"Selamat datang kembali. Tuan, Nyonya." Para pelayan menyambut kedatangan mereka dengan cukup meriah.
Suasana ruang tamu dipenuhi dengan dekorasi balon dan pita-pita yang cukup meriah, selayaknya dekorasi ulang tahun. Ada tulisan 'Welcome Home' besar dengan berbahan dasar gabus tertempel di salah satu sisi tembok.
Lucca dan Ayzhan tersenyum, "Terima kasih atas sambutan kalian. Kita sama sekali tidak menyangka, kalian akan menyiapkan ini semua."
Salah seorang pelayan bernama Bi Ndari tersenyum, "Tentu saja kami akan menyambut Nyonya dan Tuan, Nyonya dan Tuan sudah terlalu lama meninggalkan Indonesia. Kami juga ingin mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya Nona Hyuna dan Nyonya Besar Juliette, kami mendengarnya dari Pak Robby."
Lucca mengangguk, "Terima kasih atas perhatian kalian ya. Saya dan istri ke kamar dahulu."
Para pelayan yang lain termasuk Bi Ndari mengangguk, sementara Lucca mulai menuntun Ayzhan ke kamar mereka. Sebelum mereka sampai, Ayzhan menghentikan langkah.
"Ada apa, Sayang?" Lucca bertanya.
Ayzhan menatap Lucca, "Kita ke kamar Hyuna sebentar ya? Aku merindukan Hyuna. Rumah ini terlalu banyak menyimpan kenangan bersama Hyuna, kamu maukan? Kamu nggak marahkan?"
Lucca sedikit tercekat dengan keinginan Ayzhan, namun ia sadar jika apa yang Ayzhan rasakan merupakan perasaan yang sama dengannya. "Baik, Ayo. Kita ke sana, tapi berjanjilah setelah ini kamu harus istirahat."
Ayzhan mengangguk, "Ya. Aku janji."
***
Kamar Hyuna masih serapi sebelum Hyuna pergi untuk selamanya, bahkan aroma tubuh bayi Hyuna masih tercium kental di kamar ini. Serasa Hyuna masih hidup, membuat air mata Ayzhan mengalir tak terbendung lagi. Ia bahkan telah menangis terduduk sembari memeluk kaki boks bayi yang selama ini selalu dipakai Hyuna tidur.
"Momma kangen sama kamu, Nak. Momma ingin memeluk kamu, Momma ingin kamu tetap di sini. Hyuna anak Momma sayang, kamu liat perut Momma? Di dalem perut Momma, ada adik-adiknya Hyuna. Andai kamu nggak pergi, Nak. Rumah ini pasti akan jadi lebih ramai." Ayzhan bermonolog sendirian, sembari menyeka air matanya yang terus mengalir deras.
Lucca di sini terlihat lebih kuat, walau dasar hatinya ia jauh lebih hancur dari Ayzhan. Tidak ada air mata yang mengalir di pipinya, namun dari mimik wajahnya yang datar tanpa ekspresi. Semua orang tahu, Lucca begitu berduka. Namun sebagai suami, ia dituntut untuk jauh lebih kuat dari Ayzhan. Ia dilarang menjadi lemah, ia harus menenangkan Ayzhan.
Lucca kemudian berjalan mendekati Ayzhan, lalu ia berjongkok di sebelah Ayzhan dan memeluknya. Tidak mengatakan apapun, tetapi bagi Ayzhan itu adalah sebuah kekuatan tambahan. Lucca tidak mengatakan apapun, tetapi suaminya itu secara tersirat mengungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI KETUJUH
RomanceTuhan memiliki tujuannya masing-masing dalam menciptakan setiap umatnya dengan kekurangan dan kelebihan mereka. Termasuk ketika Tuhan menciptakan keistimewaan pada beberapa ciptaan pilihannya. Senona Ayzhan Gemantara Pertemuan kita layaknya takdir...