Part 19 -Kemampuan Cinta

28 6 185
                                    

Perjalanan pulang mereka ke kampung halaman justru tak berjalan semulus yang mereka inginkan. Di malam sepi seperti ini, mobil tiba-tiba mogok. Masalahnya adalah mereka masih di tempat sepi, di depan hanya banyak pepohonan dan tak ada orang yang melewati mereka, tetapi untungnya sebelum mogok mereka masih bisa menyempatkan diri untuk berganti pakaian.

"Terus kita harus bagaimana?" tanya Alena mulai resah––mana pikirannya selalu negatif tentang Rehaan. Yah, pria itu sudah bukan bocah kecil lagi tapi sudah menjadi pria dewasa.

"Menginap saja di mobil," sahut Rehaan agak ketus––Jika saja Alena tak keras kepala ingin pulang sekarang maka kejadiannya tak akan seperti ini.

Alena malah terlihat merengek. "Tak mau!"

"Ya sudah diam, jangan banyak mengoceh," timpal Rehaan yang jengah.

"Padahal aku baru berkomentar," ucap gadis itu terheran-heran.

Rehaan mendelik tajam. "Di suruh diam ya diam! Masih saja mengoceh!"

Alena ternganga––ketika Rehaan membalikkan tubuhnya membelakangi gadis itu––Alena menyempatkan waktu dengan meledek Rehaan dengan ekspresi yang dibuat-buat.

"Menye-menye!" kesal gadis itu sambil mengepalkan tangannya sendiri.

Rehaan sendiri terlihat sibuk mencari sinyal; tapi sayang itu sulit sekali hingga pria itu sesekali memaki kekesalan––saking kesalnya pria itu memilih menyimpan ponselnya saja dari pada lama-lama ponselnya di banting, kan sayang juga, mahal.

Pandangan pria itu menatap ke arah selatan dan disana ada sebuah pasar malam; ternyata sedang ada banyak pasar malam, haruskan mereka kesana dulu? Tapi bagaimana jika tutup?

"Ikut aku," ajak Rehaan tanpa aba-aba langsung menarik tangan Alena yang sedang santai-santainya terduduk.

"Eh, mau kemana!"

Setelah sampai di pasar malam; Rehaan sibuk mencari sinyal yang ternyata banyak, hingga pria itu terlihat sumringah sekali sedangkan gadis yang dibawanya malah terlihat sebal.

Pandangan gadis itu beralih pada permainan yang sama; yang di mainkan oleh Dev tadi tapi sayangnya boneka yang diinginkan Alena malah di berikan kepada Kanaya.

Dev bangsat batinnya.

Rehaan sudah selesai dengan ponselnya, ia lantas menoleh pada Alena yang tengah melirik-lirik kearah satu permainan.

"Mau main itu?" tawar Rehaan.

"Iya! Aku ingin boneka yang warna merah itu! Kenapa di berikan pada orang lain?!" balas Alena marah-marah tanpa sengaja, refleks karena sedang membayangkan Dev memberikannya kepada perempuan lain, padahal dia tahu sendiri jika Alena sangat menginginkannya.

Rehaan malah tertawa. "Oh, jadi kau kesal karena Dev memberikan boneka itu pada Kanaya?"

Alena ternganga, dengan seenaknya dia tertawa. "Hei! Aku yang meminta duluan! Bukan dia! Kau tidak tahu ceritanya, jadi diam saja!" geramnya.

Rehaan terdiam beberapa saat. "Jadi awalnya kau yang meminta itu? Tapi Dev malah memberikannya pada Kanaya?"

"Iyalah! Aku di suruh menunggu selama berjam-jam! Ternyata dia bersama perempuan lain!" keluhnya dengan nada ketus.

"Berjam-jam?" Rehaan langsung mengepal-kan tangannya.

"Kakak-mu itu Insoletn!" timpal Alena.

"Lupakan saja lah kejadian tadi, lebih baik kita sekarang pergi ke tempat mainan itu, agar kau bisa mendapatkan boneka merah yang kau inginkan itu, oke?" tawar Rehaan tak ingin ambil pusing––lagipula marah sekarang pun tak ada gunanya, sebab si insoletn nya sendiri tak ada disini.

INSOLETN HEART [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang