🐳 Suasana di Kantor 🐳

1.3K 172 1
                                    

Jeno meregangkan lengannya, berharap ototnya yang kaku setelah duduk-duduk saja di dalam ruangannya segera pulih kembali. Tadi sekretaris yang diceritakan Jaemin sudah menghadapnya. Jeno langsung saja memberinya tugas macam-macam sebagai masa orientasi.

"Giselle," Panggilnya pada si sekretaris baru yang sedang menyusun agenda rapat beserta materinya.

"Ya, pak manajer?"

"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

Giselle mengangguk.

"Apakah kau dekat dengan Jaemin?"

Giselle mengerutkan dahi tidak mengerti. "Tidak, pak. Memangnya kenapa?"

Jeno melemparkan punggungnya ke sandaran kursi. "Tidak, hanya saja kukira Jaemin sengaja menerimamu bekerja di sini."

Mendengar hal aneh itu, Giselle hanya tersenyum sambil menggeleng.

Tapi rupanya Jeno belum lelah menjadi seseorang yang menyebalkan. "Kukira kau punya semacam hubungan timbal balik dengannya."

"Hubungan timbal balik? Maksud Anda saya menggunakan pak wakil manajer agar lolos seleksi di sini? Saya tidak mengenal dia sebelumnya, pak."

Jeno mengangguk beberapa kali, puas dengan jawaban sekretaris barunya.

"Bagus, bagus. Aku memang suka orang yang lolos karena usahanya sendiri. Ngomong-ngomong, kau tinggal dimana?" Kali ini Jeno menopangkan dagu, menaruh seluruh fokusnya pada si karyawan baru.

Giselle yang melihat hanya bisa berkedip bingung. Andai saja dia langsung bawa flashdisk tadi, dia tidak akan perlu tertahan lama di ruangan bos tak sopan ini.

Apa-apaan katanya tadi? Lolos karena dibantu?

Hah, dia tidak tahu saja sudah berapa kali Giselle melamar di hotel ini sejak masa-masa magang kampus tapi ditolak. Beberapa kali dia merasa sedih dan hampir putus asa.

Tapi di tahun ini mungkin keberuntungan berpihak padanya, jadi dia masih diberi kesempatan untuk bekerja sebagai sekretaris. Posisi yang ia impikan sejak masih kuliah di jurusan sastra dulu.

"Saya tinggal di dekat sini, pak."

"Dekat sini? Sendiri? Kulihat dari berkasmu, kau berasal dari Jepang.Tokyo, kan?"

Giselle menahan senyumnya agar tidak luntur meski sebenarnya sudah agak jengkel. "Benar, pak. Tapi saya berkuliah di Daegu dan baru pindah ke Seoul satu tahun belakangan. Saya sudah punya satu tahun lebih pengalaman kerja. Jarang sekali saya pulang ke Tokyo."

"Lalu, kau tinggal sendiri?"

Giselle mengangguk. Cukup sudah, bos tak sopan yang menanyakan terlalu banyak informasi pribadi ini harus segera dijauhkan dari hadapannya.

"Pak, sepertinya saya harus kelua-"

"Temanku tinggal sendiri, dia kesepian karena orang tuanya sudah tidak ada. Kurasa akan lebih baik kalau dia punya teman. Bukankah begitu?"

Giselle yang sudah setengah berdiri terpaksa duduk kembali, mendengarkan cerita pimpinannya yang matanya mulai sendu.

"Saya turut berduka untuk orang tua teman pak manajer."

Jeno mengangguk, mengiyakan. "Kami bertetangga, tapi aku tidak bisa menemaninya tiap hari karena sibuk sekali."

"Ah, kalian bertetangga? Sejak kecil?"

Lagi-lagi Jeno mengangguk. "Aku sudah mengenalnya sejak kecil, kami selalu satu sekolah. Tapi begitu masuk dunia kerja, dia tidak mau bekerja di sini."

Giselle terkekeh. "Mungkinkah dia tidak mau menjadi bawahan Anda?"

"Ya, dia memang perempuan yang seperti itu. Entah gengsinya yang tinggi sekali atau malah dia sudah bosan melihatku tiap hari." Jeno ikut terkekeh.

"Padahal pekerjaannya sekarang pun jadi sekretaris juga di firma hukum. Lalu apa bedanya coba? Tinggal buat lamaran saja di sini, sudah pasti aku akan menerimanya."

Suasana tiba-tiba hening, mungkin karena Giselle yang menyadari suatu hal ganjil namun bosnya tidak sadar sama sekali. Orangnya saja sedang membersihkan kuku tangannya dari debu.

"Kalau tidak salah pak manajer tadi bilang lebih suka yang pakai usaha sendiri, jadi saya rasa teman pak manajer itu juga punya pemikiran yang sama. Makanya dia menolak bekerja di sini karena tidak mau bergantung pada pak manajer."

Jeno yang mendengar ucapan Giselle jadi tertohok. Kenapa dia tidak kepikiran hal ini sejak dulu? Ia kira Karina hanya sekedar bosan padanya.

Tapi Jeno tidak mau terdengar lemah di depan bawahannya, jadi ia melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda. "Kalau kau sendiri, mau tidak jadi temannya?"

"Hah? Teman?"

"Iya, menemani dia di rumah agar dia tidak kesepian."

"Kenapa harus saya, pak? Saya hanya orang baru di sini. Apa pak manajer tidak khawatir saya mungkin akan mencuri barang-barang di rumah teman pak manajer itu?"

Jeno kini terkekeh lebih lebar, bahkan ia memegangi perut saking lucunya kalimat yang baru saja ia dengar.

"Dengan kau bicara seperti itu, aku justru yakin kau tidak mungkin mencuri."

🐳🐳🐳

"Apa-apaan tadi itu? Apa kau sadar apa yang sudah kau katakan?" Jaemin membuang asal cup kopi yang sudah habis isinya.

Kini dirinya ada di ruangan Jeno, memarahi atasannya itu yang sedang menatap pemandangan kota lewat jendela. Jaemin dengar sendiri dari Giselle tentang pembicaraan yang aneh itu tadi. Ingin rasanya Jaemin menggetok kepala Jeno dengan batu. Atasannya itu butuh disadarkan setidaknya lebih dari 5 kali dalam sehari agar penataan kalimatnya diperbaiki.

"Memangnya apa yang sudah kulakukan?"

"Kau bicara seperti itu pada Giselle, padahal dia karyawan baru. Apa kau tidak berpikir akan menyakiti perasaannya?"

Jeno mengendikkan bahu tak acuh. "Aku hanya berusaha untuk jujur tentang apa yang kupikirkan. Kenapa harus dipermasalahkan?"

"Kau mau tahu kenapa? Kalau kau menyakitinya yang baru saja kau kenal, ada kemungkinan dia akan segera resign dari kantor ini dan menyebarkan rumor buruk tentangmu." Jaemin berdecak kesal.

"Aku sudah terkena rumor buruk sejak orang tuaku meninggal."

"Tapi dia juga berkemungkinan membocorkan sikap burukmu ini, dan nantinya pemasukan hotel jadi berkurang karena ulahmu sendiri."

Jeno hanya merespon kalimat yang terlontar dari mulut Jaemin dengan mengibaskan jari telunjuknya beberapa kali.

"Itu tidak akan terjadi."

Senyum kemenangannya kentara sekali. Dia tidak akan pernah kalah bicara dari Jaemin.

"Bagaimana bisa kau yakin sekali?"

"Aku memfasilitasinya rumah."

Jaemin melotot kaget. "Kau menyogoknya?"

"Tidak. Aku menyuruhnya untuk tinggal bersama Karina, dan dia bersedia."

🐳 To be continued 🐳

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N : maksa bet no ._.

Redup • Lee Jeno x Yoo Karina ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang