24. Sisi Rapuh Callista

213 10 0
                                    

Lucca mengusap rambut Ayzhan lembut, berharap sang istri mau tertidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lucca mengusap rambut Ayzhan lembut, berharap sang istri mau tertidur. Semenjak ia mendengar ucapan Lucca tadi di depan pintu IGD, sampai kini mereka berada di ruang rawat. Ayzhan masih menangis dalam pelukan Lucca, sesekali ia memanggil nama Kamilia dalam tangisannya.

"Sayang. Tidurlah, jangan pikirkan yang lain. Kamu harus bedrest, kamu baru aja pendarahan. Kalau kamu sedih, anak-anak kita yang di sini juga ikut sedih." Lucca masih berusaha menenangkan sembari menyentuh perut Ayzhan.

"Jika saja saat itu aku lebih peduli pada Kakak, mungkin kejadian hari ini tidak akan terjadi. Kebenaran ini sangat menyakitkan untukku, Mas." Seperti orang gila, Ayzhan terus membahasnya.

"Penderitaan Kakak-" Lucca memotong pembicaraannya.

"Cukup, Ayzhan." Lucca berkata tegas.

Ayzhan menoleh, "Tapi Mas."

"Aku bilang, cukup Ayzhan!" Lucca berteriak marah.

Ayzhan tidak menyangka, Lucca akan semarah ini. "Tapi Mas apa kamu nggak mengerti perasaan gagal menjadi saudara? Aku-"

Lagi-lagi Lucca memotong, "Baik, silakan berkutat dengan rasa bersalahmu. Silakan sesali kurangnya kepedulianmu pada Callista atau siapapunlah namanya. Jangan pedulikan keberadaanku, jangan pedulikan anak-anak kita yang harus kamu jaga.

Tapi kamu harus tahu, jika saja saat itu kamu peduli dengan sepupumu. Mungkin sekarang kita tidak bertemu, Ay. Secara tidak langsung, kamu mencelaku yang datang ke klub malam untuk mempelampiaskan diri atas semua masalahku. Kamu mencela pertemuan kita!

Satu lagi, jangan pedulikan aku yang masih berada di sini karena sangat mengkhawatirkan kalian. Sejak tadi semenjak kamu mengalami pendarahan. Buat apa peduli? Bagimu memang sejak awal aku di sini hanya patung bukan, aku bagian dari bentuk penyesalanmu. Kamu hanya membenarkan perasaanmu, egomu. Sesuatu yang jelas sudah terjadi dan tidak bisa diulang lagi."

Lucca keluar kamar rawat Ayzhan dengan marah, sementara Ayzhan baru menyadari kesalahannya. Ia melihat ke sekeliling, tisu banyak berserakan di lantai bekas tangisnya. Sisi tempat tidurnya juga masih terasa begitu hangat, entah sudah berapa lama Lucca memeluknya untuk mencoba menenangkannya.

Diliriknya jam dinding, pukul tujuh malam. Sudah tujuh jam ia menangis, bahkan kini ia melihat dengan jelas makan siang dan makan malamnya yang telah mendingin di sudut kamar meja makan pasien. Ada dua infus juga tergantung di tiang infusnya, suntik cairan dan nutrisi.

Air mata Ayzhan mengalir lagi, ia menyentuh perutnya. "Sayang, maafin Momma. Hari ini Momma telah mengabaikan kalian, maafin Momma. Lagi-lagi Momma menyakiti Poppa kalian."

Pelan tapi pasti, Ayzhan meraih meja makan pasien. Memakan makan malamnya yang terlewat dengan sesenggukkan, "Maafin aku, Mas."

***

"Gimanapun juga, lo harus lebih sabar ngadepin Ayzhan. Lucc. Inget, sekarang figur lelaki yang dimiliki Ayzhan cuma ada di lo. Kakek yang dia sayangi mengabaikan dia, Ayah yang selama ini dia percaya juga ngejual dia. Tugas lo bukan hanya sekedar sebagai suami, tapi kakak, sahabat dan ayah buat Ayzhan.

ISTRI KETUJUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang