🐟 Pagi Ini 🐟

1K 145 0
                                    

Dering telepon begitu mengganggu si gadis yang tadinya masih ingin tertidur lelap. Tapi karena benda itu berbunyi terus, maka ia dengan sangat terpaksa bangun dan mencarinya.

Oh, di dalam tas rupanya.

"Halo?" Ia menempelkan ponsel itu tanpa melihat siapa yang menelepon di pagi-pagi begini.

"Ningning, kau dimana semalam, hah?! Cepat pulang sebelum kubakar rumah laki-laki yang tidur denganmu!"

Ningning menggaruk kepalanya yang gatal. "Kenapa sih? Masih pagi saja sudah ribut. Aku tidak tidur di rumah laki-laki manapun! Aku di-"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Ningning bangun dari acara tidur-tiduran malasnya. Dimana ini? Kenapa ia bisa berada di kamar yang belum pernah ia lihat sebelumnya?

Baik lah, ini agak menakutkan.

"Ningning! Ningning! Kau dimana?"

Oh astaga, tadi malam ia menerima tawaran Jeno untuk mampir ke rumahnya.

Jadi, ini pasti kamar Jeno.

"Baik lah, aku akan segera pulang. Kututup dulu teleponnya."

Ketika tasnya sudah ia raih, Ningning berjalan keluar kamar. Ia tadi sempat mendengar ada yang sedang adu mulut di luar ruangan ini, jadi mungkin Jeno ada di sana.

"Sudah kubilang, orang tuamu pasti sedih melihatmu seperti ini."

"Astaga. Iya, Rin. Maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Apa dia orang yang sama dengan yang kau tiduri dua kali sebelum ini?"

Jeno menggeleng. "Entahlah, aku pun tidak tahu. Aku baru akan menanyainya setelah dia bangun."

Lelah melihat dua orang di ruang makan terus-menerus berselisih paham, akhirnya Ningning memutuskan untuk mendekat dan angkat suara.

"Maaf, tapi aku baru kali ini masuk ke rumah Jeno."

Dua orang yang sedang ribut menoleh serentak.

"Oh, Ningning. Kau sudah bangun?" Jeno menebar senyum padanya.

"Ya, temanku menelepon tadi, memintaku pulang."

"Oh, baik lah. Aku akan mengantarmu." Jeno menyingkir dari hadapan Ningning dan Karina, ia mau mengambil kunci mobil di kamar.

Sementara itu, tersisa lah Karina dan Ningning yang canggung. Mereka tidak tahu harus bicara apa karena memang tidak saling kenal.

"Eum, yang kukatakan pada Jeno tadi, aku minta maaf. Jangan dimasukkan ke hati."

"I-iya, tapi aku sungguh-sungguh baru pertama kali masuk ke sini. Jadi kau juga jangan salah paham."

"Iya, santai saja. Jeno memang hobi mabuk, dan dia sering lupa perempuan mana yang ia bawa pulang."

"Ah, benarkah? Aku baru tahu kalau dia punya masalah minum seperti itu."

Karina mengangguk. "Ya, menyebalkan memang. Dia punya masalah yang membuatnya jadi sering minum dan melupakan apa yang sudah ia lakukan selama mabuk."

Ningning hanya mengangguk paham.

Karina meneliti Ningning dari atas ke bawah dan ke atas lagi. Perempuan ini berpakaian begitu minim dan ketat. Karina sendiri saja masih dalam batas normal kalau memakai pakaian kerja. Kemeja panjang dan rok selutut.

"Kau sudah bekerja?"

Ningning menggeleng cepat. "Belum, aku masih kuliah. Ini tahun terakhirku."

"Ningning, ayo kuantarkan kau pulang." Jeno muncul lagi di ruang makan, mengajak perempuan itu untuk segera pergi.

"Baik lah, aku permisi pulang dulu."

"Ya, hati-hati." Karina tersenyum sebelum kembali menyantap sarapannya.

Tak lama ia membanting sendoknya sendiri ke lantai.

🐟🐟🐟

"Dia kakakmu?" Ningning mengencangkan sabuk pengamannya begitu masuk ke mobil Jeno.

"Bukan, dia tetanggaku. Kami seumuran."

"Oh, memangnya berapa umurmu?"

"Dua puluh tiga, dan kau?"

"Aku dua puluh dua, wah ternyata kita tidak berselisih jauh. Tapi kau sudah jadi bos, hebat sekali."

Jeno jadi terkekeh bersama Ningning. Ini kali pertama ada orang yang memujinya karena sudah jadi pimpinan hotel di usia yang masih muda.

"Terima kasih, tapi hotel itu punya ayahku. Aku hanya melanjutkan pekerjaannya saja."

"Oww, kau orang kaya rupanya." Ningning menggumam penuh kekaguman, dan itu membuat Jeno makin merasa terbang.

"Ah iya, dimana rumahmu?"

"Aku tinggal di dekat bar, jadi kalau nanti sudah sampai bar, lurus saja lalu belok kiri di pertigaan."

"Oke."

Mereka belum begitu kenal, dan kekosongan masih ada ketika mereka kehabisan bahan pembicaraan. Seperti saat ini.

Ningning sendiri lebih memilih memainkan ponselnya, mengirimi pesan pada teman satu kontrakannya bahwa ia sebentar lagi sampai.

"Di sini?"

"Bukan, rumah yang bercat pink di depan."

Mobil Jeno melaju pelan di komplek perumahan dekat bar ini, mencari rumah yang dituju si perempuan.

"Yang ini?" Jeno menolehkan wajahnya ke rumah besar bercat pink di keseluruhan temboknya.

Di depan rumah ada banyak pot bunga yang membuat suasana rumah ini makin cantik.

"Iya, ini kontrakanku. Aku tinggal bersama temanku. Kau mau masuk?"

Jeno menggeleng, bilang ia harus segera bersiap berangkat kerja. Tapi entah kenapa pagi ini Ningning nampak memaksa, jadi Jeno dengan setengah hati mengekori Ningning yang tadi sempat menggamit lengannya.

"Minjeong, aku pulang."

"Ya, sebentar."

Tak butuh waktu lama bagi dua orang di depan pintu untuk mendapati seorang perempuan berrambut sebahu keluar dari dalam rumah.

Entah Jeno berhalusinasi atau tidak, tapi dia sempat menangkap gurat keterkejutan dari wajah si perempuan yang baru ia lihat pertama kali ini.

"Oh, hai?" Sapa perempuan itu setelah meredakan rasa terkejutnya.

"Ya, halo." Jeno menunduk singkat.

"Jeno, kenalkan. Ini temanku, namanya Lee Minj-"

Perempuan asing itu melotot pada Ningning.

"Ah, bukan. Dia Kim Minjeong. Teman kuliahku. Sebenarnya kami sudah satu sekolah sejak sma."

🐟 To be continued 🐟

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N : Di sini aku pake nama asli Winter biar masuk sama ceritanya ya

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang