Hampir jam delapan, mbok Sri pulang, pekerjaannya kali ini dibayar mahal, seolah tak rugi pulang jam segini meski tadi berangkat pagi. "Kenapa pintunya terbuka? Lampunya mati. Lana?! Lana!" Mbok Sri masuk rumah Lana, "Lan? Kenapa lampunya mat-ya Allah, Lana?!" Cepat menghampiri Lana yang telanjang sambil meringkuk di sudut ruang, "Ada apa, Nduk? Kenapa sampai seperti ini? Ada apa?" Tidak ada air mata, hanya pandangan kosong, dan itu membuat mbok Sri takut.
"Jangan ke mana-mana, ya, Nduk? Tetap di sini. Jangan ke mana-mana." Berjalan cepat ke rumah mamak Yuda. "Cepet, Nak! Cepet! Aku takut Lana kenapa-napa."
Mamak Yuda dan suaminya langsung berlari ke rumah Lani, "Lani?" Melihat keadaan yang menyedihkan itu, mamak Yuda langsung mengambil selimut dan menutupi tubuh Lani, memeluk wanita yang sudah dianggap anaknya sendiri, mengusap, tubuh yang tadinya diam, kini menangis di pelukannya.
Ayah Yuda ke luar dan menelepon putranya, "Ajak Pras pulang sekarang."
"Ada apa, Yah? Besok aku dan Pras masih kerja, kalau pulang sekarang-"
"Jangan banyak omong! Cepat pulang!!" Ayah Yuda memutus sambungan telepon itu dan kembali masuk, "Mbok, bantu aku membersihkan ini." Banyak hal yang tidak pantas dilihat. Siapa yang melakukan semua ini? Tega sekali! Padahal Lana begitu baik dan santun. Pakaian yang dikenakan sehari-hari juga tak pernah melampaui batas, kenapa masih saja orang yang memperlakukan Lana seperti ini.
Yuda menyimpan ponselnya kembali, "Nit, kita pulang sekarang." Menyeret tangan Nita agar tak membuang banyak waktu. Sesampainya di rumah Nita, dia juga pamit ke ayah Nita, mengatakan maaf karena ada hal penting yang harus diurus, dan dia langsung ke kosan. "Pras?! Pras!!" Membangunkan Pras dengan keras.
"Ada apa, Yud?" Pras menggeliat, "Kalo bangunkan orang itu mbok pelan-pelan."
"Ambil jaketmu, kita pulang sekarang, aku gonceng." Yuda mengambil jaket dan menyiapkan keperluannya.
"Pulang? Kok mendadak, ada apa?" Pras juga langsung mengambil jaketnya dan naik ke motor Yuda.
"Aku gak tahu, pokoknya kita sampai rumah dulu, Pras." Tak banyak yang keduanya obrolkan di jalan, seolah berkecamuk dengan pikiran mereka sendiri-sendiri, sampai hampir satu jam berlalu karena Yuda mengendarai motor kencang, memilih untuk langsung ke rumah Pras dari pada berhenti di rumahnya.
"Yud?" Pras turun, pikirannya jadi takut, kenapa Yuda tak mengatakan apa pun sepanjang jalan tadi.
Semua orang menoleh, melihat Pras yang baru datang dengan posisi Lana yang masih di tempat yang sama, tak ada yang berani mengajak Lana beranjak karena sejak tadi Lana hanya diam saja setelah menangis di pelukan mamak Yuda.
Pras berlutut di depan Lana, melihat mbok Sri dan mamak Yuda menangis, ayah Yuda ke luar bersama Yuda, dan kasur di depan TV yang sudah digulung, membuat Pras takut. Tangannya mengulur untuk menyentuh Lana, dia mengusap puncak kepala itu, "Lana."
Mendongak, melihat pria yang dicintainya sudah pulang meski terlambat, "Mas Pras." Langsung menubruk Pras dan menarung lagi di pelukan Pras.
Menyadari Lana sedang telanjang, Pras tak mau menebak, apa lagi bertanya, biar dia dengar dulu betapa keras dan pilu tangisan Lana. Siapa? Siapa orangnya? Kalau Pras sudah tahu, dia akan mengejar pria itu, akan dibunuhnya dengan tangannya sendiri.
"Aku sudah kotor, Mas. Aku kotor, aku menjijikkan, aku sudah kotor, Mas." Lana terus menangis menumpahkan apa yang dia simpan sejak tadi.
Mbok Sri yang tak kuasa, menangis sambil memeluk mamak Yuda.
"Aku sudah tidak pantas untukmu, Mas. Aku kotor." Lana bahkan tak tahu harus mengatakan apa lagi saat ini.
Bukannya melepas, Pras malah semakin mengeratkan pelukannya, mencium puncak kepala itu juga, meski dia tahu aroma apa yang melekat di tubuh Lana, tak sedikit pun dia jijik seperti apa yang dikatakan Lana barusan.
"Sejak awal aku sudah curiga, sejak awal aku sudah takut, aku kotor, Mas. Aku kotor." Lana tak pernah membayangkan kemalangan seperti itu benar-benar menimpanya.
Pras membiarkan Lana terus mengoceh, entah sampai berapa lamanya, dan setelah Lana tenang, Pras membantu Lana berdiri, "Mandi, ya? Biar lebih baik. Biar aku yang membersihkan semua ini." Mengecup lagi kening Lana dan mengantar Lana ke kamar mandi. Setelah gemercik air terdengar, Pras kembali ke ruang TV untuk membuang semua yang ada di gulungan ke halaman belakang, "Siapa orangnya?" tanyanya setelah mengeluarkan bukti menjijikkan dari rumahnya.
Mbok Sri menggeleng, "Aku tidak tahu, aku ada pekerjaan tadi, jadi aku pulang malam, dan rumahmu gelap meski pintunya terbuka. Aku ke rumah mamah Yuda karena Lana tidak bisa ditanyai apa pun dari tadi."
Pras sungguh kecewa. Betapa jahat Tuhan padanya. Apa yang dilakukan dengan Teni tiba-tiba berkelebat. Apa ini hukuman dari Sang Pencipta atas kelakuan bejatnya?
Mamak Yuda menghela napas, "Apa kamu punya musuh, Pras? Biasa saja orang itu sudah mengintaimu, dia tahu Lana sendiri, apa lagi bisa pas sama mbok Sri pergi."
"Meski begitu aku tidak tahu apa-apa. Aku pergi karena aku diundang nikahan di kampung sebelah, bukan karena ingin Lana kenapa-kenapa." Mbok Sri tidak mau dituduh bersekongkol atas ini.
Pintu kamar mandi terbuka, Pras langsung menghampiri Lana, dan merangkulnya ke kamar. Dia membiarkan Lana duduk di ranjang, mencarikan baju untuk Lana, dan membantu Lana mengenakan.
Lana menangis kembali melihat apa yang dilakukan Pras.
Mendengar tangisan itu, Pras memeluk Lana, "Sudah, jangan menangis, aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
"Aku kotor, Mas."
"Tidak ada manusia yang bersih di dunia ini, aku pun juga kotor, karena itu pula aku tetap menerimamu. Aku tidak akan menjadikan apa yang baru saja kamu lalui, membuat hubungan kita berubah. Aku tetap milikmu dan kamu pun tetap milikku." Pras mengecup kening Lana lama. Kekasihnya sudah wangi, seperti hari-hari biasanya, dan luka batin itu akan segera disembuhkan juga oleh Pras.
"Aku tidak tahu kalau mereka berteman, meski kejadian akhir-akhir ini membuatku kawatir, aku tetap mencoba berpikir positif, tetapi mereka menyakitiku, Mas. Mereka membuatku kotor." Sungguh, bahkan tangan Lana sampai tak berani membalas pelukan Pras.
Pras mengepalkan tangan. Kemarahannya membara hingga ke ubun-ubun, "Siapa?"
"Ari dan Ridho, Mas."
Mendengar nama itu, Pras yakin semua ini ulah mamaknya, ternyata belum juga menyerah, hingga sampai hati melakukan semua ini ke Lana. Meski pahit dan getir terasa, Pras tetap mengajak Lana tidur, memeluk kekasihnya sambil membelai, memastikan Lana tidur dengan nyenyak di sampingnya, "Tidurlah, Sayang. Malam ini aku akan menjagamu. Tidak akan ada lagi yang berani menyakitimu." Mencium kening Lana lagi dan lagi.
***
Sudah pagi, kokokan ayam dan wangi masakan membangunkan Lana, meski semalam dia tidur nyenyak, nyatanya pagi ini tetap saja hatinya tidak tenteram.
Pras tidak ada di sampingnya, dia turun dari ranjang dan ke luar, mungkin Pras yang masak untuknya. Sengaja bangun lebih pagi agar hatinya lebih tenang. "Mbok Sri?" Lana terkejut karena itu bukan Pras. Apa semalam dia bermimpi? Kenapa sakit di selangkangannya masih terasa jika mimpi saja?

KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomancePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...