digunakan Airin.
"Mah, besok Airin mau pulang." Adu Devin tiba-tiba.
"Hah? Buru buru banget Rin." Spontan Rilda, "Kenapa?"
Airin memegang leher belakangnya sambil tersenyum canggung, pasalnya Devin terlalu cepat memberitahu Rilda.
"Kenapa tiba tiba nak?"
"Kenapa mau pulang?"
Airin sangat bingung, belum lagi Rilda yang bertanya berulang kali butuh jawaban.
"Aku kangen rumah tante kangen sama Kak Dian juga, aku juga nggak mau ngerepotin tante apalagi tante sangaaaaaaat baik, aku nggak bisa balas kebaikan tante yang luar biasa, apalagi aku nggak bisa bantu Mbak Nana juga, aku benar benar numpang di rumah tante, kalau aku ada salah mohon maaf tante, aku sangat berterima kasih dan aku juga senang sudah dipertemukan orang seperti tante." Cerocos Airin tulus.
Rilda memeluk tubuh Airin dari samping sambil mengelus punggungnya, Airin juga mengelus punggung Rilda menggunakan satu tangan.
"Terima kasih ya kamu sudah memaafkan Devin, tante juga gak bisa ngelarang kamu, sering sering kesini ya Airin." Balas Rilda sambil melepaskan pelukannya.
"Iya tante."
"Hari selasa nanti tante jemput di rumah kamu, kita berangkat sore ya."
"Iya tante."
Devin tak habis pikir, biasanya Rilda selalu melarang Airin, apalagi Rilda tidak ingin terjadi apa-apa pada Airin sehingga akan tetap menyuruh bermalam untuk beberapa hari. Tapi perkiraan Devin ternyata salah, Rilda membiarkan Airin untuk pulang dan tinggal dengan Dian.
"Tante, nanti sore aku mau pulang sama Kak Dian." Ucap Airin lagi.
Rilda hanya mengangguk setuju.
"Kenapa dibiarin mah?" Tanya Devin tak terima.
"Rumah adalah segalanya, mau sebagus apapun hotel bintang lima tetap saja tempat ternyaman adalah rumah." Ucap Rilda santai.
Devin hanya diam, ia mengerti kalau rumah adalah tempat pulang paling nyaman, tapi kan Airin harus sembuh dulu baru pulang, dan sekarang kondisi tangannya masih 60%.
Sebenarnya bukan itu yang membuat hati Devin tidak rela tapi karena sudah nyaman ada Airin sehingga ada rasa aneh yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Seperti kehilangan namun bukan kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Selalu Rumit
أدب المراهقينJangan Lupa Follow teman-teman... Apa jadinya ketika anak 18 tahun belum mengerti arti cinta, bagaimana bisa Airin membuka hati pada lawan jenisnya? Bagaimana keseharian Airin selama mendekati seorang laki-laki yang selama ini hanya sekedar hasil g...