Jeno merasakan ada sebuah lubang besar di hatinya. Dia tidak bisa menamakan apa itu, tapi perasaannya yang sudah terluka jelas tidak akan mudah untuk disembuhkan.
"Pak manajer, Anda ada jadwal rapat jam satu nanti." Giselle mengingatkan Jeno yang sedari tadi melamun.
Padahal harusnya si pimpinan hotel ini membaca materi untuk dirapatkan dengan para kepala divisi hotel, tapi kerjaannya dari tadi hanya menghela napas saja.
"Biarkan Jaemin saja yang memimpin, aku sedang tidak ingin keluar."
Melihat raut sendu itu lagi, Giselle makin tak enak hati pada bosnya yang sepertinya selalu nampak kesepian di setiap kali mereka bertemu. Tapi kali ini jauh lebih parah.
"Anda sedang ada masalah, pak?"
Jeno mengangguk, kemudian menarik napas berat lagi.
"Maaf kalau saya agak lancang, tapi apakah ini tentang teman Anda lagi? Apakah saya sudah harus pindah sekarang?"
Jeno melirik sekilas pada Giselle dan menggeleng sebagai jawaban. Ia tersenyum singkat, lalu menopangkan dagunya. Ditatapnya Giselle dengan intens.
"Menurutmu, apa yang akan kau lakukan jika ada orang asing yang usianya sepantaran denganmu, lalu datang ke hidupmu dan mengaku sebagai anggota keluarga?"
Giselle berkedip beberapa kali. "Mengaku sebagai anggota keluarga? Apa dia orang jahat yang ingin meminta uang?"
Jeno memejamkan matanya sesaat. Ia sendiri tidak tahu apakah Minjeong punya motif tersembunyi di balik pengakuannya yang mengejutkan. Jeno masih kesulitan menerimanya sampai detik ini.
"Aku pun tidak tahu, tapi dia sudah menceritakan segalanya padaku. Tentang hidupnya, tentang ibunya yang dulu pacaran dengan ayahku, dan pengkhianatan satu sama lain."
Giselle menutup mulut, terlalu terkejut atas cerita yang ia dengar. Ini seperti satu dari sekian banyak bagian cerita yang ia baca di novel atau pun yang ia tonton di televisi.
Bedanya, ia mendengar kisah ini sendiri dari atasannya.
"Maaf, tapi orang tua Anda juga sudah tidak ada?"
"Ya, tapi apa maksudmu dengan 'juga'?"
"Beberapa saat yang lalu Anda pernah bilang kalau orang tua teman Anda sudah tidak ada. Apa Anda lupa?"
Ya, kenyataannya Jeno memang pelupa. Aslinya mungkin tidak, terlebih karena ia masih sangat muda. Alkohol yang membuatnya seperti ini, mungkin nanti Jeno harus benar-benar berhenti dari minuman jahanam itu.
"Benar kah? Maaf aku lupa."
Giselle hanya mengangguk paham.
"Benar, kami memang sama-sama yatim piatu. Sudah lama sekali rasanya tidak merasakan kasih sayang orang tua, tapi perlahan aku sudah bisa merelakan mereka."
Jeno menghela napas berat lagi, seberat beban yang ia pikul di pundaknya. "Mereka sudah tidak ada, lalu kenapa mempermasalahkan hal yang sudah berlalu seperti ini?"
"Memang benar, pak. Orang tua Anda sudah tidak ada. Bagi Anda mungkin segalanya yang menyangkut mereka hanyalah masa lalu, tapi orang yang mengaku sebagai anggota keluarga itu adalah hal baru yang harus dihadapi." Giselle mengeluarkan isi pikirannya.
"Apapun yang terjadi, saya yakin Anda bisa mengambil keputusan yang bijak."
Jeno mengedipkan matanya pelan, agak pusing dan tidak mengerti. "Aku tidak tahu keputusan bijak seperti apa yang bisa diambil oleh orang sepertiku."
