Ingin isapanmu

5.3K 30 3
                                    

Pras sibuk mencatat semua truk yang datang. Saat melihat Teni dari jauh, dia tersenyum, “Tumben pagi-pagi ke sini?" Tanyanya tanpa mengajak Teni duduk di kursi kerjanya. Banyak truk yang antre, Pras tak mau membuang waktu untuk mengobrol, takut kalau bos besar tiba-tiba sidak.

Teni terkekeh, dia sangat senang melihat Pras sangat terbuka padanya begini, memang ini yang dia inginkan dari dulu. “Nanti sebelum pulang ke ruanganku, ya? Tanda tangan, uangnya ke luar, dan kamu harus mentraktirku karena bisa gol secepat ini.” Teni menaik turunkan alisnya.

Pras tertawa, “Iya, nanti kita makan di warung nasi padang. Aku kerja dulu. Kamu juga kerja sana.” Pras melambai ke sopir truk di belakang agar segera maju.

Teni mengangguk dan pergi. Dia ingin keliling untuk mengecek pekerjaan mandor lainnya, tapi tangannya ditarik dengan paksa oleh Yuda hingga sampai di kamar mandi wanita, “Ada apa, Yud? Kamu membuatku kaget!”

Yuda terkekeh, “Kaget? Aku yang kaget, Ten. Sudah dapat Pras kamu sampai mau membantunya pinjam uang ke perusahaan secepat itu? Diberi apa? Burung, huh?!”

Teni menggeleng, “Jangan gila, Yud. Kita di kantor, jaga sikapmu!” Teni tahu, hanya sedikit pekerja wanita di sini, dan itu berarti Yuda memang sengaja menyeretnya ke sini, kalau ada yang melihatnya kariernya akan hancur. Teni mendorong Yuda karena dia ingin segera pergi.

Yuda menarik Teni lagi, mendorong hingga membentur tembok, dan menurunkan reselting celananya. “Kalau cuma burung aku juga punya, Ten.” Yuda mengarahkan miliknya yang masih tidur ke Teni.

Teni menggeleng, “Jangan gila, Yud! Pekerjaanku masih banyak dan bos akan mencariku nanti—“ Teni masih ingin bicara banyak hal agar Yuda menghentikan kasinya, tapi kepalanya sudah dipegangi dengan dua tangan oleh Yuda, rambutnya juga dijambak, sedangkan mulutnya dipaksa untuk mengulum milik Yuda. Itu memang tak menyakitinya karena Teni juga mengulum dengan senang hati, tapu Teni tak pernah bermain di pagi hari karena risikonya yang cukup tinggi.

Setelah burungnya berdiri dengan kokoh, Yuda menarik Teni agar bangun karena tadi berlutut di lantai, menyibak rok itu ke pinggang, dan menghujam keras dari belakang.

“Ough! Yud!” Teni meringis. Miliknya belum siap sepenuhnya dan Yuda main masuk begitu saja.

Tak peduli dengan teriakan Teni, Yuda malah memukul bokong Teni keras, ‘Plak! Plak!’ Beberapa kali hingga bokong mulus itu memerah dan meninggalkan bekas berbentuk sama dengan telapak tangannya. “Kau tahu seperti apa aku mencintaimu, Ten. Jangan main-main denganku atau kubuat kau tak bisa berjalan.” Yuda terus mengeluar masukkan miliknya, menghantam keras dan keras hingga menimbulkan berisik dan gema di ruang sempit ini.

“Ak—kuh hanya ber—main dengannya, Yud. Ough! Ini gila, Yud! Aahhhh! Ough!” Teni mengepalkan tangan untuk menahan amukan Yuda.

Pikiran yang campur aduk membuat Yuda  hilang kenikmatan. Dia merasa miliknya ingin menyembur padahal masih beberapa menit saja. Dia pun menariknya, mendudukkan kembali Teni agar lebih pendek, dan menyiramkan semua di wajah Teni. “Jangan membuatku marah, Ten.” Yuda merapikan celananya dan kembali ke pos jaga setelah memastikan tak ada yang melihatnya ke luar dari kamar mandi wanita.

Sedangkan Teni yang masih kurang jadi gelisah. Ini yang dia tak suka dari Yuda, dia kurang, miliknya masih berdenyut dan dia tak bisa melampiaskan seperti apa agar otaknya waras sebelum kembali ke ruang kerjanya lagi.

Sore hari... Pras tersenyum saat mencatat truk terakhir. Dia segera ke ruang kerja Teni. “Apa aku terlalu pagi?” Tersenyum sambil menaruh laporan harian.

Teni menggeleng sambil tersenyum. Dia menggigit bibir bawahnya sambil melepas kancing kemeja teratasnya, “Apa aku boleh minta hadiah, Pras? Aku... menginginkanmu. Kali ini saja.” Teni masih ingin memuaskan nafsunya sendiri.

Pras terkekeh, “Kamu sudah berjanji akan menjaga sikap, Ten. Jangan terus membuatku merasa seolah tak berdaya.” Pras masih memiliki harga diri untuk tidak melakukannya di kantor.

“Kita ke rumahku. Bibi tidak datang hari ini, ya? Aku sangat tersiksa, Pras.” Teni meremas dadanya sendiri, dia sudah menahan terlalu lama dan rasanya sudah tak kuat lagi.

Pras yang tak enak karena Teni sudah membantunya sejauh ini, berakhir dengan mengangguk, “Ayo! Aku akan mencari alasan ke Yuda. Dia sudah mengajakku pulang bersama tadi."

Teni tersenyum lebar sambil mengangguk. Dia merapikan buku yang harus dia bawa pulang dan akan menyusul Pras ke tempat parkir.

“Yud, kamu pulanglah dulu. Ada yang harus kuurus.” Pras tak enak kalau bilang akan mengantar Teni pulang sebagai alasan.

Yuda mengangguk, “Kalau gitu aku cari makan dulu, ya? Sudah lapar.” Yuda pun mengenakan helmnya dan pergi. Tak lupa mampir warung biasanya untuk membeli makan malam dan camilan agar tak usah ke luar lagi nanti.

Melihat Teni mendekat, Pras segera menghidupkan motornya, mengantar Teni pulang, dan lebih mempercepat lajunya karena Teni sudah meremasi miliknya sepanjang jalan. Untung saja lampu jalan berjarak jauh-jauh jadi dia tak jadi tontonan banyak orang. “Jangan seperti itu, Ten. Kamu harus menahan dirimu kalau di depan umum.” Pras melepas helmnya.

Teni hanya tertawa. Setelah Pras meletakkan helm itu di spion, dia segera menarik Pras dan mendorongnya ke kursi ruang tamu dalam. Melepas kemeja yang dia gunakan, melempar juga bra itu, serta rok dan celana dalam yang tak perlu, “Aku sudah tidak tahan, Pras.” Dibukanya reselting Pras. Saat menemukan milik Pras yang masih tidur, Teni pun mengulum, menghisap, menjilat seolah tak pernah merasakannya di tengah musim kemarau.

Pras mengepalkan tangan, lampu belum dinyalakan, dan Teni sudah mengajaknya bermain. Semakin lama Pras merasa permainan Teni begitu panas, dia mulai suka, isapan mematikan yang membuatnya melayang, Pras malah menyukainya. “Enak sekali, Ten. Kamu mang pandai membuatnya cepat bangun.” Baru kali ini Pras memuji kelihaian permainan lidah Teni. Dia memang mengakuinya.

Teni terkekeh, dia sudah tak tahan, segera naik ke kursi dan memasukkan milik Pras ke miliknya yang sudah becek, “Oughhhhh... punyamu sangat besar, Pras. Ah, ah, oughhhh ....” Teni mengerang manja saat bergoyang dengan milik yang saling menyatu dengan punya Pras.

Pras terkekeh, dia memukul bohong Teni sekali, plak! “Kau nakal, Ten. Jangan membuatnya bengok atau kau akan menyesal seumur hidupmu.” Pras hanya bercanda. Itu karena goyangan Teni yang bisa memutar sampai tiga ratus enam puluh derajat.

Teni tertawa, “Lumat putingku, Pras. Dia sangat mendambakan isapanmu. Hisap dengan kuat, Pras. Aku mau. Aku mau merasakan seperti itu. Ayo, Prasssss. Oughhhh... aku mau isapanmu, Pras. Oughhhhh ....” Teni merayu dengan manja sambil mendekatkan dadanya ke mulut Pras.

Malam KemarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang