"Pulanglah. Aku tidak mau berdebat denganmu." Yuda sebisa mungkin langsung masuk agar tak sampai berseteru dengan Pras.
"Kalau kamu marah karena Teni, aku akan menjauhnya mulai sekarang, aku tidak punya perasaan sedikit pun padanya."
Muak! Yuda berbalik dan mendorong Pras agar menjauh darinya, "Pikirkan Lana, Berengsek! Buat apa kau memikirkan aku atau pelacur itu, hah?!"
Pras menggeleng. Ke arah mana Yuda bicara.
"Aku menolongmu, menganggapmu saudaraku, mengajakmu ke sini, semua karena Lana! Aku menginginkan kebahagiaan kalian dan sekarang apa yang kau lakukan, hah?! Setelah dia diper kosa oleh Ari dan Ridho, kau mencampakkannya seperti ini?! Apa kau masih pantas bersama Lana sekarang?!" Napas Yuda terengah-engah. Dia menahan amarahnya sekuat tenaga agar tak sampai menghajar Pras.
Tubuh Pras menjadi lemas, dia duduk di lantai sambil memegangi kepala, "Aku bahkan begitu takut menyentuhnya, aku tidak becus menjaganya, menjaga permataku yang paling berharga, dan sekarang dia sedang bersedih karena dikotori oleh orang lain yang bahkan tak bisa kubalaskan dendamnya. Aku pun tidak tahu harus melakukan apa. Aku ... aku ... aku putus asa."
"..."
"Aku ingin menangkap mereka, menghajarnya di depan Lana, dan membiarkan Lana balas dendam, tetapi aku tidak bisa melakukan apa pun, Yud. Aku bodoh dan sembrono." Pras berdiri, menghampiri motor, dan pulang. Sesampainya di rumah pun, dia membiarkan lampu tetap mati, diam dalam gelap. Beban yang semakin berat seolah tak ada artinya karena Lana tetap tak bisa tersenyum seperti dulu.
***
Hampir semalaman Pras tak tidur dan dia tetap ke pabrik. Dengan wajah kusut dan tubuh gontai, tetap berjalan ke gudang tiga.
"Pras!" Teni menyamakan langkah dan berjalan di samping Pras.
"Aku sedang sibuk, Ten. Aku juga tidak berniat lembur. Jangan menggangguku." Pras masuk gudang tiga dan mengambil buku laporannya. Menunggu truk pertama masuk dan mulai bekerja tanpa memedulikan Teni lagi.
"Pekerjaanmu sudah selesai?"
Teni menjingkat dan tersenyum melihat Hendrik di belakangnya, "Bapak ... sudah pulang?" Mengekor ke kantor.
"Ya, aku ingin melihatmu bekerja atau mungkin beberapa orang yang terlalu senang kutinggal." Hendrik membiarkan Teni masuk ruangannya, "Duduk."
Teni menurut.
"Aku tidak tahu apa ini mengejutkanmu." Hendrik memberitahu Teni rekaman yang sama yang diberitahukan ke Pras, "Kulihat kau sangat menyukainya. Apa dengan pria lain memang kamu seperti ini?"
Teni jadi gugup, "Anda akan memecat saya, Pak?"
Hendrik terkekeh, "Untuk apa? Bukankah itu hal yang wajar dilakukan semua orang yang masih hidup?"
"Anda ... menginginkan say-"
"Buang jauh-jauh pikiranmu itu padaku."
"Maafkan saya, Pak." Teni menunduk seolah menyesal sudah berkata lancang seperti itu.
Hendrik menghela napas, "Kau menyukai Pras?"
Teni mengangguk meski tetap tertunduk.
"Kalau begitu, aku akan mengajakmu bekerja sama."
Barulah Teni berani mengangkat wajah.
"Aku menyukai istri Pras,"
"Istri?" Teni bingung, bagaimana Hendrik tahu kalau Pras sudah punya istri? Dia saja tidak. Padahal sebagai bos besar, tak mungkin 'kan memperhatikan anak buahnya sampai seperti itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Kemarin
RomancePras sangat mencintai Lana. Rela bekerja ke luar kota untuk mempersunting wanita yang sudah diajak hidup bersama tanpa pernikahan. Tak peduli dengan Lana yang hanya hidup sebatang kara karena status yatim piatu yang disandang sejak umur belasan tahu...