Dering ponsel Devin berbunyi, ia segera mengangkatnya.
"Kamu dimana?"
"Dijalan mah."
"Kalau sudah isya belum sampai di rumah singgah aja makan di jalan."
"Iya mah."
"Jangan biarin anak orang laper."
"Iya mah."
"Ya udah, jangan ngebut ya, gak apa apa pelan asal selamat."
"Siap mah."
TEEEET
Devin kembali menaruh ponsel di saku celananya. Tanpa bertanya pada Airin, Devin menghentikan laju mobil yang ia kendarai di depan sebuah restoran.
"Lo mau makan disini?" Tanya Airin yang telah mendengar percakapan Devin tadi, meskipun samar tapi Airin bisa menebak ucapan-ucapan Rilda tadi.
"Iya, kenapa?"
Mata Airin masih membelalak, restoran ini sangat mewah, pasti harga makanannya juga mahal.
"Restoran ini punya Iwan." Ungkap Devin tanpa ditanya.
"Iwan sahabat lo?" Tanya Airin tak percaya.
"Iya."
"Serius?" Tanya Airin masih takjub.
"Kalau gak percaya gak apa apa."
"Gak nyangka sih." Takjub Airin yang matanya masih membelalak.
"Ikut gue." Pinta Devin lalu berjalan masuk ke Restoran.
Saking takjubnya, Airin tak sempat lagi bertanya, ia hanya mengikuti Devin yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Pengunjungnya cukup ramai. Terlihat Devin sudah duduk di salah satu kursi, mau tidak mau Airin juga harus duduk disana.
Seorang pelayan restoran memberikan menu makanan dan minuman, Devin hanya menatap sekilas menu itu,
"Noodle seafood sama minuman biasa aja. Airin lo apa?"
"Gado gado sama es jeruk jasjus." Sahut Airin.
"Nggak ada, liat dulu makanya." Ucap Devin lalu memberikan menu itu pada Airin.
Spontan bibir Airin naik sebelah, ternyata menunya berbahasa Inggris semua,
"Persis yang dipesan Devin pak." Ucap Airin tersipu malu. Airin juga tak tahu mau pesan apa karena semua menunya asing dan belum ada yang ia coba sebelumnya.
Pelayan itu pamit dengan ramah, mata Airin masih membelalak sekedar melihat setiap pengunjung yang ada di restoran.
"Berlanjut nggak nih?" Suara itu membuat keduanya menoleh.
"Iwan." Spontan Airin.
Airin berusaha menyusun kata agar tidak gelagapan saat ditanya Iwan nanti.
"Gue udah tau, tenang aja Rin, gak usah panik, malahan Devin yang nyuruh gue samperin."
Airin menghela napas lega karena tak perlu repot-repot lagi menjelaskan.
"Jauh bener nyari gratisan." Ucap Iwan pada Devin.
"Gue bayar! Gue gak pernah minta gratisan, lo aja sering gak ngambil duit gue." Bantah Devin tak terima.
Iwan menepuk pundak Devin, "Gak usah."
"Gak, nanti lo buat gue malu depan Rio."
Iwan tertawa, "Gue baik karna pertama kalinya Airin kesini, besok besok udah nggak, kecuali gue yang ajak, jadi nggak usah sok sok an bayar segala."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Selalu Rumit
Teen FictionJangan Lupa Follow teman-teman... Apa jadinya ketika anak 18 tahun belum mengerti arti cinta, bagaimana bisa Airin membuka hati pada lawan jenisnya? Bagaimana keseharian Airin selama mendekati seorang laki-laki yang selama ini hanya sekedar hasil g...