"Anda berhak tidak menerimanya sebagai anggota keluarga, tapi jangan menyakitinya. Dengan datangnya dia dan mengakui sesuatu adalah bukti bahwa selama ini dia terluka, jadi mengakuinya pada Anda adalah caranya untuk mengurangi rasa sakit itu."
Jeno diam mendengarkan.
"Menurut saya, lebih baik untuk tidak menyakitinya. Terkadang diam saja sudah cukup untuk menyelesaikan masalah."
Tapi Jeno juga tersakiti di sini, dan Giselle tidak tahu keseluruhan masalahnya. Si pimpinan hotel itu hanya bisa mengangguk, seolah ia bisa memahami nasihat yang bawahannya itu sampaikan.
Tidak, Jeno tidak lantas benci pada Giselle dan segala responnya tadi. Lagipula, membicarakan masalah pada orang yang baru dikenal adalah keinginannya sendiri. Ia ingin didengarkan.
Beda lagi urusannya kalau menceritakan hal ini pada Jaemin, lelaki itu pasti hanya akan menanggapinya dengan kekerasan. Bisa-bisa rumah Minjeong habis terbakar kalau Jaemin sampai tahu.
Meskipun dikenal ceria, nyatanya Jaemin adalah orang yang emosian. Hanya di depan orang-orang terdekat ia bisa menunjukkannya.
💤💤💤
"Ugh Jeno,"
"Sayang," Ucap Jeno, menatap tepat di mata seseorang di bawahnya.
"Ap-apa?"
"Panggil aku sayang, kau kan milikku malam ini." Jeno mengelus pipi pualam yang menunjukkan semburat merah itu.
Seseorang di bawahnya mengangguk pasrah.
"Cepat lakukan, sayang."
Sekali lagi Jeno mengelusnya, dan bibirnya menekan bibir gadis di bawahnya. Mereka saling memagut untuk beberapa saat, mengalirkan sengatan listrik yang akan semakin memicu nafsu keduanya untuk naik.
Mereka akan segera berada di atas awan sebentar lagi.
"Kau sudah tidak sabar, ya? Baik lah, haruskah kita langsung saja? Atau mau main-main dulu?"
Gadis di bawahnya mengalungkan kedua lengannya di leher Jeno, memaksa mencium si laki-laki agar bersedia mempercepat kegiatan panas mereka.
Dia tidak suka bertele-tele.
💤💤💤
Jeno menggelengkan kepalanya beberapa kali, berusaha sebisa mungkin mengingat apa yang sudah ia lakukan semalam.
Dahinya dipenuhi keringat, khawatir tentang berapa jumlah botol yang sudah ia tenggak hingga berakhir meniduri seseorang lagi.
Apa yang ia ingat barusan hanyalah sebagian kegiatan panasnya bersama seorang gadis yang entah siapa itu di atas ranjang. Namun, untuk hal lain seperti bagaimana mereka akhirnya bisa sampai di rumah, atau dimana mereka melakukannya, Jeno tidak ingat.
Sekarang ia ada di atas ranjangnya sendiri, yang mana membuatnya semakin kaget karena tidak ada jejak apapun di spreinya. Tidak ada sama sekali, sama seperti terakhir kali.
Bagaimana ia berakhir di ranjangnya sendiri kalau semalaman saja ia tidak tahu arah jalan pulang?
Oh, atau gadis itu meminta supir taksi untuk membopongnya ke sini?
Mungkin.
Jeno akan meyakininya saja, daripada tidak menemukan jawaban lain.
💤 To be continued 💤
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N : Sekarang aja deh updatenya, bcs aku lagi gaboet ._.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅
Fanfiction[Complete] Jeno yang selalu mabuk-mabukan dan melupakan segalanya dalam semalam. Jeno butuh petunjuk atas apa yang terjadi, tapi Karina tidak mau memberitahunya. Jenrina fanfiction #1 - Jenokarina [23 Mei 2022] #1 - Jenrina [7 September 2023] (Hanya...