26. Mencoba Memaafkan

171 8 0
                                    

Monitor detak jantung Callista masih menampilkan detak yang lemah, dari sekat kaca Ayzhan dan Lucca melihat Callista dalam balutan selang yang tak terhitung jumlahnya sebagai alat penopang hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Monitor detak jantung Callista masih menampilkan detak yang lemah, dari sekat kaca Ayzhan dan Lucca melihat Callista dalam balutan selang yang tak terhitung jumlahnya sebagai alat penopang hidup. Tidak menyangka jika Callista benar-benar menginginkan kematian, selain ia telah memotong nadinya sendiri Callista sebelumnya telah meminum puluhan obat penenang hingga overdosis.

Yudhis telah berada dalam ruang ICU bersama Callista, menggenggam tangannya. "Callistaku, mengapa kondisimu begini? Mengapa kamu bahkan dengan bodoh mencoba mengakhiri hidupmu sendiri? Call, maafkan aku. Maafkan aku yang meninggalkanmu, harusnya aku tetap berada disisimu. Merawatmu, merawat anak kita dan hidup bahagia.

Kamu lihat di sana, Sayang? Kamu lihat betapa Lucca dan Ayzhan hidup bersama dan bahagia? Tidakkah kamu menginginkan kehidupan seperti itu juga? Tidakkah kamu ingin kita yang seperti itu? Saling mencintai, saling ada satu sama lain dan menunggu penuh cinta kelahiran buah hati mereka. Bangun Sayang, maafkan aku. Kita mulai semuanya dari awal lagi. Ya?"

Sedangkan di luar, Ayzhan terus menatap Callista dengan perasaan yang sulit untuk ia jelaskan. Entahlah, perasaan penyesalan yang sebelumnya sempat menggelayuti batinnya dan membuatnya menangis hingga Lucca marah padanya seketika menguap.

Melihat Callista terbaring dipenuhi selang dan kabel-kabel penopang hidup membuat Ayzhan mati rasa, berbeda saat sebelumnya ia merasa khawatir dengan kondisi Callista. Rasa khawatir itu berubah menjadi rasa muak dan benci ketika mengingat Hyuna dan penderitaan Lucca.

"Aku ke kafetaria ya, kalau sudah selesai kamu bisa cari aku di sana." Lucca berucap pelan.

Lucca akan pergi, namun tangannya di tahan Ayzhan. Membuat Lucca menoleh, "Ada apa, Sayang?"

"Kita pulang aja ya, Mas." Ayzhan menjawab.

Lucca mengerutkan kening, "Pulang, kamu yakin? Sejak semalam kamu sudah mengkhawatirkan Callista, sekarang kita sudah di sini dan kamu mau pulang. Kamu yakin, Ay?"

Ayzhan menoleh, "Aku nggak tau, Mas. Aku bingung sama diriku sendiri."

Lucca memeluknya penuh cinta, senyumnya menguar. "Jangan merasa tidak enak padaku, Callista sepupumu. Jenguklah jika memang kamu khawatir padanya, aku akan di sini jika kamu memintaku di sini."

Ayzhan menggeleng, "Bukan itu, Mas. Aku mengerti jika kamu ingin menjauh, tapi aku juga tidak mengerti dengan diriku sendiri. Saat aku tahu alasan dibalik semua yang terjadi pada Kak Kamilia, jujur aku sedih. Aku merasa jadi sepupu paling tidak berguna untuk Kak Kamilia, aku merasa bersalah hingga aku perlu menangis sejadi-jadinya sampai kamu marah.

Aku khawatir, sangat khawatir ketika tahu dia berupaya menghilangkan nyawanya sendiri. Aku tidak mengerti, mengapa harus seperti itu? Sementara ada orang yang begitu menginginkan hidup, tapi hidup mereka terputus karena takdir kematian. Membuat rasa bersalahku padanya semakin menggebu, Mas. Namun saat orang itu kini berada di depan mata, seketika rasa bersalah dan khawatirku hilang seutuhnya. Tergantikan dengan kebencian, kemarahan dan kekecewaan saat melihat wajahnya. Aku tidak siap menemuinya, karena bagiku Callista atau Kamilia adalah penyebab penderitaan Hyuna dan kamu Mas."

ISTRI KETUJUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang