***
Hari minggu yang berbeda. Lana baru saja bangun, semalam Pras melakukan sepuas yang Pras mau, membuat aroma percintaan di kamar ini begitu kental. Tubuhnya remuk, miliknya sedikit perih karena banyaknya gesekan di sela basah. Meski begitu Lana sangat senang dan juga puas. Menoleh ke Pras, kehausan semalam membuatnya lega, tak ada wanita lain di kota yang membuat Pras-nya berbeda, perlakukan sama itu menenangkan hati. Tersenyum, Lana mengusap lengan telanjang tak tertutup selimut, setelah puas dengan semua kelegaan, Lana turun dari ranjang dengan tubuh polos, ke kamar mandi, dia akan memasak makanan spesial untuk Pras.
Baru saja ke luar dari kamar mandi, Pras sudah tersenyum di depannya dengan celana pendek, "Mandi, Mas Pras. Aku punya ayam di kulkas, nanti diopor, yo?"
Pras terkekeh, mendekat ke Lana, memagut bibir itu sebentar, "Rasa pasta gigi. Hahahaha." Hadiah cubitan di pinggangnya membuatnya sangat bahagia. "Masaknya cepat, aku mau ngajak kamu ke pasar." Pras berlalu ke kamar mandi.
"Beli apa, to? Di rumah banyak makanan, ada tempe, ikan tongkol, aku belanja kamis kemarin, masih cukup."
Pras yang belum menutup pintu kamar mandi, kembali melongok ke luar, "Lah! Siapa yang ngajak belanja? Aku mau ngajak kamu jajan nanti. Sudah cepat masak, aku siap kamu harus selesai." Menutup pintu, suara Lana tak terlalu jelas, meski begitu Pras yakin hanya omelan tak jelas saja yang keluar dari bibir manis itu.
Pras baru masuk kamar, seprei sudah diganti, celana dan kaos, terlipat rapi di ranjang, ada celana dalam juga di atasnya. Senyumnya semakin lebar, Lana sangat sempurna sebagai teman hidup, entah apa yang membuat mamaknya tak suka dengan wanita secantik dan serajin Lana. Setelah bersisir dan memakai parfum walau hanya sedikit, Pras ke dapur, Lana masih sibuk di depan kompor, ada kopi di meja, Pras duduk, menyentuh kopi yang panasnya masih cukup, menyeruputnya, "Masih lama?" tanyanya yang tahu matahari sebentar lagi akan tinggi.
"Endak, tunggu tempenya matang. Ah! Ini sudah." Lana mengambil serok dan mengangkatnya, mencuci tangan, ikut duduk di depan Pras. Menunggu kejutan apa lagi yang akan dia dapat.
Pras tersenyum, "Kompornya sudah mati?" Lana yang mengangguk, Pras pun berdiri, mengulurkan tangannya ke Lana. Mengajak Lana ke tepi jalan untuk menunggu angkot, menyapa mbok Sri dan juga mamak Yuda, dua orang yang sangat baik dan berjasa selama dia baru saja mengajak Lana menetap di desa ini. "Ayo, Lana!" serunya saat angkot berhenti di depannya, mempersilakan Lana untuk naik lebih dulu.
Lana tersenyum sesampainya di pasar. Tak membeli apa-apa memang, baru saja turun, Pras langsung mengajaknya masuk ke warung nasi Rames, Lana memang ingin sekali makan masakan di sini, tidak menyangka kalau Pras mengingat keinginan konyol itu.
"Rames, bali telur, sama rempeyek udang yang besar di tengahnya. Aku makan ini di kota, aku ingat kamu, mangkanya tadi aku endak mau kamu ajak sarapan. Ayo makan!" Pras menyendok nasi yang ditambah dengan ayam berbumbu merah di piringnya, menyodorkan ke mulut Lana, "Hak!" dulu saat dia masih bekerja menjadi kuli bangunan pernah bercanda tentang nasi ini bersama Lana, sangat ingat hingga tak akan pernah dia lupa, selama dia punya uang Pras akan mengajak Lana makan makanan ini.
Lana membuka mulutnya, rasanya sesuai dengan apa yang dia pikirkan, lezat. Dia pun mengambil sendoknya sendiri, "Aku ... makan sendiri, Mas Pras. Malu." ucapnya pelan. Banyak pembeli di warung ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomancePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...