Semalam ... Hendrik menyuruh Dina membeli sesuatu.
"Apa ini, Pak?" Dina rasa keperluan P3K masih lengkap.
Hendrik terkekeh, "Besok kita ke pantai, liburan, tapi aku mau sama Lana saja, kalian ke tempat lain."
Dina mengangguk-anggukkan kepala.
"Itu untuk Lana, biar gak gampang sakit, biar semangat terus." Hendrik mengambil uang seratus ribu dan diberikan ke Dina, "Buat jajan."
Dina malah memicingkan mata, "Ini obat perang sang, ya, Pak? Kalau Lana tahu, dia akan marah sama Bapak."
"Kalau gak tahu? Beli jajan 'kan buat tutup mulut, Din. Berangkat sana!" Melihat Dina merengut sambil pergi, Hendrik tertawa, "Aku akan membuat semuanya lebih mudah, Lan. Tenang saja."
***
Hendrik menggeliat, tak menemukan Lana di sampingnya, tetapi pintu kamar mandi yang tertutup dan terdengar gemercik air juga, Hendrik langsung mengenakan celana pendek dan membuka pintu itu perlahan, "Lan?"
Lana mendongak, hanya sebentar, dia membuang muka karena tak ingin melihat Hendrik, "Aku tidak ingin menebak apa pun, Hen. Katakan saja, apa kamu yang membuat semua ini terjadi?"
Hendrik mematikan keran air dan berjongkok di depan Lana, "Kejadiannya sangat cepat, Lan. Aku ... juga tidak bisa menghindarinya. Maafkan aku."
Ucapan itu mengiris hati Lana, "Sekarang aku sama kotornya dengan mas Pras. Apa yang kubanggakan, Hen? Tidak ada."
"Sekotor apa dirimu, aku menerimanya, Lan. Di mataku, kamu tetap permata yang indah, aku akan menyimpanmu di tempat terbaik, dan memujamu setiap waktu."
"Apa yang kau inginkan dari wanita sepertiku? Bukankah banyak yang lebih menawan di luar sana? Lebih indah, lebih berharga. Jangan kau menyia-nyiakan hidupmu hanya untuk perempuan sepertiku."
"Apa karena itu kau selalu menolakku?"
Lana mendongak, pertanyaan Hendrik ke arah mana? Bukankah dia menolak karena ada Pras di hatinya?
Hendrik memagut bibir, Lana, meski lidah itu tak saling menaut, setidaknya Lana pasrah saat ini. Tangannya segera mengangkat Lana agar tak terus bersimpuh di kamar mandi dan mendudukkannya di meja wastafel, "Aku memang berengsek, Lan. Meski pun kau menganggapnya begitu, aku tidak akan mempermasalahkannya, aku tidak akan peduli." Hendrik kembali memagut bibir Lana. Tangannya turun untuk kembali menemui liang yang kemarin dinikmati, menyelusupkan jemari, membuat dingin yang terasa segera hangat, dan membangunkan miliknya yang setengah sadar.
Lana menahan desahannya. Hendrik memang melakukannya dengan lembut, tetapi dia tak ingin ini terjadi, "Aahhh ...." Menggigit bibir bawahnya lagi agar mulutnya tak lancang mendesah.
Hendrik tersenyum mendengarnya. Berlutut, melumat bawah yang mulai berair, mencoba mengukur dalam dengan lidah. Sepanjang apa dijulurkan, tetap Hendrik tak menemukan dasarnya, meski rasanya lebih asin, Hendrik menyukai rasa ini.
Lana yang terbuai, mengusap rambut Hendrik, "Berjanjilah untuk tidak menceritakan pada siapa pun, Hen."
Hendrik terkekeh mendengar itu. Dia berdiri kembali dan memagut bibir Lana, "Ya, aku berjanji padamu." Menurunkan celananya dan memasuki Lana lagi.
Pras ... ke kantor untuk mengambil jatah makan, tak menyangka dia bertemu Yuda di sana, "Yud." Meski wajah Yuda tampak kesal ketika bertemu, Pras tetap menyapa, bagaimana pun juga Yuda sahabatnya dari dulu.
"Aku minggu depan pulang, ke sini lagi sama mamak, kamu ikut ke rumah Nita?"
"Apa kalian membawa lamaran?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
Storie d'amorePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...