IAL 24

1.4K 160 16
                                        

Demi apapun. Jericho melakukan ini bukan karna dia menyetujui bahwa ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Marvino.

Terakhir dalam artian tanpa hubungan.

Jericho memiliki dendam yang begitu besar pada takdir yang kejam.

Dan untuk membalaskan dendam nya, Jericho akan membuat Marvino bersumpah untuk melawan takdir suatu saat nanti.

"Boleh nanti Jericho peluk Marv?" Tanya Jericho.

Mereka bertiga tengah berjalan memasuki bandara untuk menghampiri keluarga Marvino.

Raut wajah Jericho sama sekali tidak menunjukkan raut senang. Kedua orangtuanya berfikir, Jericho menyembunyikannya lantaran takut membuat mereka semakin kecewa.

Tapi siapa yang tau detak jantungnya yang bergemuruh kencang. Dan semangat yang menggebu untuk menghasut Marvino turut membenci takdir.

"Boleh," jawab Rhea dengan senyumannya.

Kini langkah keduanya semakin mendekat pada tempat duduk.

Terlihat Jericho mulai gugup, dia mengepal kuat tangan di samping badannya.

Sementara di keluarga Marvino. Yang pertama menyadari kehadiran mereka adalah Madreya. Lelaki itu menyenggol lengan Marvino yang tengah melakukan kebiasaan barunya— melamun.

Lalu saat jarak tinggal sepuluh langkah, kedua tatapannya bersibobrok. Mengunci satu sama lain di tatapan menyiratkan rindu dan sakit yang mendalam.

Sampai Marvino kalah dengan rasa rindunya. Badannya bergerak sendiri, seolah tubuhnya tak melupakan respon pada radar Jericho.

Senyum keduanya terpatri saat sudah berhadapan. Lalu tanpa menunggu lagi, mereka berpelukan dengan erat, sangat erat.

Saling menumpahkan rindu yang terlarang dan mengadukan sakit yang teramat.

Air matanya sama-sama mengalir deras. Melupakan pandangan orang-orang yang terheran melihat kedua lelaki itu. Meski begitu mereka berasumsi keduanya adalah kakak beradik kembar yang akan berpisah.

Rhea dan Hana tampak terenyuh hatinya. Mereka juga ikut menangis melihat pemandangan itu.

"Marv," bisik Jericho.

Rambut Marvino di remas kuat saat lelaki itu memberikan ciuman kupu-kupu pada leher nya.

"Harusnya jangan," ucap Marvino.

"Jangan dateng, jangan mau. Aku benci yang terakhir, jangan jadiin ini yang terakhir, tolong jangan."

Jericho semakin terisak mendengar deretan kata dari Marvino.

"You're not fine."

Jericho mengangguk-angguk, dia kemudian mencoba menghentikan tangisnya untuk sekedar tersenyum sebelum berkata.

"Karena takdir jahat," bisik nya.

Jericho berbisik sembari memandangi dua keluarga di balik tubuh Marvino. Jaraknya tidak dekat, membuat Jericho tak perlu khawatir suara serak paraunya akan terdengar.

"Sakit Marv, banget. I really love you."

Jericho tak sanggup lagi melanjutkan perkataannya, dia kembali menangis. Kali ini suara tangisnya benar-benar membuat Marvino sesak.

Lelaki itu melepaskan pelukannya, mengusap lembut pipi putih Jericho yang terdapat jejak air matanya.

Mata merah sembab keduanya bertatapan. Tangisan Jericho yang menyisakan isakkan membuat Marvino mengusap dadanya dengan lembut.

In Another Life ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang