Maafkan aku, Mas

637 12 0
                                    


Setelah puas menangis, Lana mengusap sudut bibirnya yang terluka, lebam dan darahnya pun mulai mengering. "Terima kasih atas semuanya, Mas." Lana mulai mengemasi pakaiannya dan pergi. Sebelum itu, tak lupa dia melepas cincin yang tersemat di jari, dan menulis surat untuk Pras. Dengan gaji yang baru saja diterima, Lana pergi, meski tak tahu akan ke mana, yang dia ingin hanya terbebas dari kepahitan Pras dan juga tipu muslihat Hendrik.

Pras ... ke rumah Yuda, melihat temannya masih tidur, dia hanya diam di teras sambil memikirkan semua yang terjadi. Bagaimana bisa Lana melakukan hal sejahat itu? Padahal dia masih terluka dengan Ari dan Ridho yang menggagahi Lana tanpa permisi, dan sekarang Lana malah bermain gila dengan Hendrik? Meski Lana tidak mengatakan siapa orangnya, cukup mudah ditebak kalau itu memang benar-benar Hendrik. 'Cuih!' Pras sangat marah, tetapi harus bagaimana dia memberi pelajaran ke Hendrik?

Yuda yang merasa ada seseorang di teras, bangun, dan melihat, "Pras?" Tak mengira itu Pras, "Ada apa? Tumben ke sini." Mengeluarkan rokok dan menyulutnya.

"Lana selingkuh dengan Hendrik."

"Hendrik?" Yuda sulit mempercayai itu, "Hendrik ...? Pak Hendrik bos pabrik?"

Pras mengangguk, "Lana bekerja di sana. Dia hamil bulan lalu, tapi karena takut kalau itu anak Ari dan Ridho, Lana menggugurkannya. Kami tidak punya cukup uang, jadi Hendrik yang menolong Lana, kurasa dia sengaja melakukannya untuk menjebak Lana. Aku ingin membunuhnya, Yud. Tapi aku takut masuk penjara."

Yuda menghela napas, "Bagaimana kalau bukan Hendrik? Lagi pula, dari mana kamu tahu kalau Lana selingkuh? Kau saja dengan Teni dan Lana baru tahu akhir-akhir ini."

"Bohong! Aku tidak pernah sembrono. Aku melakukannya dengan baik, meski pun aku dengan Teni, tak mungkin Lana mengetahuinya."

Yuda malah tertawa, "Itu munafik namanya, Pras." Yuda kembali masuk untuk membuat kopi. "Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan. Tujuanmu bekerja di kota agar punya banyak uang dan menikahi Lana secara sah, tetapi setelah di sini kamu malah menyukai Teni. Itu rakus, Pras."

"Lana tidak mencintaiku, Yud!" Tentu saja Pras tidak mau disalahkan.

"Dari mana kamu bisa menebak begitu? Lana saja mau kumpul kebo sama kamu bertahun-tahun, masak sekarang kamu bilang kalau Lana tidak mencintaimu, itu konspirasi, Pras. Itu permainan untuk melegalkan kebusukanmu dengan Teni." Yuda kembali duduk di teras dengan kopinya. Dia hanya membuat secangkir, kalau Pras mau, biar saja membuat sendiri. Pras sudah besar dan bisa mengurus diri sendiri, apa lagi sekedar membuat kopi.

Pras terkekeh, "Kau membuatku tambah gila, Yud."

Setelah menyeruput kopinya, "Apa rencanamu sekarang? Meninggalkan Lana dan menikahi Teni? Wanita yang mencintaimu itu?"

"Orang bilang, kita akan cemburu kalau pasangan kita dekat dengan orang lain, dan Lana tidak pernah melakukan itu."

"Itu karena dia percaya padamu. Dia cukup denganmu dan dia tidak membutuhkan hal lain selama kau ada di sampingnya. Kalau kau membahas tentang Teni, tentu saja dia cemburu, dia butuh burungmu, kau baik-baik saja dengan Lana, mana dia akan merana, karena itu Teni menunjukkan cintanya. Hal semudah itu saja kau tidak mengerti, Pras." Yuda menggeleng, "Artinya kau belum siap menikah. Carilah wanita untuk bersenang-senang, jangan menikah dulu, dan biarkan Lana bebas tanpa kau sakiti."

"Kau memang gila." Pras tak percaya Yuda membela Lana dari pada dirinya.

"Aku bicara berdasarkan fakta, Pras." Yuda yang merasa Pras mulai mencair, mengubah topik pembicaraan, "Aku mau pulang. Tidurlah sini agar perasaanmu tenang, pikirkan yang kukatakan, dan ambil keputusan yang baik untukmu dan Lana. Aku mandi dulu." Yuda meninggalkan kopinya yang masih setengah gelas dan bersiap pulang. Dia akan menjemput mamaknya untuk melamar Nita besok lusa.

Saat Yuda pergi, Pras ikut pulang juga, dia tak mau menunggu di kosan Yuda. Meski di rumah terasa panas, lebih baik dia diam di sana, setidaknya lebih nyaman kalau tinggal di rumah sendiri. Melihat rumah terkunci, Pras tertawa, "Jadi kau lebih memilih Hendrik dari pada aku? Tidak kusangka kau melihat isi dunia ini hanya karena uang, Lan. Aku benar-benar tidak menyangka."

Setelah masuk, Pras menemukan secarik kertas di meja makan, bersama dengan cincin di atasnya. Tak pernah dia bayangkan Lana akan pergi seperti ini.

'Maaf, Mas, aku mengecewakanmu. Ucapanmu sangat menyakitkan hati, dan aku tidak tahan kalau terus bersamamu setelah ini. Perselingkuhanmu dengan Teni, aku sudah mengetahuinya, aku menerimanya, mungkin memang terlalu banyak kekuranganku sampai Mas membutuhkan wanita lain di antara kita.

Mas, aku menerima gaji kemarin, kami semua merayakannya bersama-sama ke pantai, dan di sana aku tidak mengerti apa-apa. Aku tidur dengan Hendrik setelah aku bangun dan aku tidak mengerti bagaimana itu terjadi. Tentang Ari dan Ridho, aku tak pernah membicarakannya padamu, aku malu, aku merasa hina dan kotor, aku takut Mas terlalu kecewa sampai tak berani membahasnya denganmu, dan ternyata benar, aku memang sekotor itu sekarang.

Mas, kalau memang kamu mencintai Teni, jagalah hatinya, aku mundur, tak apa, pernah hidup denganmu walau sebentar sudah membuatku sangat bahagia. Aku selalu mencintaimu. Terima kasih sudah membuatku bahagia selama ini. Aku pergi.

Jual saja cincin ini, Mas. Lamar Teni dengan cincin yang baru, dia akan kecewa kalau tahu ini cincin bekas kupakai. Maafkan aku untuk semuanya. Maafkan aku, Mas.'

Pras meremas surat itu dan pergi ke rumah Hendrik. Persetan dengan polisi, dia harus bertemu dengan Hendrik sekarang, dia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri, seperti apa wajah yang berani menghancurkan semua kehidupannya sampai seperti ini. "Hendrik! Keluar kau, Berengsek! Hendrik!!" Memukuli gerbang tinggi itu dengan helmnya.

"Ada apa?" Hendrik yang juga mendengar teriakan itu, keluar mendekati para pekerja yang berkerumun di balik gerbang.

"Jangan, Pak. Sepertinya di luar ada orang gila."

"Tidak apa-apa. Dia tahu namaku, artinya dia ingin bertemu denganku, buka saja. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan orang itu." Baru kali ini ada yang berani menggedor gerbangnya sekeras itu, Hendrik akan membuat orang itu menyesal sudah melakukannya, dia juga sudah menyuruh Dina agar berjaga-jaga untuk menghubungi polisi kalau situasi tidak kondusif. Setelah tahu siapa yang datang, Hendrik pun tertawa, "Ada apa, Pras? Kau mengganggu hari mingguku."

"Kurang ajar!" Pras berlari dan berhasil memukul wajah Hendrik, "Kau bermain gila dengan Lana?! Kau memang bos kurang ajar. Di mana dia sekarang?!" Ingin memukul Hendrik lagi, tetapi dia dihadang oleh dua pria yang bekerja di rumah ini.

Hendrik mengusap bibirnya yang berdarah, "Aku sudah mengantarnya pulang. Lagi pula, kenapa kau marah, kau saja tidur dengan Teni. Apa kau tidak tahu, aku dan Lana bahkan menunggumu di depan rumah Teni kemarin lusa saat kau tidak pulang, kau tidak menyadarinya, kan?"

"Berengsek!" Pras memberontak agar terlepas dari jerat dua pria yang menahannya.

Hendrik tertawa lagi, "Aku baru tahu kalau Lana memanglah lezat, dia lembut, dan desahannya sangat memabukkan, tak salah aku menyukainya, kau saja yang tak bersyukur sudah memiliki Lana di dunia ini, Pras."

"Berengsek!" Darah Pras seolah mendidih mendengar semua itu.

Hendrik malah terbahak-bahak, "Usir dia! Aku tidak mau melihatnya di sini lagi." Meninggalkan halaman, dia akan mengobati luka di bibirnya, tidak mungkin besok ke pabrik dengan wajah seperti ini.

"Lepaskan aku, Berengsek! Lepaskan aku!!" Pras tersungkur setelah dilempar oleh dua orang pekerja Hendrik.

"Non Lana tidak di sini. Silakan Mas pulang dari pada kami panggil polisi."

Pras terkekeh, "Kalian juga melindungi penculik itu? Lana istriku! Harusnya kalian tahu kalau bos kalian sedang melakukan kejahatan!!"

"Pak Hendrik sudah mengantar non Lana pulang kemarin. Kami tidak berbohong, non Lana memang tidak ada di sini, pergilah!" Mendorong lagi Pras dan menutup gerbang.

Pras tidak percaya dengan apa yang didengar barusan. Dia ke rumah Teni, dia butuh teman, dia ingin bercerita dan dibantu berpikir. Sungguh, otaknya akan meledak sebentar lagi.

Teni ... mendengar ketukan tak sabar di pintu, "Ya?" Langsung membuka dan terkejut saat Pras tiba-tiba memeluknya, "Ada apa, Pras? Wajahmu kusut sekali. Ada apa?" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malam KemarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang