17 | Ketegasan

10K 1.4K 55
                                    


Saat melihat tangan pelayan itu terayun ke arah Agies, mendadak aku teringat adik perempuanku yang dulu pernah dibully oleh teman-temannya. Dan reflek aku melangkah maju menahan tangan yang hendak menampar pipinya itu.

Ini keterlaluan. Wanita dewasa mana boleh mengayunkan tangannya begitu saja kepada seorang bocah? Apalagi Agies sekarang sudah resmi aku akui sebagai adikku. Dengan kata lain dia adalah seorang tuan muda sekarang.

Kekerasan kepada anak kecil tidak boleh diberi ruang. Aku harus membersihkannya sampai tuntas dari mansion ini.

***

"D-Duke ...!"

Pelayan itu nampak terkejut kala tangannya dicekal oleh Nike. Raut wajah Nike sangat tidak bagus saat ini. Dia menahan amarah yang sangat besar. Apalagi dengan kondisinya yang masih remaja, emosinya menjadi lebih labil.

"Apa yang mau kamu lakukan dengan mengayunkan tangan ini ke arah adikku?! Apa kamu berharap untuk mati?!!"

"T-Tidak ... Duke sa-saya hanya ingin membantu Agies--"

"BERANINYA KAU MEMANGGIL ADIKKU HANYA DENGAN SEBUTAN NAMA!"

Nike langsung menghempas tangan pelayan itu hingga dia jatuh di atas rerumputan.

"Agies, kamu tidak apa-apa?"

Setelah mendengar suara Nike, akhirnya Agies berani membuka mata. Dan di sana dia melihat uluran tangan dari Nike.

"A-aku tidak apa-apa."

"Syukurlah. Sekarang berdiri."

Agies menerima uluran tangannya. Dia dibantu berdiri dan tangannya kemudian membersihkan celananya yang terkena kotoran.

Melihat keakraban dari kakak beradik itu, pelayan tadi langsung merasa takut. Dia tidak menyangka kalau Nike akan muncul di sini secara tiba-tiba. Kalau dia tahu, dia tidak akan melakukan hal itu.

Sial!

"D-Duke s-saya tidak berniat untuk melakukannya dengan sengaja. Sepertinya saya sudah gila dan emosi saya meledak begitu saja tanpa terkendali."

Pelayan itu akhirnya mengakuinya. Percuma juga menutupinya. Nike tidak bodoh.

Nike menoleh ke belakang.

"Benar, kamu sudah gila. Mau seemosi apapun kamu, apakah ada pelayan yang berani mengangkat tangannya ke arah tuan yang dilayaninya?"

"I-itu ...."

"Aku sudah melihat tindakan busukmu itu dari kejauhan. Dan melihat dari caramu melakukannya, sepertinya kamu sudah melakukan hal ini berkali-kali sebelumnya. Dan karena itu aku tidak perlu waktu lagi untuk memecatmu. Hari ini dan detik ini juga, kamu dipecat! Segera keluar dari mansionku sekang juga atau kau akan dipenjara!"

Apa?!

Pelayan itu tercengang. Tidak pernah sekalipun terlintas di pikirannya bahwa dia akan dipecat hanya karena memukul Agies. Bukankah biasanya memang seperti itu? Siapapun tidak ada yang peduli.

Bagaimana bisa hal ini terjadi? Bukankah sebelumnya Agies hanyalah anak ingusan yang berseteru dengan Tuan Muda Nike? Dia tidak disukai dan baru-baru ini dia ditarik ke pihaknya. Tapi bagaimanapun, apa bisa dia langsung seakrab ini sampai dilindungi habis-habisan?

Setelah itu, Nike dan Agies pergi dari sana. Pelayan itu masih berteriak-teriak memanggil Nike, tapi tidak dipedulikan olehnya.

Agies sesekali menatap ke belakang merasa kasihan, tapi kalau mengingat kejadian buruk yang telah dia lalui karena pelayan itu, dia merasa itu sepadan.

"Ada apa? Apa kamu merasa kasihan?"

"Tidak, kak."

"Lain kali jangan perlihatkan sifat lemahmu itu. Karena akan sangat merepotkan jika kamu diperalat orang lain untuk melawanku nantinya."

"Baik. Aku akan melakukannya seperti yang kakak inginkan."

Meski Agies masih naif, tapi dia tahu bahwa maksud Nike yang sebenarnya baik. Walaupun kadang kata-kata yang dipilihnya agak menyakiti hati.

Agies tersenyum.

***

Di sisi lain, kini Roan tengah menerima hukumannya. Marquess terlihat sangat marah saat ini. Wajah tampannya yang biasa dia gunakan sebagai topeng penghibur kini berubah menjadi menyeramkan.

Dia terlihat benar-benar berbeda dari penampilannya di depan umum.

Roan diam. Dia tidak melawan dan tidak mengatakan hal detail tentang apa yang terjadi. Dia hanya mengatakan bahwa aksinya dihentikan oleh sosok hitam berjubah yang sangat gesit. Padahal dari awal itu tidak ada.

Dia berbohong, dan dia sudah tidak peduli lagi sekarang. Sudah saatnya dia melepas rasa balas budi ini. Tindakan Marquess sudah makin melenceng. Dia terlalu terobsesi dengan balas dendam hingga mengorbankan banyak orang tak bersalah.

Ini sudah cukup bukan? Setelah mengabdikan diri selama bertahun-tahun, sekarang sudah cukup, kan?

PLAK!

"SIALAN! BISA-BISANYA KAMU GAGAL DALAM MISI PENTING INI! APA KAMU BODOH?!!! JIKA MISINYA GAGAL, AKU HARUS MENYUSUN ULANG RENCANANYA UNTUK KESEMPATAN DI LAIN HARI! DASAR TIDAK BERGUNA!"

PLAK!

Sudut bibirnya mengeluarkan darah. Tapi dia tidak menangis sedikit pun ataupun meringis kesakitan. Dia sudah kebal dengan hal ini. Yang bisa dia katakan hanyalah--

"Maafkan saya."

"MAAF MAAF! MAAFMU ITU TIDAK MENYELESAIKAN MASALAH! ANAK TAK BERGUNA! UNTUK APA AKU MEMUNGUTMU KALAU AKHIRNYA KAMU TIDAK BERGUNA SEPERTI INI. SIALAN! ENYAH DARI PANDANGANKU!"

Dan setelah mengatakan hal itu, Marquess baru berhenti. Roan berdiri dan segera keluar ruangan. Tak lupa dia menutupnya kembali dan menyeka sedikit darah di bibirnya.

Rasa besi.

Lalu dia melenggang pergi meninggalkan kediaman Marquess.

.
.

Hallo guys sorry karena telat up >///<

Karena besok aku mau UTS, dan kebetulan ada ide terlintas jadi langsung aja aku ketik dari pada lupa, hehe ^^

Dan makasih supportnya untuk kalian semua. Jangan lupa vote dan comment ya~☆

+ semoga UTS ku lancar dan dapet nilai baik jadi bisa cepet-cepet up chapter baru. Doain ya!

Sekian👼

Reflemoon
17/04/2022

Become The Villain's Brother (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang