🛋 Tidak Diizinkan 🛋

1K 128 6
                                    

"JAEMIIIIIIIIIN!"

"GISEEEEEEEEELLE!"

Bunyi gedebuk jelas terdengar di kamar Jeno setelah sebuah suara dari arah rumah tetangga menggema hingga masuk ke kamarnya.

Jeno buru-buru berlari keluar setelah jatuh dari ranjang, takut terjadi sesuatu pada Karina. Kalau ada kebakaran di pagi buta ini kan gawat, belum tentu pemadam kebakaran sudah bisa dihubungi.

Sementara itu di tempat kejadian perkara, ada Karina yang tengah menyipitkan matanya, sedang menginterogasi Jaemin dan Giselle lewat tatapan mata.

Tadi sebelum teriakannya menggema, Karina baru saja bangun tidur dan merasa kerongkongannya kering. Ia bangun dan berjalan menuju kulkas yang ada di dapur. Namun saat melewati ruang tamu, Karina melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Jaemin dan Giselle sedang berciuman.

Ruang tamunya jadi ternodai sekarang.

Karina tentu saja sentimentil untuk hal-hal seperti itu, dan tolong ingatkan pada si pasangan baru bahwa ini masih pagi. Demi Tuhan. Apakah mereka tidak punya kesibukan sama sekali?

"Ada apa, Rin?" Jeno mendobrak pintu depan, jantungnya berpacu cepat.

"Temanmu ini berciuman di ruang tamuku." Karina tidak menatap Jeno, masih fokus pada si pasangan baru.

Bukannya merasa bersalah, Jaemin malah tertawa meledek. "Lalu kenapa? Kau iri?"

Giselle menepuk bahu Jaemin, menyuruh pacarnya itu untuk diam saja. Diam-diam dia berpikir bahwa ternyata Jaemin tidak ada bedanya dengan Jeno. Sama-sama jahil dan menyebalkan.

"Hei, sudahlah. Bukan hal besar kok." Ujar Jeno menengahi, napasnya masih tersengal.

"Mana bisa begitu? Aku hanya ingin tahu kenapa mereka sudah ciuman pagi-pagi begini?"

Jaemin kembali tertawa keras. "Ini namanya mengisi energi sebelum berangkat kerja, Rin."

"Mengisi energi apanya? Sarapan saja kalau mau energimu terpenuhi." Karina masih bersungut-sungut.

Baik Jaemin maupun Giselle mengendikkan bahunya, agak tidak setuju dengan protesan Karina. Orang-orang yang berpacaran di kantor saja selalu mencuri-curi waktu untuk berciuman dengan pasangannya.

Mereka bilang itu mengisi energi, badan akan segar lagi kalau sudah berkontak fisik dengan pasangannya.

Yah, semoga saja Jaemin tidak semakin menyesatkan Giselle yang polos ke jalan yang salah. Tapi kalau Giselle tidak keberatan, dia bisa apa?

"Bilang saja kau iri, kan? Sudah sana ciuman saja dengan Jeno supaya impas." Ucap Jaemin tanpa menyadari efek dari kalimat yang ia sampaikan.

Jantung Karina berdetak tidak karuan, dan ia menolak menatap Jeno untuk sementara waktu. Jeno sendiri, ia meneguk ludah berkali-kali, hatinya mendadak berdesir teringat kejadian malam lalu saat mencium dahi Karina.

Ada apa dengan hati mereka sekarang?

"Bagaimana? Mau?" Jaemin masih saja menggoda dua orang di hadapannya.

"Jaemin, sudahlah jangan begitu." Giselle kembali protes.

"Keluar kau, Jaemin. Kembali saja sana ke rumah Jeno!" Karina mendorong Jaemin ke arah pintu, menabrak Jeno yang tidak berpindah dari depan pintu sejak tadi.

"Kau juga pulang!" Karina ganti mendorong Jeno keluar.

"Aku juga? Memangnya aku salah apa?" Protes Jeno yang tidak terima diusir.

Karina berdecak. "Sudah keluar saja, aku harus bicara empat mata dengan Giselle."

🛋🛋🛋

Duduk bersisian di sofa, Karina mengamati Giselle yang berkali-kali tersenyum canggung. Anak ini pasti malu karena ketahuan ciuman dengan Jaemin.

"Hei, jangan canggung di depanku. Aku tidak membencimu kok." Karina mendekatkan jarak duduk mereka.

"Ah, apa aku kelihatan begitu?" Giselle menggaruk tengkuknya, masih canggung.

"Aku sudah menerimamu di rumahku, jadi anggap saja ini rumahmu juga. Kau bebas melakukan apapun yang kau mau, aku tidak akan melarang."

Giselle hanya mengedipkan matanya beberapa kali sembari mencoba mengiyakan kalimat Karina.

"Lalu kenapa kau marah padaku dan Jaemin tadi?" Tanya Giselle hati-hati.

Karina berdecak. "Aku hanya heran saja kenapa kau mau berpacaran dengan manusia kelebihan energi macam Jaemin. Dia masih kekanakkan, emosinya berubah-ubah, dan dia juga aneh."

Giselle tertawa mendengarnya. "Dia orang yang baik kok. Selama di kantor, Jaemin selalu menyapaku. Dia selalu menunggu untuk makan siang bersamaku, dan juga menungguku pulang di depan ruang kerjaku."

Karina melongo mendengarnya. Apakah Jaemin punya waktu seluang itu sebagai wakil pimpinan hotel?

Yah, orang-orang yang jatuh cinta memang akan selalu meluangkan waktunya untuk orang yang dicintai sih. Karina mencoba maklum untuk yang satu ini.

"Apa kau nyaman berkencan dengannya?"

Giselle mengangguk tanpa ragu. "Tentu, dia memperlakukanku dengan sangat baik."

Karina terkekeh geli. "Pantas saat kutawari untuk tinggal di rumah Jeno, dia kelihatan senang sekali."

Giselle jadi malu mendengarnya. Ia tidak tahu kalau Jaemin sebahagia itu bisa berkencan dengannya. Tapi mendengarnya sendiri dari orang lain jelas membuat degup di hatinya kian membuncah.

Tapi karena Giselle juga penasaran akan sesuatu, jadi ia lupakan tentang perasaan senangnya untuk sesaat. "Kalau kau sendiri, tidakkah kau dan Jeno berkencan juga?"

Karina membelalak mendengar kalimat itu, ia pikir selama ini tidak pernah ada yang curiga tentang kedekatannya dengan Jeno.

"Apa maksudmu? Aku dan Jeno?" Karina menggeleng, wajahnya tanpa sadar memerah.

Giselle meledakkan tawa melihat gelagat Karina yang nampak menutupi sesuatu. "Hei, kami bisa melihatnya dengan jelas."

"Apanya?"

"Kalian bukan hanya sekedar sahabat, bukan?"

Karina menggaruk hidungnya. "Kami masih sahabat kok, sumpah."

"Iya, tapi saling menyukai. Kenapa tidak diungkapkan saja?"

Karina mengendikkan bahu. "Mana mungkin? Jeno saja tidak pernah menganggapku lebih dari sahabat.

Giselle menepuk pundak Karina, menguatkan si pemilik rumah agar tidak terlalu sedih. Mungkin nanti ia akan membantu kedekatan sepasang tetangga ini.

🛋 To be continued 🛋

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N : Lama juga ya kaga tamat tamat ಥ_ಥ

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang