bag. 8

133 18 3
                                    

Hari ini di mading sekolah terlihat sangat ramai dengan gerombolan siswa siswi sejak bel istirahat terakhir berkumandang. Wajar lusa ada acara pertukaran siswa, jadi mereka sibuk melihat nama siapa yang akan menjadi wakil dari sekolah mereka dan siapa yang akan menggantinya.

Tidak semua murid Konohagaokka berada di dalam kumpulan itu, contohnya saja Naruto yang saat ini masih santai santai saja duduk di kursinya yang berada di dalam kelas. Tubuhnya memang santai tapi tidak dengan matanya yang senantiasa memperhatikan pintu dan telinganya yang tak henti hentinya fokus mendengar ketukan kaki.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya yang sejak tadi di tunggunya akhirnya tiba.
"Siapa!?"

"Yang pasti bukan Kiba Inuzuka!"

Mendengar jawaban yang terdengar menjengkelkan di telinganya dari pemuda yang di tunggunya dari membuat Naruto mendengus jengkel. Iya, pemuda itu Kiba, teman, sahabat, dan tetangganya sejak kecil hingga sekarang usianya yang hampir mencapai kata atau bahkan sudah dewasa.

"Aku tidak tahu, namanya terlihat asing semua, mungkin dari kelas sebelah."
Setelah selesai mendudukkan bokongnya, Kiba melanjutkan kata-katanya yang terhenti.
"Tapiii, aku tadi melihat kata 'Suna' disana. Bukankah itu nama daerah yang kau dan orang orang itu curigai?"

"Memang." Naruto menelungkup kan wajahnya setelah dirasa informasi yang ingin didengarnya sudah diterimanya dengan baik, semuanya.

"Kenapa?? Bukankah tahun lalu tidak ada. Heii bagaimana bisa."

Naruto memiringkan kepalanya tanpa mengangkatnya terlebih dahulu sebelum menjawab "bukanya sudah jelas. Suna juga termasuk dalam surat perjanjian aliansi, akan lebih aneh kalau daerah itu tidak ikut mengeluarkan muridnya. Lagi pula tahun lalu bukan Suna yang tidak mengirimkan muridnya tapi muridnya di ganti dengan murid sekolah lain." Naruto kembali menyembunyikan kepalanya dilipat tangan "biasalah, suap menyuap dalam dunia politik adalah suatu hal yang sudah menjadi rahasia umum,"

"Berarti karena itu juga tahun lalu jumlah murid dari Kumo dan Ame lebih banyak dari yang lain. Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal, dasar pelit!"

Ingin Kiba berkata apapun itu, Naruto tidak akan peduli. Gadis itu tetap tidak terusik. Masih dengan posisi yang sama Naruto menjawab
"Tidak ada gunanya aku memberitahumu. Kau bukan penjabat yang bisa menentang keputusan orang ber-uang."

"Oh apakah dengan alasan yang sama kau juga haru_"

"Stop!! Berhenti disitu tuan Inuzuka. Jangan mengingatkan aku akan penderitaan." Mata Naruto memincing tajam kearah Kiba. Dia benci jika ada yang mengusung topik tentang apa yang terjadi padanya di tahun pertama masuk sekolah ini.

Saat itu kelas XII sedang ada simulasi ujian dan entah bagaimana ceritanya sehingga nama 'Naruto Senju' menjadi salah satu nama yang tercantum dalam mading pada kertas yang sama dengan kertas yang berisi pengumuman siswa yang akan menjadi perwakilan sekolah dalam acara pertukaran siswa setahun sekali. Dia akhirnya harus pergi bersama dengan orang yang tidak dikenalinya ke desa Amegakure menjalankan wewenang tertulis dari sekolah.

Sehari sebelum tenggat waktu yang telah ditentukan, Naruto sudah pulang duluan ke tampat di mana dia seharusnya berada, baginya. Dan dia juga bertemu dengan seorang yang menggantikannya duduk bersama Kiba.

