Part 5 -Milikku bukan milikmu

87 8 131
                                    

Flashback

"Woy! Rehaan suka sama bocil!!" Pekik kawan Rehaan dengan sengaja. Ia berteriak di depan teman-teman sekelasnya agar mereka tahu kebenaran Rehaan.

Rehaan yang sedang menulis pun lantas ternganga--dirinya salah apa? Tiba-tiba kawannya berteriak lalu memberitahu orang-orang.

"Woy!" Rehaan melotot.

Namun kawannya Rehaan sama sekali tidak peduli dengan pelototan itu dan malah memekik lagi. "Kalian tahu anak SMP yang suka berangkat bareng sama Rehaan? Itu dia! Rehaan suka sama dia!!"

"Lah itu kan tetangganya Rehaan..." Celetuk anak perempuan yang terduduk di depan.

Rehaan melotot. Ternyata ada yang mengenal Alena disini?!

"Yang namanya Alena bukan? Anaknya pak Rizal?" Celetuk teman laki-laki yang terduduk di belakang.

Rehaan syok berat karena mereka mengetahui siapa Alena. Padahal posisinya saat ini Alena masih terduduk di bangku Sekolah Menengah Pertama sedangkan dirinya di bangku Sekolah Menengah Atas.

"Anjir! Rehaan sama bocil!" Semuanya tertawa mendengar celetuk temannya lagi.

"Cuman beda dua tahun! Heboh bener! Bukan bocil namanya!" Ketus Rehaan.

"Denger! Kalau dia beda angkatan sama kita, terus lebih kecil dari kita, itu namanya bocil!" Jelas kawan cepu nya.

"Heh! Bukan begitu konsepnya!" Jelas Rehaan.

"Aku berpikirnya seperti itu lah!"
.
.
.
.

Setelah kejadian itu, Rehaan jadi suka menutupi wajahnya ketika hendak menjemput Alena.

Ya, mereka selalu pergi dan pulang bersama, ketika Rehaan pulang lebih awal, itu berarti dirinya harus menunggu Alena begitupun sebaliknya dan untungnya sekolah mereka hanya bersebelahan.

"Cie Rehaan mau jemput bocilnya..." Celetuk temannya yang hendak berjalan pulang, malah menemukan Rehaan yang menunggu di depan gerbang sekolah Alena.

Teman-temannya yang lain tertawa.

Rehaan mendelik. "Nah kan! Pasti mereka akan seperti itu terus."

Tak lama Alena datang.

"Hai kakak..." Sapa Alena ceria.

Melihat senyuman di bibir Alena, langsung membuat moodnya kembali lagi.

"Sini tas nya, biar kakak yang bawa." Rehaan mengambil tas Alena.

"Ah, jangan kak..." Tolak Alena.

"Loh kenapa, biasanya juga kakak yang bawain..." Heran Rehaan.

"Tidak enak kak, masa kakak bawa tas aku mulu? Belum lagi aku yang keenakan, kakak kesusahan!"

Rehaan terkekeh lalu mengacak-acak rambut Alena. "Ah kau ini! Seperti pada siapa saja! Sudahlah, mumpung ada aku disini..."

"Aku bisa sendiri kok kak..." Alena hendak membawa tasnya kembali.

Rehaan menggeleng. "Itu tas doang Alena, udah deh..."

Alena pun mengangguk pasrah dan mereka mulai melangkahkan kakinya untuk pergi ke rumah mereka––ya, mereka hanya berjalan kaki saja. Sebenarnya sekolah nya tidak jauh-jauh namun tidak dekat-dekat juga.

Alena ingin mengeluarkan isi hatinya namun malu.

Rehaan yang melihat gerak-gerik Alena pun langsung paham. "Ada apa?"

INSOLETN HEART [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang