Lana bekerja seperti biasanya, mengupas ketela di mamak Yuda. Dia punya teman sekarang, namanya Tiwi, gadis seusia dengannya yang juga mengupas ketela.
"Tadi kudengar ada anak baru, katanya mau dijual ke desa sebelah. Dia masih muda." Tiwi menceritakannya sambil senyam-senyum.
"Kamu nasir, yo?" tanya Lana tanpa menoleh, sibuk dengan Peeler di tangannya.
"Dia ganteng, tapi aku endak tahu dia sudah menikah apa belum."
Lana terkekeh, "Kalau dia mau jualan, nanti sering ketemu, to? Pasti lama-lama juga tahu dia sudah menikah apa belum." Ke duanya pun tertawa.
"Lana?!"
Lana mendongak, mamak Yuda memanggilnya.
"Tatakan ceriping dulu, tiga ratus, mau dibawa, cepetan!"
Lana menoleh ke Tiwi, "Ayo bantu! Tiga ratus banyak loh." Ke duanya pun segera ke dalam gudang simpan, membawa ceriping, "Aku sepuluh, kamu sepuluh, jangan salah, yo? Nanti mamak Yuda marah." Ucapnya ke Tiwi saat dia melangkah ke teras, akan menata ceriping itu di sana.
"Lana? Kamu kerja di sini?"
Lana menelan ludah, sekali saja bertemu dengan kemalangan, seolah terus menyapa di mana dia berada, seperti saat ini, "Ari, kamu yang ... beli ceriping ini?" tanyanya memastikan apa yang ada di pikirannya saat ini.
"Iyo, Lana. Aku mau jualan ceriping. Ceriping di sini terkenal enak, ya ... dari pada aku nganggur, to?" Ari tertawa, memang dia sengaja ke sini setelah tahu kalau Lana bekerja di pabrik ceriping ini. Dia hanya ingin tahu seperti apa Pras sekarang, setelah lama meninggalkan rumahnya yang besar di desa sebelah.
Lana tersenyum, "Semoga lancar. Aku ... ke belakang dulu, Ari." Lana segera menyelesaikan pekerjaannya, bahkan saat Ari mengajaknya berbincang, tak terlalu menanggapi karena tahu seberapa liciknya Ari.
"Kenal, to?" Tiwi sempat melihat beberapa kali pemuda itu akrab dengan Lana tadi.
Lana mengangguk, "Dia saudaranya mas Pras."
Tiwi bersenang hati, apa yang dia inginkan sepertinya akan mudah dia gapai, "Dia sudah menikah? Punya kekasih?"
Lana menggeleng, "Tapi lebih baik jangan dia."
"Kenapa? Dia tidak baik? Sepertinya dia ramah dengan semua orang, bukankah itu artinya dia pemuda yang baik?"
Lana tidak enak membicarakan aib orang, dia pun mengangguk untuk menyudahi percakapan ini. Kembali ke pekerjaannya, berharap pikiran tentang kenapa Ari mulai sering ke desa ini, segera pergi.
Waktu merambat sore, Lana berkemas dan siap untuk pulang. Tiwi pun juga sama. Meski jalan ke duanya berbeda, Lana tetap pulang bersama dengan Tiwi sampai gadis seumuran dengannya itu melambaikan tangan untuk berpamit pulang. Lana segera mandi, memasak ala kadarnya untuk dirinya sendiri, makan di depan TV, dia lebih suka tinggal di sini dari pada di kamar selama Pras kerja. Menurutnya, tidur dengan berteman TV yang berisik akan membuatnya lupa akan kerinduannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomansaPras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...