"Apa tiga bulan di sana sudah membuatmu mati kebosanan, wajar sih kamu pasti merindukan keberadaanku kan!? Aku tahu pesonaku memang susah dilupakan"

"Aku tidak merindukanmu." Wajahnya yang semula menatap tajam Kiba, berpaling. Berganti melihat jendela

Bohong. Nyatanya Naruto memang tidak bisa jauh dari Kiba, begitu pun dengan Kiba yang merasa kekurangan saat Naruto tidak lagi duduk disampingnya saat itu. Meskipun bangku di sampingnya tetap terisi oleh manusia.

"Aku hanya... iri. Iya, aku iri kamu bisa berkenalan dengan orang setampan Utakata." Naruto tetap tidak mengalihkan pandangannya, masih enggan menghadap Kiba. Menyuarakan kemarahannya.

Siapa yang tidak mengenal Utakata, model cilik yang terkenal dengan sikapnya yang pendiam dan berasal dari desa Kiri. Meskipun sudah lama keluar nyatanya pamor Utakata belum juga surut.

Naruto bertemu dengan Utakata di hari terakhir. Bukankah Naruto pulang lebih dahulu, jadi bukan hal aneh bila keduanya bertemu.

Percakapan pun berakhir dengan Naruto yang kembali menelungkupkan wajahnya dan Kiba yang menatap tak percaya pada gadis di sampingnya.

★★★

Tengah malam mungkin bukan waktu yang tepat untuk tetap terjaga, apalagi besok masih harus pergi sekolah. Tapi Naruto tidak bisa menahannya lagi. Panggilan alam yang mengharuskannya untuk bangun tengah malam jika tidak ingin kupingnya pengang keesokan paginya.

Setelah menyelesaikan hajatnya, gadis itu berniat melanjutkan tidurnya tapi urung kala netra sebiru laut miliknya tidak sengaja melihat sesuatu yang bergerak. Ah bukan, tapi orang yang melakukan sesuatu yang terlihat cukup mencurigakan. Mungkinkah itu pencuri.

Setelah dirasa, orang itu sudah pergi jauh. Tanpa babibu lagi Naruto turun lewat jendela balkon kamarnya. Persetan dengan lantai dua, dia pernah turun dari lanti 5 dengan selamat.

Setelah benar benar dekat dengan tempat oang tadi berdiri, Naruto dapat melihat sesuatu yang sangat familiar. Itu...

Bom

Untuk apa orang itu menaruh bom disini. Meskipun skala kecil, yang namanya bom tetaplah bom. Dan yang lebih mengejutkan lagi bom itu memiliki sistem yang sama dengan bom yang akhir akhir ini menjadi biang kerusuhan di kantor polisi. Di tambah orang adi terlihat sangat asing diingatannya.

★★★

Seperti biasa Naruto dan Kiba berangkat sekolah bersama dan masuk gerbang dengan waktu yang terbilang mepet alias hampir tutup. Jika biasanya langkah keduanya tidak terhenti sama sekali dikarenakan lorong yang sudah cukup senggang, namun kali ini sepertinya tidak. Ada seorang pria berambut merah bermata jade menggunakan seragam yang cukup berbeda dengan seragam yang mereka pakai.

"XI A"

Kiba dan Naruto speechless. Apa apaan orang di depan mereka ini, bukannya mengenalkan nama atau apa malah bicara aneh. Mana sudah menghentikan orang berjalan lagi, huh.

"Maaf tuan, setidaknya katanya nama anda terlebih dahulu sebelum mengutarakan maksud anda menghentikan kami. Apa anda tidak pernah diajarkan sopan santun berbicara, heh?"

Benarkan kata orang mulut wanita yang marah bisa se-pedas cabai satu kilo.

Pria di depannya terlihat mengedipkan matanya beberapa kali, setelahnya dia mengulurkan tangannya.

"..."


Hayo siapa hayo
Pasti ada yang bisa nebak. Tebak aja gak papa aku gak marah kok.

two (three) optionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang