🛢 Cantiknya Dirimu 🛢

1.1K 143 4
                                    

Malam ini, setelah pulang dari pekerjaan yang melelahkan, Jaemin berinisiatif mengundang Karina dan Giselle untuk datang ke rumah Jeno. Nonton film.

Karina yang tadinya ingin merebahkan diri sebentar jadi gagal, karena Giselle nampaknya langsung berlari keluar mengekori Jaemin.

Dasar orang-orang itu. Apa mereka sudah pacaran?

Karina mengusak rambutnya kasar, ia mau tak mau berjalan dengan muka kusut ke rumah Jeno. Di ruang tamu, tepatnya di depan tv, tiga orang itu sudah duduk berjajar di sofa. Di meja depan mereka juga sudah ada tumpukan cemilan.

Niat sekali si Jaemin ini.

Tapi di antara tiga orang itu, hanya ada ruang kosong di pojok sofa, tepatnya di samping Jeno yang berbalutkan selimut. Ya sudah lah, lagipula dua manusia pendatang baru ini juga tidak bisa dipisahkan.

Karina dan Jeno duduk bersisian di sofa bagian kiri, sementara Jaemin dan Giselle bersisian di sofa bagian kanan.

Jeno menonton dalam diam, di hatinya ada sebersit rasa iri ketika Jaemin dan Giselle berkali-kali menggenggam tangan mereka secara sembunyi-sembunyi. Huft, dipikir Jeno yang sebesar ini tidak bisa lihat?

Giselle yang ingin makan cemilan saja minta diambilkan oleh Jaemin, membuat selimut yang Jeno pakai rasanya malah mengganggu. Ruangan ini tiba-tiba terasa panas.

Ditengoknya Karina yang sedari tadi terkantuk-kantuk, tidak bisa diajak bicara. Jadilah Jeno kembali menonton film detektif ini dalam diam.

Jarum jam berputar sejak tadi, dan film yang mereka berempat tonton sudah selesai. Niat hati Jeno ingin meminta Jaemin membereskan cemilan di atas meja, malah wakilnya itu beserta Giselle sudah terlelap.

Jeno mengepalkan tangannya, kesal sekali. Tapi apa daya, ia juga terlalu lelah untuk marah-marah.

"Kau tidak tidur?"

Suara Karina mengagetkan Jeno yang mengira hanya dirinya yang terjaga seorang diri. Lelaki itu hanya bisa mengelus-elus dadanya, masih kaget.

Karina meregangkan lengannya, ia mengamati Jeno yang kini menyenderkan kepala di sofa. Karina jelas tahu bahwa kini tatapan Jeno kosong.

"Ada masalah?"

Jeno menggeleng.

"Kau tidak bisa membohongi orang yang seumur hidupnya selalu di sampingmu, Jeno." Karina memiringkan badannya, ikut menyandar di kepala sofa.

"Tidak begitu penting sih, hanya saja aku penasaran sejak kapan Jaemin dan Giselle sudah seakrab ini."

"Hmm? Bukankah mereka sudah pacaran?" Karina menggaruk pipinya yang terasa gatal.

Jeno membalasnya dengan mengendikkan bahu. "Aku sendiri baru tahu setelah mereka ada di sini."

Karina tidak meneruskan pembahasan tentang Jaemin dan Giselle, takut orangnya bangun dan protes karena sudah dibicarakan dari belakang.

Alih-alih tidur karena mengantuk lagi, Karina justru menatapi langit-langit. Ia sedang mencari-cari kira-kira pembicaraan apa yang bisa membuat Jeno dan dirinya terjaga lebih lama malam ini.

"Jen,"

"Hmm?" Jeno ternyata sama-sama sedang menatap langit-langit yang putih polos.

"Bagaimana kabar Minjeong? Kau sudah menengoknya lagi?"

Jeno menutup matanya sebentar, kemudian ia buka lagi. "Aku belum bertemu dengannya lagi sejak hari itu."

"Sejak kau pergi menjemput Ningning?"

Jeno mengangguk.

"Kenapa? Kupikir kau sudah memikirkan solusinya selama ini."

Tidak, sesungguhnya Jeno juga tidak tahu solusi apa yang tepat untuk menghadapi masalah ini. Minjeong yang datang pada dirinya dan ia tidak mengharapkan semua itu.

Jeno justru berharap ia bisa lari saja dari masalah ini, berpura-pura tidak tahu bahwa ia memiliki adik satu ayah yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumahnya.

"Kuharap kau tidak membencinya."

"Aku tidak membencinya, aku hanya tidak suka ternyata Ningning memanfaatkanku untuk membongkar rahasia mereka."

Karina menarik napas pelan, aroma tubuh Jeno yang tercium di hidungnya membuatnya mengantuk. Benar, mungkin karena sudah beberapa kali tidur dengan Jeno, membuatnya merasa nyaman.

Tanpa harus melakukan adegan dewasa seperti saat mabuk pun, kalau bisa berada di sisi Jeno seperti ini saja sudah membuatnya nyaman untuk mengatupkan mata. Bersiap dengan mimpi indah malam ini.

Andai saja Jeno tahu apa yang ia rasakan selama ini, pasti setiap malam yang Karina lewati akan terasa lebih indah. Jeno mungkin akan memeluknya, atau menyanyikan lagu pengantar tidur, seperti yang dilakukan banyak pasangan di luar sana.

"Rin, Rin…" Jeno memanggil-manggil seseorang di sisinya yang ternyata sudah terlelap.

"Ah dasar, baru saja kau mengajakku bicara tapi langsung tidur duluan."

Meski marah-marah tidak jelas, Jeno tetap saja bersedia memberikan selimutnya untuk menutupi tubuh Karina. Ia jelas tidak mau tetangganya ini kedinginan dan flu keesokan paginya.

Jaemin dan Giselle? Siapa yang peduli? Mereka berdua saja sudah tidur saling memeluk satu sama lain. Jeno rasa dua orang itu tidak memerlukan selimut lagi.

Jeno memiringkan tubuhnya menghadap Karina. Ia juga sebenarnya ingin langsung tidur dalam posisi ini, tapi wajah putih bersih Karina menggagalkan kantuknya.

Diulurkan tangannya menyentuh pipi Karina, benar-benar halus. Besok Jeno harus bertanya pada Karina perihal sabun cuci muka apa yang ia pakai, entah kenapa bisa membuat kulit wajah kenyal begini.

Tangan Jeno beralih menyentuh dahi Karina, menyingkirkan helaian poni tipis yang mengenai matanya. Tapi tangannya terhenti pada bulu mata si tetangga yang sangat lentik.

Entahlah, Jeno rasa semua yang ada di diri Karina ini sangatlah sempurna. Mungkin kalau menyebutkan keseluruhannya bisa memakan waktu yang sangat lama.

Kenapa ya Jeno baru tahu kalau Karina ternyata bisa merawat diri sebaik ini? Kenapa Karina bisa sesempurna ini di matanya dan Jeno baru menyadarinya sekarang?

"Rin, kenapa kau bisa secantik ini?"

Jeno mendaratkan sebuah ciuman di dahi Karina sebelum beranjak pergi ke kamarnya sendiri.

Tidak, ia tidak seberani itu untuk tidur berdampingan dengan Karina lagi, takut degup jantungnya tidak bisa terkontrol seperti sebelumnya.

🛢 To be continued 🛢

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N : Ngapa dah mereka wkw

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang