Dyah tersenyum melihat hasil USG, "Bagus. Kalau rumahmu dekat, aku akan mengizinkanmu pulang." Membersihkan perut Lana dan membantu Lana duduk, "Apa ada keluhan?"
Lana tersenyum sambil menggeleng, "Hanya perutku terasa berat."
"Ya, seharusnya kamu memakai baju dalam yang agak ketat, bagaimana pun aku baru saja mengaduk perutmu, dan baju dalam itu akan memperketatnya hingga terasa lebih nyaman." Dyah mendudukkan lagi Lana di kursi roda dan membawanya ke luar.
"Sepertinya aku membawa baju yang seperti itu, aku akan mencarinya nanti, apa kamu akan ke rumah sakit?" Melihat Dyah mengangguk, "Apa aku boleh di taman saja? Di sana aku merasa lebih tenang. Aku bosan kalau terus di rumah."
Dyah terkekeh, "Aku menyuruh pelayan mengawasimu, kalau butuh apa-apa, panggil saja mereka. Aku ke rumah sakit dulu, ya?"
Setelah Dyah pergi, Lana berdiri dengan hati-hati, pindah ke bangku taman. Menyandar sambil menatap langit dan dia tetap tak tahu sedang memikirkan apa.
"Silakan, Nona."
Lana menoleh dan tersenyum, "Terima kasih. Apa kamu sudah lama tinggal di sini?"
Pelayan itu mengangguk, "Setiap ada pasien, saya yang membantu nona Dyah, ada Anda membutuhkan sesuatu?"
Lana menggeleng.
"Sudah lama saya tidak melihat nona Dyah bersemangat seperti ini, mungkin karena pak Hendrik, pertemanan nona Dyah dan pak Hendrik sangat dekat dulu, dan sekarang pak Hendrik datang lagi bersama Anda."
Lana tersenyum. Membiarkan pelayan itu pergi karena tak ingin membicarakan siapa pun. Lana lebih sering melamun dari pada mengobrol dengan Dyah. Hingga di hari ke tujuh kepergian Hendrik ...
***
Lana tersenyum melihat mobil Hendrik masuk halaman.
Hendrik yang turun dengan membawa beberapa barang, tersenyum lebar, "Kau di sini untuk menyambutku?"
Lana malah tertawa, "Apa itu?"
"Donat." Menaruh barang itu di samping Lana dan mengambil donat yang dikatakan, memberikannya ke Lana, dan Hendrik juga mengambilnya sebuah untuk dimakan sendiri, "Apa Dyah ke rumah sakit?"
Lana mengangguk, "Katamu hanya dua atau tiga hari? Ini seminggu, Hen."
Hendrik terkekeh, "Mama menanyakanmu."
"Kudengar kamu dan Dyah berteman sejak lama, aku tahu kalian teman kulian, tetapi aku mendengar hal yang lain."
"Ya, dia mantanku, kita pacaran dulu."
Lana melongo mendengarnya, "Kamu benar-benar mengatakan itu? Apa kamu tidak merasakan apa pun?"
"Kenapa?" Hendrik melahap semua donat dan membuat mulutnya penuh, "Aku ingin orang yang kusayang tahu segalanya tentangku. Aku bawa ini dulu." Mengambil semua barangnya tadi dan meninggalkan Lana.
Lana diam, kenapa Hendrik terus mengatakan hal semacam itu? Sangat mengganggu dan membuatnya canggung. Lana menaruh donat yang tinggal separuh itu dan tersenyum saat Hendrik kembali bergabung, "Kamu terus mengatakan hal yang tidak kumengerti, Hen."
Hendrik terkekeh, "Tidak apa-apa, Lan. Aku tahu kamu mengerti, hanya saja karena ada Pras, kamu bingung harus menjawabnya apa. Aku tidak akan memaksamu menerimaku, hanya saja, saat kau lelah dengan Pras dan ingin pergi, aku di sini untukmu. Datanglah padaku, apa pun keadaanmu, aku akan menerimanya."
"Siapa yang mau menerima barang rusak sepertiku, Hen. Aku tidak bunuh diri karena takut akan dosaku sendiri. Hanya itu alasanku hidup." Lana menghela napas dan menatap langit.
![](https://img.wattpad.com/cover/275250619-288-k19594.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomancePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...