IAL 22

1.4K 131 3
                                        

"Bang," panggil Madreya.

Keduanya tengah sibuk mengemas barang-barang milik Marvino yang akan di bawa, Madreya juga membantunya dengan senang hati.

"Itu terlalu banyak," ucap Madreya menunjuk koper yang di isi penuh oleh barang-barang yang bersangkutan dengan Jericho.

Seolah nyawanya kembali, Marvino tersentak kecil. Dia kembali mengeluarkan benda-benda itu. Namun satu bingkai foto berukuran 2R tidak dia keluarkan.

Potret Marvino dengan Jericho yang tersenyum lebar berlatar air terjun di puncak saat mereka berlibur dan mulai menjalin hubungan.

"Tolong, jangan ada yang di buang dari semua yang ada disini," pinta Marvino menatap lekat pada bingkai foto itu.

Mendengar itu Madreya hanya tersenyum kecil, "Iya, nanti yang beresin kamar Abang aku aja biar gak geser seee inchi pun."

"Marvino," panggil Hana yang sudah di ambang pintu.

"Makan dulu ya?, Itu mama buat omelette. Itu biar Mama sama Madreya aja yang beresin," ucap Hana sembari mendekat.

"Gausah, Ma. Aku gak laper, ini sebentar lagi juga selesai." tolak Marvino dengan halus

Hana mengambil duduk di sebelah putranya, dia menahan dengan lembut tangan Marvino yang masih bergerak menata isi kopernya.

"Papa mau ngomong sama kamu."

Mendengar itu Marvino mengangguk kecil. Dia segera beranjak dari kamarnya menuju ruang makan.

Tiba disana, benar Papa nya terlihat sudah menunggu dengan koran yang menutupi wajahnya dan secangkir kopi di depannya.

Sepiring nasi dan lauk pun tersedia disana sepertinya di siapkan oleh Hana untuknya.

Marvino masih diam, dia tampak tidak perduli dengan kehadiran Mahen di dekatnya. Dia hanya duduk di kursinya dan mulai menyantap porsi yang di buatkan ibunya.

"Marv," panggil Mahen setelah meletakkan koran nya.

Marvino hanya menoleh menatap sekilas pada sosok paruh baya itu lalu kembali menyantap tanpa minat pada hidangannya.

"Udah siap?" Tanya Mahen.

Gelengan yakin Marvino berikan, membuat Mahen merasa bodoh karna mempertanyakan hal itu.

"Siang ini Papa ngizinin kamu ketemu Jericho di bandara nanti," ucap Mahen.

Pergerakan Marvino seketika terhenti. Seolah dentingan sendok pada piring mempengaruhi pendengarannya.

"Tentu untuk yang terakhir kali." Lanjut Mahen.

Marvino terlihat mengeraskan rahangnya. Dia Sekarang benci pada kata, 'Untuk yang terakhir'. Dia merasa itu sangat tidak adil.

"Abis itu, Papa gak akan biarin kamu ketemu atau bahkan liat Jericho seujung jari pun. Kamu harus berubah, Marv." Mahen menekan di akhir kalimat nya.

Menegaskan bahwa Marvino, harus dan sangat harus berubah menjadi lebih baik dari yang sekarang. Dalam artian, tidak tenggelam dalam dunia LGBT.

Setelah mengatakan demikian, Mahen berlalu membawa serta koran dan cangkir kopinya.

Meninggalkan Marvino yang mengepal kuat sendok di tangannya, sebelum kemudian di banting kasar.

۝ ۝ ۝

۝ ۝ ۝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
In Another Life ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang