bag.12

85 14 4
                                    

Hampir satu Minggu full Gara tidak berangkat sekolah hanya untuk melakukan pemulihan. Gadis rubah itu tidak main main saat memukulnya. Dan hubungannya dengan Gadis itu pun semakin akrab meskipun hanya sebatas teman chat.

Selama masa pemulihan tiada hari tanpa kakaknya tidak disampingnya. Bahkan kakaknya rela dimarahi ayahnya agar Gara dilibur tugas kan.

Sehari setelah Gara dikabarkan sadar, gadis bertopeng rubah itu mendatangi Gara dan memberikan cairan yang katanya 'penawarnya'. Gadis itu tidak memberikan secara cuma cuma. Gara sudah diintrogasi dulu sebelum diberikan cairan itu. Sebagai pria yang gentle, tentu Gara mengatakan yang sebenarnya.

Rubah

Hari ini aku sudah akan
berangkat sekolah

Dimana sekolahmu?

Aku tidak tanya

Apa aku wajib
menjawabnya?

Sebenarnya tidak,
tapi aku ingin tahu

"Hanya dibaca." Gara mengela nafasnya. Selalu begitu. Setiap pria itu menanyakan hal yang berbau privasi. Walaupun hanya sedikit saja. Pesannya tidak akan dibalas.

"GARA AYO CEPAT ATAU KITA AKAN TERLAMBAT!!"

"IYA KAK, SEBENTAR!!"

Akhir akhir ini suara Temari, kakak perempuannya memang lebih sering terdengar dari biasanya. Untuk mengingatkan berbagai hal termasuk yang terkecil dan tidak terlalu berguna.

"Ayo!"

"Huh, memakai sepatu saja lamanya setara gadis pakai make-up"

"Sudahlah Kankuro, ayo jalan saja!"

★★★

"Dia mengirimmu pesan lagi?"

"Yah, begitulah." Naruto memasuki lagi ponselnya kedalam saku bajunya.

Tadi saat Dia dan  Kiba berjalan di lorong, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari nomor yang sama dengan nomor yang akhir akhir ini menghubunginya.

"Kenapa tidak diblokir saja?!"

"Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh orang kaku sepertinya? Lagi pula Aku tidak menyimpan nomornya."
"Nomor Dia juga berguna untuk membunyikan ponselku yang selama ini tidak pernah berbunyi."

Kiba tertawa dengan keras "Alasanmu lucu. Ponselmu kan Kamu mode diam bagaimana mungkin ada suaranya?"

Kiba masih dengan tawanya meskipun Naruto sudah memukulinya beberapa kali. Tawanya seketika terhenti, bukan hanya tawanya bahkan langkah keduanya juga berhenti tepat di depan kelas.

"Dia benar benar berangkat?" Bisik Naruto

"Wah jujur sekali Dia. Aku ragu sekarang, Dia itu bodoh atau polos?" Kiba pun ikut berbisik

"Mungkin keduanya. Kalau bisa dua kenapa harus satu," Naruto terkikik pelan terhadap ucapannya.

Keduanya asik berbisik hingga tak sadar jika ada guru dibelakang Mereka.

"Ehem… kenapa kalian berdiri disini? Tidak ada tempat duduk kah?"

"Eh, Iruka sensei. Ohayo sensei. Ada kok ada. Permisi sensei." Tanpa aba aba Naruto menarik Kiba. Kiba yang tidak siap refleks memekik tertahan.

Kiba masih sayang nyawa, melihat lirikan tajam Naruto sudah menjelaskan tanda bahaya yang kini keduanya hadapi. Setelah duduk di bangku masing-masing barulah keduanya dapat bernafas lega

Iruka sensei, guru yang dikenal seram saat serius dan garing saat santai. Guru itu tidak suka dengan murid yang melanggar peraturan meskipun hanya sebatas kaus kaki putih dihari Rabu. Karena diperaturan sudah tertulis hitam maka ya hitam tidak boleh loreng loreng.

Pelajaran berlangsung dengan hikmat, tenang tanpa bantahan. Tentu alasannya sudah jelas kalau mereka takut dengan guru yang saat ini mengajar mereka. Coba saja yang masuk adalah guru yang identik dengan kata terlambat itu sudah dapat dipastikan kelas tidak akan setenang ini.

"Gila, sejak kapan Iruka sensei berdiri dibelakang kita?" Jam ganti pelajaran sudah terdengar beberapa menit yang lalu jadi Naruto dan Kiba bebas berisik sampai guru selanjutnya datang.

"Entahlah, mereka yang dikelas juga tidak memberitahu. Padahal aku yakin mereka semua tahu, dasar tidak setia kawan."

"Naruto, ponselmu bergetar!"

Benar kata Choji, pria gempal yang duduk tepat di depannya. Kadang Naruto suka heran, entah dapat dari mana pria itu dapat ciki yang setiap saat dimakannya.

Diliriknya lagi ponsel yang bergetar karena sedang di mode diam. Layarnya menyala menunjukkan panggilan dari nomor tidak dikenal atau lebih tepatnya nomor yang tidak di simpan. Nyatanya Naruto tahu benar nomor siapa yang sedang menghubunginya. Tanpa pikir panjang Naruto langsung menutup panggilan yang belum juga diangkatnya.

"Siapa?" Naruto menoleh kepada Kiba

"Obaa-san. Tidak penting kau tahu"

"Bohongmu mulus sekali. Tidak mungkin nomor nenekmu tidak kau simpan"

"Bukan nenenku, tapi nenek yang uangnya sempat ku pinjam kemarin," tidak ada nada gugup atau gelisah saat Naruto mengatakan kebohongan yang lainnya. Lagi pula Choji tidak mungkin seingin tahu itu kan.

Berbeda dengan Choji yang percaya percaya saja. Ada seseorang yang memicingkan matanya, curiga.

masih adakah yang menunggu cerita ini?
maaf ya lama updatenya, aku suka lupa kalau ada ceritaku yang belum selesai ini aja baru inget terus buru buru ketik meskipun agak ngadat otaknya😅

stay happy all😊 maaf ya kalau ada typo dan kawan kawannya

two (three) optionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang