🐠 Menjelang Tidur 🐠

1.3K 150 8
                                    

"Yah, Karina, jangan tidur dulu."

"Apa sih, Jen? Pulang sana."

"Tidak mau."

"Kau tinggalkan Jaemin sendirian? Bukannya dia penakut?"

"Biarkan saja, aku lebih suka tidur denganmu."

Jeno menyibakkan selimut Karina yang menutupi kepala, dan ia langsung menyerang tubuh seseorang yang memunggunginya itu dengan sebuah pelukan.

"Astaga Jeno, panas." Karina berontak dalam pelukan Jeno.

Karina jujur kok kali ini, tubuh Jeno memang seolah menghantarkan panas, membuatnya tidak bisa tidur. Apalagi pelukan si tetangga ini kelewat erat, bahkan sampai membuatnya sesak napas.

"Panas ya? Mau yang lebih panas?" Jeno mengguncangkan tubuh Karina.

Ia dengan iseng menggigiti bahu seseorang di depannya yang justru tertawa kegelian, tidak berontak lagi. Alunan tawa Karina yang indah memenuhi telinga, membawa kesejukan tersendiri di hatinya.

"Jangan macam-macam ya kau. Sudah tahu aku sedang hamil."

"Habisnya aku baru sadar sekarang, Rin. Aku pun ingin tahu seberapa menyenangkannya berduaan denganmu."

Jeno ingin mendengar tawa Karina setiap hari, alunan suaranya setiap saat, dan juga kontak fisik seperti ini. Jeno sungguh tidak ingin melepaskan Karina mulai sekarang sampai selamanya.

Berita baiknya, tadi pagi ia dan Karina pergi ke dokter kandungan, dan dokter bilang Karina punya janin berusia 3 minggu dalam kandungannya.

Jeno semakin yakin untuk tidak pergi ke lain hati. Karina adalah sosok yang tidak pernah ia tahu akan sangat ia butuhkan di hidupnya.

"Hentikan, Jeno. Aku jadi tidak bisa tidur." Karina tertawa lagi setelahnya, membuat Jeno yang gemas langsung mengecup puncak kepalanya.

"Rin, apa orang tua kita melihat semua ini? Apa mereka bahagia melihat kita?"

Karina akhirnya tidak berontak lagi, ia mulai menyamankan diri diantara lengan Jeno. "Mana kutahu."

"Kau bilang terakhir kali mereka mengutukku saat aku sedang minum."

Karina terkekeh kegelian, betapa lucunya Jeno yang masih saja mengingat bualannya itu.

"Kenapa tertawa? Aku bicara serius tahu."

"Kenapa harus dibawa serius?" Balas Karina tak mau kalah.

"Karena kalau sekarang mereka bahagia melihat kita, aku ingin menikahimu secepatnya."

Karina tidak lagi terkekeh sekarang, sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. Ia malu sampai rasanya tidak berani membalik badan sama sekali.

"Kenapa diam? Kau tidak setuju?"

"Tentu saja kau harus menikahiku, kau kan sudah berbuat dosa padaku."

Jeno mengangkat sebelah alisnya. "Berbuat dosa? Enak saja, kita melakukannya bersama tahu."

"Kau yang mabuk, bodoh. Ini semua salahmu." Karina tersulut emosi.

"Baiklah, baiklah. Jangan marah ya sayang, dokter kan bilang kau tidak boleh marah-marah." Jeno memeluk Karina sambil tertawa-tawa jenaka.

Jeno masih ingat bagaimana ia berjuang melawan desir di hatinya yang begitu mengganggu, dan juga para perempuan lain yang ia jadikan pelampiasan atas betapa menakutkannya perasaan yang ia simpan untuk Karina. Itu semua penuh perjuangan, dan ia tidak mau kembali ke masa-masa itu lagi.

Jeno yakin segalanya pasti baik-baik saja. Cukup dengan Karina saja, debaran di hatinya sudah lebih dari letupan kembang api. Ia pikir hatinya sudah terbang ke langit saking bahagianya bisa jujur pada perasaannya sendiri. Perasaan yang menuntunnya ke arah rumah tetangganya sendiri.

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang