Lana memegangi pipi. Panas yang terasa tak sepanas yang ada di hati. Tamparan itu tak ada apa-apanya dibandingkan dengan sakit di dada. Dia tersenyum dan menoleh ke Pras, "Ini adalah pertama kalinya Mas menamparku. Aku kecewa padamu, Mas." Lana ke luar dari kamar dan memilih tidur di depan TV.
Pras yang menyadari kesalahannya, tak berniat menyusul atau bahkan minta maaf, sekeras apa dia membela diri, tak akan mampu merayu wanita saat marah begitu.
***
Pras bangun seperti biasa dan seperti biasa pula, Lana menyiapkan sarapan dan kopi yang dibiarkan tetap di meja makan, ternyata Lana tak mengantar kopi itu ke kamar. Selesai makan bersama dengan suasana yang lebih dingin dari pada puncak gunung, Pras pun bersuara, "Sudah siap? Ayo kuantar."
"Tidak usah. Aku libur hari ini." Lana berdiri dan mengambil piring Pras untuk dicuci.
Tak menjawab lagi, Pras berangkat begitu saja, biar hari ini tak salaman dulu, keburu siang, nanti sore saja dia merayu Lana sepulang kerja.
Mendengar motor Pras berangkat, Lana bersiap berangkat juga, dia hanya tak mau diantar. Sesampainya di rumah Hendrik, semua pekerja berkumpul, menerima upah dengan Lana pun juga, dan semua bersuka cita saat Hendrik mengatakan hari ini akan berlibur ke pantai.
Melihat semua orang bersiap pergi, Lana memilih untuk membuka isi amplopnya, uang di sana bahkan tak berkurang, dan dia menemui Hendrik untuk itu. "Apakah hutang abor siku waktu itu sudah kamu potong?"
Hendrik mengangguk, "Tentu."
"Ini masih sama dengan gaji yang selama ini kudapat. Apa kamu salah menghitungnya?" Lana mengembalikan amplop yang masih tertutup rapi.
Hendrik tersenyum, "Aku baru saja menaikkan gajimu." Mengembalikan amplop itu ke Lana, "Ini memang milikmu."
Lana malah menangis karena itu, "Kenapa kamu baik sekali padaku, Hen?"
Melihat itu, Hendrik memeluk Lana, "Karena aku mencintaimu." Mengusap punggung yang bergetar semakin hebat agar segera tenang.
"Aku tidak suka kau menjawab begitu."
Hendrik malah terkekeh, "Aku melakukannya agar kamu menjadi manusia seutuhnya, Lan. Gunakan uang itu dengan baik, jangan bergantung dengan Pras, aku mengatakan ini bukan menghasutmu agar membencinya, tetapi aku ingin melihatmu menjadi dirimu sendiri. Kau berhak bahagia seperti orang lain. Jangan merasa kecil. Karena itu aku menaikkan gajimu."
Lana mengurai pelukan Hendrik, "Terima kasih, Hen."
"Bersiaplah. Kita segera berangkat setelah ini." Hendrik mengusap pipi Lana dan pergi ke kamarnya sendiri untuk bersiap juga.
"Di mana yang lain?" tanya Lana saat dia hanya semobil berdua saja dengan Hendrik.
"Mereka dengan mobil terpisah. Lagi pula ... semua juga tahu kalau aku menyukaimu, tidak usah dirahasiakan lagi, Lan."
Lana terkejut dengan pernyataan Hendrik, "Dina?"
Hendrik malah tertawa, "Aku bilang semuanya, kan?"
"Astaga, Hen! Kau ... membuatku malu." Bukan hanya mobil yang berbeda, tempat yang dituju pun berbeda, ini seperti pantai yang lebih pribadi dengan pengunjung lumayan sepi, para pekerja juga tidak berada di sini, dan Lana langsung merengut menatap Hendrik.
"Aku mengajakmu ke sini untuk membicarakan rencana kita, Lan. Bukankah kita butuh rencana yang matang untuk menangkap Pras dan Teni?" Hendrik duduk di kursi santai. Pelayan mendekat membawakan minuman dan handuk, "Menurutmu ... apa yang harus kita lakukan?"
Lana menggeleng, "Aku sama sekali tidak punya ide, Hen."
Hendrik melepas pakaian dengan menyisakan celana pendek dan berbaring, "Apa lagi aku."
"Apa aku harus menemui Teni? Setidaknya memberi tahu kalau aku istri mas Pras?"
"Lalu? Apa yang akan kau katakan setelah itu?"
"Menyuruhnya menjauhi mas Pras?"
Hendrik malah tertawa, "Apa itu akan berhasil?"
Lana menggeleng, "Aku tidak tahu."
Hendrik tertawa lagi, mengambil minuman untuk dirinya sendiri, dan menghabiskannya, "Minumlah, Lan. Aku akan berenang sebentar." Melakukan sedikit pemanasan dan langsung berenang di pantai. Sesekali memanggil Lana agar bergabung, Hendrik ingin melihat wanita itu ceria, seperti saat pertama dia bertemu dengan Lana di pasar dulu.
Lana hanya tersenyum. Dia tak bisa berenang, jadi sekeras apa Hendrik memanggilnya, dia hanya menggeleng saja. Tahu tak ada yang bisa dilakukan, Lana pun mengambil minuman itu untuk menyegarkan tenggorokan. Rasanya manis, lebih segar dari jus yang biasa dibuatnya, mungkin minuman ini harganya mahal.
Lana terus merasa haus, apa minuman ini bukan dari gula asli? Dia memilih menghabiskan minuman itu, tetapi bukan segar yang didapat, seolah ada yang salah di tubuhnya, "Ada apa denganku?" Lana mengusap wajah beberapa kali, membuka kancing baju, dan menekan kaki-kaki. Dia gelisah sekarang.
Hendrik yang menyadari hal itu, langsung mendekati Lana, "Kamu baik-baik saja?"
Mendengar suara Hendrik, Lana mendongak, tangan dingin itu mengusap wajahnya yang napas, terasa sejuk sekali. Lana tersenyum, "Kau sangat segar, Hen." Lana memagut bibir Hendrik begitu saja.
Hendrik mendorong Lana, "Ada apa denganmu?"
Lana tersenyum, "Aku tidak tahu, aku hanya senang melakukannya, apa kamu keberatan?" Tanpa menunggu jawaban Hendrik, Lana kembali memagut bibir itu, rasanya segar seperti air kelapa muda. Seolah bisa melegakan Lana yang kepanasan.
"Apa kau ingin melakukannya, Lan?" tanya Hendrik setelah bersusah payah mengurai paksaan Lana.
Lana tersenyum, "Aku bisa melakukannya di mana pun, Hen."
Hendrik memanggil pegawai penginapan yang tadi memberinya minum dan menyuruh pegawai itu agar membawakan barang-barangnya, "Apa kamarnya sudah siap?"
Pegawai itu mengangguk, "Iya, Pak. Seperti yang Anda minta."
Sesampainya di kamar, Hendrik membiarkan Lana melakukan apa yang disukai, meski dia kewalahan pada awalnya, Hendrik yang mulai bisa memegang kendali, menuntun Lana agar berbaring di ranjang. "Aku akan membuatmu nyaman, Lan." Hendrik memagut bibir itu dan mulai beraksi dengan tangannya.
Di pabrik ... Pras menghampiri Teni lebih dulu, "Cari makan yuk!"
Teni tersenyum dan pergi bersama Pras, "Tumben? Gak bawa bekal?"
Pras menggeleng, "Aku merasa lelah setiap kali pulang. Entah, istriku beberapa hari ini selalu saja mengajaku berdebat. Aku sudah lelah dan dia terus saja mengujiku."
"Itulah salah satunya kenapa aku tidak mau menikah, Pras."
"Tetapi kau berbeda."
"Maksudmu?" Teni heran.
"Lupakan saja." Pras memesan makan dan minum untuknya dan Teni. Dia mulai hafal dengan menu apa saja yang disukai Teni. Tak ada hal penting lagi yang dibicarakan, Pras memilih menyimpan semua kekesalannya, dan mengajak Teni kembali ke pabrik selesai makan.
"Kamu jadi lembur besok? Kalau iya kumasukkan daftar." tanya Teni sebelum kembali ke kantor.
"Ya, aku ingin hutangku cepat lunas."
"Ok." Teni langsung ke kantor meninggalkan Pras.
Sedangkan Pras bekerja seperti biasa. Sampai jam pulang tiba, dia langsung pulang, melihat lampu gelap, dia mencari Lana, "Katanya tidak bekerja?" Pras memilih membeli makanan dari pada memasak dan langsung istirahat setelah lelah seharian bekerja.
***
Pras bangun seperti biasa. Dia masih di rumah sendiri, "Sepertinya Lana benar-benar marah." Tanpa sarapan, Pras berangkat bekerja, besok libur, dia akan minta maaf sepulang dari lembur.
Sedangkan Lana ... terbangun saat suara alarm terlalu nyaring. Setelah menyadari apa yang ada di sekitarnya, Lana langsung menjauhi Hendrik yang masih terlelap di sebelahnya. Bukan hanya seranjang yang membuatnya takut, tetapi dia dan Hendrik sama-sama telanjang saat ini, dan beberapa bekas kemerahan memenuhi dada.
"Apa yang kulakukan?" Lana langsung ke kamar mandi untuk mencuci tubuhnya yang ternoda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomancePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...