Bab 30
Setelah mengisi wilayah tengah, keempat remaja itu beranjak dari Kafe dan memilih pulang bersamaan. Namun dipertengahan jalan hujan mulai membasahi. Akhirnya Devin memilih berteduh di sebuah halte tempat persinggahan bis. Sementara Iwan dan Salsa tetap melaju menerobos hujan lebat.
"Lo gak bawa jas hujan?" Tanya Devin.
"Gak bawa." Jawab Airin yang masih berdiri, padahal di belakangnya ada tempat duduk yang memanjang.
Devin segera merogoh tasnya lalu memberikan sebuah ikat rambut pada Airin.
"Punya lo ketinggalan di kamar gue." Ucap Devin.
"Oh iya, makasih." Ucap Airin lalu memasukkan ke dalam tasnya.
Tak lama kemudian Airin menengadah, tangannya ke depan sehingga air hujan itu tertampung di telapak tangannya.
Sepertinya Airin sangat menikmati air hujan, itu ditandai dengan raut wajahnya yang menerbitkan senyum.
Devin terkesima sehingga membuatnya mematung di tempat. Ia begitu melihat jelas wajah Airin dengan senyum khasnya.
Sadar dengan lamunannya, Devin segera mencari objek lain agar tidak fokus pada Airin.
Airin yang tadinya bermain air kini menatap Devin.
"Devin." Ucap Airin pelan.
"Hah? Iya?" Jawab Devin linglung.
"Lo bawa jas hujan?" Tanya Airin.
"Iya bawa."
"Gimana kalau hujannya diterobos, gue gak masalah kok kehujanan lagian gue juga suka main hujan." Jelas Airin yang diakhiri senyum.
Sejenak Devin terdiam, ia tidak langsung menjawab kemauan Airin.
"Gimana?" Ulang Airin ketika Devin masih berpikir.
"Tunggu aja reda." Jawabnya.
"Kayaknya ini lama deh, awan juga semakin gelap." Ucap Airin.
"Nanti juga reda." Devin masih meyakinkan.
Airin kembali memainkan telapak tangannya.
"Kenapa sih lo gak mau nerobos hujan? Kan lo pake jas hujan, gue juga gak masalah kehujanan." Ucap Airin panjang lebar tanpa menatap Devin.
Merasa tak digubris, Airin pun menoleh sehingga Devin menjawab dengan cepat.
"Nanti lo sakit." Jawab Devin diiringi senyum canggung.
"Bagus dong, lo bisa jenguk gue, bawain nasi goreng seafood yang pake buaya kuda nil dan paus." Celoteh Airin.
"Gak ada." Ucap Devin masih dengan senyum tipisnya.
"Ada." Ucap Airin tak mau kalah.
"Dimana?" Tanya Devin.
"Di otak lo." Jawab Airin yang diiringi cekikikan.
Senyum Devin semakin terpancar. Ia benar-benar merasakan kenyamanan di dekat Airin.
Sementara Airin, ia sangat merasakan perubahan pada diri Devin, Airin semakin menyadari bahwa Devin adalah sosok yang baik dan ramah, hanya saja dia susah ditebak karena sewaktu-waktu sikapnya dingin.
"Vin, lo itu baik, lo gak usah canggung sama gue ya, keluarga lo juga baik, gue anggap lo sebagai sahabat gue, sama seperti Salsa dan Yogi."
"Gak bisa lebih?" Tanya Devin yang membuat dahi Airin mengerut.
"Maksudnya?" Tanya Airin karena benar-benar tidak mengerti.
Tak ada jawaban dari Devin selain tersenyum canggung dan sesekali tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Selalu Rumit
Novela JuvenilJangan Lupa Follow teman-teman... Apa jadinya ketika anak 18 tahun belum mengerti arti cinta, bagaimana bisa Airin membuka hati pada lawan jenisnya? Bagaimana keseharian Airin selama mendekati seorang laki-laki yang selama ini hanya sekedar hasil g...