Lana baru saja selesai makan, segera mematikan lampu yang tak perlu dan memastikan semua pintu terkunci, merebahkan diri di depan TV saat deru motor semakin dekat, dan berhenti di depan rumah. Segera menarik selimut, dia sangat tahu itu bukan motor Yuda karena motor Yuda bukan bebek seperti deru malam ini. Ketukan di pintu menambah suasana semakin menakutkan, sepertinya ini yang direncanakan mamak Pras padanya, datang di malam hari dan menyelesaikan amarah.
"Lana?!"
Lana menajamkan telinga, hanya satu nama yang menyebutnya dengan nama seutuh itu, Lana pun memberanikan diri, berjalan perlahan tanpa menyalakan lampu, mengambil balok kayu yang selama ini disiapkan untuk berjaga-jaga. Ada sela di tengah tirai, Lana mengintip dari sana, dia terkejut, itu adalah, "Mas Pras?!" menaruh balok yang dia bawa, segera membuka pintu itu, ditubruknya Pras yang berdiri di depan pintu, menumpahkan semua rindu di dadanya.
Pras terkekeh, mengusap punggung Lana, menciumi puncak kepala Lana juga, "Buatkan aku teh, Lana. Dingin."
Lana segera melepas pelukan itu, tertawa sambil menatap Pras, mengangguk, segera berbalik dan berjalan ke dapur, dia tak mau Pras sakit karena tak diperhatian setelah perjalanan jauh.
Pras mendorong sepeda motornya ke ruang tamu, mengunci pintu kembali, segera mencuci tangan dan kaki, melepas jaket, dan mendekati Lana. Memeluk wanita yang dia cintai dari belakang, tak peduli dengan tangan yang sibuk mengaduk air panas bercampur gula itu. Wangi keringat, rindu itu semakin menggebu, Pras mencuri satu isapan di leher Lana, membuat empunya menggeliat karena ulahnya. Pras terkekeh, "Aku tunggu di TV." Pras mengingat martabak yang dibawanya, membuka itu juga, mengambil sepotong saat Lana baru saja datang dengan cangkir yang menguapkan asap tipis.
"Motor siapa, Mas Pras?" Lana menaruh teh itu sedekat mungkin dengan Pras, membuka mulut karena Pras menyuapinya martabak manis saat ini.
"Aku beli, Lana. Patungan sama Yuda, ya ... nanti aku nyahur ke Yuda, lebih murah dari pada ke toko sepeda." Pras melihat Lana malah murung, "Jangan kawatir, gajiku lumayan, bulan ini kan endak hujan, banyak truk, jadi aku lembur, ada uang lebih dari gaji biasanya." Pras sangat paham dengan apa yang dipikirkan Lana, pasti tentang uang tabungan untuk pernikahannya.
"Aku hanya tidak nyaman berpisah denganmu, Mas Pras. Sehari saja rasanya setahun, aku jarang bisa tidur nyenyak." Lana jujur akan dirinya yang tersiksa.
Pras menyeruput tehnya, terkekeh dan mendekat ke Lana, menarik tubuh yang lebih kecil darinya itu, agar naik ke pangkuan, "Bukan hanya kamu, Lana. Aku juga tak pernah nyaman di sana, terus memikirkanmu, merindukan ini." Tangan yang begitu lincah, sudah ada di tengah selangkang, memijit milik Lana yang empuk dan pasti legit saat dimasuki.
"Pras, aku yakin kamu lelah, baru datang, nanti—"
Pras tak mau dengar, segera melumat bibir itu agar memanjakannya saja dari pada mengomel tak jelas, tangannya semakin lincah menelusup ke segi tiga, meraba apa yang terbelah di tengah, menyusuri rawa yang selalu dia rindu. Lana selalu hebat, cepat siap dengan rasa basah di jari tengah dan manisnya, Pras menarik tangannya kembali, berganti dengan melepas semua pakaiannya sendiri dan milik Lana, segera merebahkan tubuh Lana untuk ditindih.
![](https://img.wattpad.com/cover/275250619-288-k19594.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
Storie d'amorePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...