IAL 14

1.6K 142 0
                                    

Benar saja. Di mobil, Jericho sudah meneteskan air matanya sembari menunduk.

Marvino melihatnya, sedikit ada rasa gemas. Dahulu Jericho bertingkah seperti itu pula, namun masih berseragam merah putih dan menangis karna masih terus dicium olehnya.

Sekarang, Jericho menangis lantaran di ancam akan ditinggalkan olehnya. Meski bukan Marvino yang melakukan itu.

Marvino membiarkan Jericho menangis, dia mengemudikan mobilnya menjauh dari halaman rumah Jericho. Saat sudah di luar kompleks rumah, mobil itu di tepikan oleh pengemudinya.

Sedetik kemudian Marvino menghadap Jericho yang masih di posisi sama.

"Babe, come on look at me," kata Marvino dengan lembut.

Menunduk membuatnya sakit, Jericho akhirnya menurut pada Marvino. Di tatapnya lelaki itu dengan wajah sembab nya.

"Gak apa-apa ya?, Mereka orang tua, wajar kalo ngomongnya begitu karna liat anak nya udah besar belum bawa calon mantu buat mereka." Jelas Marvino sembari mengusap lembut pipi Jericho.

Mendengar itu, Jericho melengos, menatap jendela dan mengabaikan Marvino yang menghela nafas.

"Kalo gitu, kita mendingan gak gini dari dulu. Lama-lama aku terus yang di pukul sama kata 'nikah' yang konteks nya bagi aku, kamu harus ninggalin aku." Kata Jericho.

"No, hei. Don't said that." Marvino kesal dengan perkataan Jericho.

Mengapa tidak bersama jika saling mencinta?. Memang salah jika mereka berjuang? Bukannya itu hak mereka?. Toh Jericho sudah mau berjuang bersamanya, mengapa minta berhenti sekarang? Saat dimana keduanya harus benar-benar berjuang?.

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Marvino.

"Gimana kalo mereka lama-lama jodohin kamu, atau aku? Sangking pengen nya liat anak-anak mereka nikah?," Tanya Jericho masih enggan menengok Marvino.

Mendengar pertanyaan itu, membuat pening di kepala Marvino semakin terasa. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi sembari memejamkan matanya.

"Kamu mau berhenti?, Seriously babe?. Even kita udah lama bareng-bareng?," Tanya Marvino melirik Jericho.

Melihat lelaki itu membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya, Marvino segera memotong.

"Kamu lupa janji kita?, Berjuang bareng-bareng?. Jericho, ini waktunya kita bener-bener berjuang. Semua yang kita lewatin itu rintangan dan kamu gak boleh nyerah." Sambung Marvino.

Dengan cepat pula Jericho menjawab. "Aku tau! Aku tau dan aku inget!. Tapi dari awal kita emang udah melanggar norma, negara kita punya norma, Marv. Dan takdir, dari awal juga aku udah bilang mereka jahat !."

Keduanya bertatapan. Jericho dengan pandangan berapi-api dan Marvino dengan pandangan dingin yang menghanyutkan.

"Abis pulang kantor kita speak up sama mereka." Putus Marvino.

Dia bahkan terlihat tidak mau mendengarkan Jericho yang hendak berbicara. Lantaran tangannya dengan kasar menarik persneling mobil dan mengemudi dengan aura dingin di sekitarnya.

Jericho hanya diam tak bergeming. Mendengar Marvino berkata seperti itu, membuat kepalanya seketika berisi bayangan reaksi-reaksi kedua orangtuanya saat mendengar kabar itu.

Sedangkan Marvino. Dia melakukan itu lantaran dia tidak mau semua waktunya terbuang sia-sia hanya karena Jericho yang berhenti berjuang.

Mereka menjalin berdua, bersama berdua, selalu dan akan terus seperti itu, lalu jika Jericho berhenti?, Marvino harus sendiri? Tidak, dia tidak mau. Jericho hanya milik nya sampai kapanpun.

In Another Life ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang