📬 Hati yang Damai 📬

952 109 0
                                    

Baru saja Jeno menggandeng tangan Karina untuk ia ajak masuk ke rumahnya, tapi Karina sendiri justru hanya diam di tempat.

"Ayo, ikut aku,"

Karina menggeleng. "Tidak mau. Kau dan Minjeong harus bicara tentang orang tua kalian. Aku tidak mau ikut campur."

Kembali Jeno mengeratkan genggamannya. "Orang tuaku adalah orang tuamu, dan orang tuamu sudah pasti orang tuaku juga."

Dengan berakhirnya kalimat Jeno yang mampu membuat jiwa dan raga Karina melayang, mereka berdua berjalan beriringan untuk menemui Minjeong dan Ningning yang sedang mengetuk pintu rumah.

"Permisi, apa ada orang di rumah?" Minjeong masih sibuk mengetuk pintu.

"Hei, kami di sini." Jeno tersenyum lebar hingga matanya menyipit, ia menarik Karina agar tidak beranjak dari sisinya.

Minjeong terperangah melihat kakaknya dan seorang perempuan yang baru kali ini ia lihat sedang bergandengan tangan.

Ningning memang pernah bercerita kalau Jeno punya tetangga yang super dekat, tapi tidak tahu tentang hubungan mereka yang sebenarnya.

"Ah, kak Jeno, maaf mengganggumu." Minjeong masih belum berhenti memperhatikan tautan tangan dua orang di hadapannya.

Pasti perempuan ini sangat berharga bagi kakaknya.

"Tidak apa. Ayo masuk." Lagi-lagi Jeno membuka pintu masih dalam genggaman tangan Karina.

Saat duduk pun, tangan mereka tidak terlepas. Entah si tetangga ini melakukannya untuk dipamerkan kepada Ningning atau murni karena meminta kekuatan dari Karina. Karena Jeno sendiri sempat bilang hatinya bisa kapan saja runtuh kalau-kalau Minjeong datang dan membicarakan ayahnya lagi.

Maka dari itu, Karina tidak punya keinginan untuk melepaskannya. Semoga Jeno benar-benar sudah siap untuk melepaskan satu beban lain di hatinya hari ini.

"Mau kubuatkan teh?" Jeno menawarkan.

Baik Minjeong maupun Ningning menggeleng.

"Aku akan bicara dengan cepat saja, karena aku yakin kak Jeno tidak nyaman membicarakan ini terus menerus denganku."

Jeno mengangguk paham. Ia tersenyum di hadapan dua perempuan ini, berpura-pura melupakan rasa sakit yang sudah berlalu namun teramat sangat membekas kala itu.

"Baik lah, apa yang ingin kau katakan?"

Belum sempat Minjeong bicara, Ningning sudah menginterupsi lebih dahulu. "Eumm, sebelum itu... aku ingin minta maaf padamu, Jeno. Soal masalah yang sudah kuperbuat saat itu, aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakiti siapapun."

"Tidak apa." Jeno tersenyum.

Karina tidak tahu kalau hati Jeno ternyata bisa sedamai itu. Dia bahkan berubah jadi pemaaf. Si pemarah yang sempat merusak barang-barang di rumahnya sendiri termasuk vas, remote tv dan bahkan ponselnya sendiri setelah patah hati dari Ningning ini mau tersenyum dan berkata tidak apa-apa.

Jeno saat itu berteriak frustasi karena berpikir tidak ada yang mencintainya sama sekali.

"Aku sungguh minta maaf." Ningning mengulangi perkataannya.

"Aku sungguh tidak apa-apa, Ningning. Semua yang sudah berlalu jadikan pelajaran saja. Lagipula sekarang aku sudah bahagia." Jeno menoleh ke samping, tepat di mata Karina.

Karina sendiri balas menatap Jeno sembari tersenyum.

"Baik lah, sekarang giliran Minjeong. Kau mau mengatakan apa?"

Minjeong tersentak saat Jeno memanggil namanya. Ini kali pertama ia mendengarnya.

"Kak Jeno,"

"Ya?"

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang