IAL 19

1.3K 140 1
                                    

Sudah beberapa hari semenjak Marvino membawa Jericho pergi.

Kini Jericho duduk dengan kaki yang bergetar. Dia rasanya ingin menarik semua kata-katanya tempo hari lalu.

Namun di hadapannya sudah ada Rhea dan Hana yang tengah menatap kedua putranya dengan tatapan bertanya.

Memang masih belum di beritahukan, Jericho tengah menenangkan diri dan berusaha menghafal bait kata yang sudah diajarkan Marvino. Rasanya otak Jericho tiba-tiba hilang.

"Jadi?," Tanya Rhea.

"Kalian berdua mau ngenalin pacar kalian bareng-bareng gitu?, Ayo dong, Mama gak sabar nih," kata Hana menatap kedua pemuda di depannya.

Marvino menetralkan detak jantung nya yang memburu, rasanya ingin meledak. Dia kemudian menatap Jericho yang masih menunduk dengan wajah resah.

Melihat itu, Marvino tidak ingin berlama-lama. Dia menegakkan duduknya dan berdehem sekilas guna memusatkan perhatian mereka padanya.

"Gini Ma,"

Jericho menatap melas pada Marvino. Yang di tatap enggan sekedar melirik, Marvino tidak tahan dengan tatapan melas itu.

"Tolong, apa-apa yang Marvino bilang, Mama sama Mimi tolong dengerin sampai kita selesai ngomong ya," pinta Marvino.

Rhea dan Hana mengreyit heran namun tak urung mengangguk juga.

"Marv sama Jeri sebelumnya mohon maaf banget. Karna, kita berdua udah jalin hubungan yang lebih dari sahabat," Marvino menggenggam erat tangan Jericho.

"Marv sayang ke Jericho, sayang dalam artian lelaki ke perempuan pada umumnya. Maaf, kita tau ini salah tapi kita juga gak bisa ngelak."

"Maafin Jericho, Ma. Kalo boleh milih pun kita gak akan kayak gini. Maaf, maaf kita udah kecewain kalian." Suara Jericho bergetar.

Membuat Marvino reflek memeluk Jericho, membiarkan bahunya basah oleh air mata submissive nya.

Mengabaikan dua wanita paruh baya yang tercengang mendengar pengakuan kedua orang di depannya.

Rhea bahkan melemas mendengar itu. Terlebih tangisan Jericho terdengar sangat memilukan di telinganya.

Tak beda jauh dengan Rhea, Hana juga terkejut bukan main. Dia hanya diam menatap kosong pada putranya itu.

Jericho bahkan memukuli dada Marvino dengan kuat. Namun pelukan itu tak melonggar sedikitpun meski Marvino merasakan sakit di dadanya, apalagi di hatinya, melihat Jericho yang menangis demikian.

Melihat putranya yang menyembunyikan ringisan di wajah, Hana tersadar.

"Marv, bawa Jericho ke kamar, kalian disana dulu ya?" Ucap Hana begitu lembut dengan senyuman menenangkan nya.

Mendengar itu, Marvino dengan cepat mengangkat tubuh Jericho yang masih bergetar hebat.

Keduanya memasuki kamar Marvino yang masih temaram.

Jericho masih terisak di pelukan Marvino dan duduk di pangkuan lelaki itu. Meski Jericho sudah tidak memukuli Marvino, pelukan itu amsih tetap erat.

Marvino bahkan ikut menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Jericho.

"Sayang." Panggil Marvino.

Dia menuntun Jericho agar menatapnya, sebelum akhirnya menyatukan dahi mereka.

Jericho tidak sanggup menatap Marvino, dia masih memejamkan matanya dengan erat dan membiarkan air mata masih menetes. Tangan nya mencengkeram erat bahu Marvino.

"I know it's hurt. But I wanna say, I love u, more, much, and always. Aku yakin, kalau takdir berpihak sama kita, pasti kita di pertemukan buat nulis kisah kita bareng-bareng lagi. Tapi—"

Mendengar kata tapi, Jericho makin keras menangis. Dia beralih memeluk dan menyembunyikan wajah di leher Marvino. Pelukannya begitu erat, seolah tidak ada hari esok lagi

"Tapi, kalau takdir menolak." Marv menjeda karna dia juga menyeka setetes air matanya yang baru keluar setelah sekuat tenaga ditahannya.

"I'm Promised, I really. Janji kita bakal ketemu lagi, in another life. "

"Jericho, ayo kita pulang." Ajak Rhea yang tiba-tiba sudah di ambang pintu.

Mendengar itu, Jericho bukannya menurut malah semakin mengeratkan pelukannya dengan tangisan yang semakin menjadi.

"Jericho, pulang." Rhea mendekati keduanya.

Menatap punggung Jericho yang tampak bergetar samar. Gelengan kepala Jericho pun tertangkap oleh indra mata Rhea.

"Pulang dulu ya?, Besok aku kerumah kamu," bisik Marvino.

Meski fikirnya, bagaimana mungkin? Setelah kejadian ini? Masih diperbolehkan bertemu?. Terdengar sangat impossible namun jika itu terjadi, Marvino akan bersujud dan mengucap banyak-banyak rasa syukur.

"Jericho, pulang dulu ya?, Mimi ngajakin tuh," bujuk Marvino dengan suara yang mulai serak karna sakit di tenggorokan nya semakin menjadi.

"JERICHO PULANG !"

Sentakan itu begitu menggema hingga rasanya memenuhi seisi rumah. Membuat Hana menyusul ke kamar Marvino dan berdiri di ambang pintu.

Jericho seketika mematung. Bahkan suasana tiba-tiba terasa hening dan sepi. Setelah itu Rhea langsung beranjak, mengabaikan tatapan terkejut dari sahabat nya dan Marvino.

Pelukan terlepas. Marvino menatap Jericho yang mengeraskan rahangnya namun air mata begitu deras mengalir di pipinya.

Tanpa berlama-lama menatap Marvino, Jericho turun dari pangkuan lelaki itu. Membuat Marvino merasa kosong karna tubuh yang di peluknya terlepas.

Lalu dengan langkah beratnya. Jericho berlalu dari hadapan Marvino yang berharap Jericho berbalik badan.

Bertatapan dengan Hana, Jericho tersenyum kecil dan melanjutkan langkahnya yang kemudian berlari.

Kaki Jericho seakan di tarik rantai kasat mata yang kekuatannya masih bisa Jericho lawan.

Sedangkan Marvino. Air mata nya mulai mengalir dengan bebas menatap kosong pada tangannya. Seolah dia telah melepaskan separuh dari bagian hidupnya.

Melihat putranya menangis, hati Hana terasa di tusuk dengan belati yang begitu tajam. Dia bahkan ikut menangis melihat Marvino yang menunduk menarik kasa helai rambutnya.

"Marv," suara Hana bergetar sembari mendekati putranya.

"Marv sayang,"

Marvino menoleh. Membuat Hana semakin terisak melihat tatapan terluka di mata Marvino.

"Ma,"

Hana memeluk erat putranya yang menangis keras. Jika dulu Hana akan menenangkan, kini dia tidak tahu harus bagaimana.

Patah hati memang semenyakitkan itu. Namun jika dalam kasus Putranya, rasa sakitnya pasti lebih-lebih besar.

Marvino terus meraungkan nama Jericho di pelukan ibunya.

Semuanya sudah jelas. Sangat jelas.

Keduanya tidak di takdirkan bersama. Memang sedari awal seperti itu, namun keduanya memaksa.

۝ ۝ ۝

۝ ۝ ۝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
In Another Life ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang