Prologue

297 16 8
                                    



Disclaimer!

Cerita ini mengandung beberapa unsur penyimpangan yang terjadi pada remaja. Kata-kata kasar. Pelecehan serta hal-hal yang berbau kekerasan seksual. Harap bijaklah dalam memilih bacaan.



HAPPY READING!

***

Cewek itu itu gemetar. Terus menekan sebuah menu di ponsel pintarnya dengan kondisi yang cukup acak-acakkan di dalam kamar mandi. Dia terus menepuk dadanya, menenangkan diri untuk mengurangi kadar kepanikkan akut yang melandanya saat ini.

DOK! DOK! DOK!

Sementara itu, sesosok dari balik pintu kamar mandi terasa begitu menyeramkan. Terus menggedor pintu khas orang yang tidak sabaran. Terus berteriak memaki. Seolah hendak memangsa gadis mungil yang berada di dalamnya hanya dalam hitungan detik.

Gadis kecil itu sontak semakin ketakutan. Serangan panik kembali kambuh, membuatnya sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri.

Tidak mau menyerah. Dengan sekujur tubuh yang banjir keringat, ia tetap berkutat pada ponselnya. Menekan menu help pada sebuah aplikasi yang sejak awal membawanya sejauh itu. Namun beberapa detik gadis itu histeris. Dia menggila. Masih sadar, ia membasuh wajahnya berkali-kali untuk memaksa dirinya pulih. Namun hal itu percuma, karena tidak bisa memenangkan dirinya saat ini.

***

Para siswa dipersilahkan memasuki ruang ujian. Diminta duduk pada bangku masing-masing yang sudah dipersiapkan sesuai dengan nomor ujian masing-masing siswa.

Riuh sedikit terasa, tepat sebelum para peserta ujian diminta untuk memasuki ruangan dengan problematiknya masing-masing. Namun tidak dengan salah seorang siswi bersurai high two pigtails itu. Tampak tenang, menutup bukunya lalu merapikan letak kacamata yang membingkai manik minusnya.

Dia sudah bekerja keras untuk mempersiapkan semua ini. Untuk hari ini, dia akan berjuang lagi.

Atmosfer hening. Pengawas yang sekaligus berprofesi sebagai guru mereka saat itu mulai membagikan kertas ujian. Cewek kuncir dua itu tampak memiliki semangat menggebu, namun lima belas menit dia berhasil menjawab beberapa soal di kertas ujian, serempak tiap manusia yang berada di ruangan ini menatapnya dengan sorot yang berbeda-beda. Mendadak dirinya menjadi pusat perhatian di tengah keheningan.

Dogigo ... Couckk.

Couck

Cewek itu panik. Merogoh kantong pakaiannya dan menemukan sebuah ponsel.

Suara ring tone dari ponselnya terus berbunyi setiap detik, mengundang semua mata yang berada di sini berpusat padanya.

Bahkan, guru pengawas ujian berakhir melenggang menghampirinya  dengan sinis. Namun bukan itu yang penting sekarang, alih-alih membiarkan guru yang kini tampak menyorotnya tajam, dia justru fokus dengan ponselnya.

Bola mata siswi itu membola nyaris keluar. Ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada ujian semesternya saat ini.

"Jihan!"

Bak petir di siang bolong. Suara baritone itu menegurnya dengan tegas. Cewek kuncir dua yang menjadi objeknya tidak tahu menahu, terus berkutat pada ponselnya seolah teguran gurunya sebagai angin lewat saja.

Merasa kesal, Pak Bardi merebut ponsel pintar itu dari tangan Jihan. Cewek itu justru tersentak. Sedang genting-gentingnya, ia reflek berteriak marah pada sesosok yang sejak awal ia hormati itu.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang