Five: Shit parents

47 11 1
                                    









Pukul sepuluh malam, Jinu asik sendiri di kamar. Berkutat pada ponselnya. Membiarkan wajahnya sebebas mungkin untuk bersaksi.

Cowok itu beberapa kali terpingkal sembari bergulingan di kasur king size-nya. Setelah berususah payah untuk mendapatkan nomor Jihan, tentu saja ia akan mengusili cewek itu sampai benar-benar mencapai kadar kejengkelan di atas rata-rata.

Jinu bisa menebak setelah ini Jihan akan memblokir nomornya atau malah mengganti  nomor.

Masih asik menggoda Jihan, ketukkan pintu disertai kedatangan wanita paruh baya yang masuk dengan permisi menyadarkan Jinu. Cowok itu berdeham. Mengukir senyuman manis saat orang yang disinyalir Ibu kandungnya ini akan memberi arahan seperti biasanya.

"Jinu enggak belajar? Atau ngerjain tugas?" Miya bertutur lembut pada putra sulungnya. Membawa beberapa cemilan dan segelas susu pada sebuah nampan. Ia menaruhnya di nakas samping tempat tidur sang anak.

"Udah, Ma. Jinu hari ini juga udah selesai UTS. Udah les privat juga."

"Kalo gitu udah jam segini istirahat, ya." Miya  tak dapat dibantah. Dia tersenyum manis pada putranya. "Mana hp-nya? Besok pagi Jinu ambil. Takutnya malah makan waktu istirahat kamu, kan."

"Ma," Jinu bersuara. Menghela nafas berat. Pemuda itu membuang muka dengan wajah yang cukup kurang mengenakkan.

Ia ingin protes namun lagi-lagi tertahan. Jinu paham betul bahwa jiwanya bukan sepenuhnya hak milik dirinya sendiri. Dia selalu menjadi boneka orang tuanya.

Jinu yang mulai kehilangan mood memilih untuk tidak mengikuti instruksi dari sang Mama. Cowok itu bangkit dari kasur. Melengos pergi mengabaikan Mamanya yang masih tampak intens. Namun, baru saja ia membuka pintu kamar, suara pecahan beling yang jatuh ke lantai mengagetkannya.

Bergeming. Jinu mendadak mengurungkan niatnya untuk pergi, begitu menyaksikan suatu keributan dua orang yang entah sudah berapa lama terjadi.

"Tutup mulut kamu Thaniel! Kamu memang tidak bisa diandalkan?!"

Suara itu mampu membuat seisi rumah tersentak, meskipun hanya dikeluarkan oleh seorang pria tua renta yang kini gemetar memegangi tongkatnya. Terkecuali untuk seorang pemuda yang kini menjadi lawan bicaranya.

"Ck. Emang hal apa yang bisa diandelin dari anak haram hasil hubungan gelap kayak aku?" Dia tidak bermaksud mengatakannya. Siapa yang sanggup untuk mengatakan kebenaran yang begitu pahit itu di sini.

Thaniel sadar. Bahwa kedatangannya di rumah ini hanya tidak lebih sebagai alat. Pria tua yang kini mengukir raut geram pada kulit keriputnya itu tidak bisa terus meng-handle segala asetnya tanpa seorang ahli waris.

"Ka-kamu!" Wyman memegangi dadanya yang mendadak sakit. Titik kemurkaannya mulai muncul di antara urat-urat area pelipisnya yang mendadak mengejang. Ini bukan pertama kalinya ia tertohok dengan ucapan darah dagingnya yang memang sejak lahir tidak pernah mendapatkan perhatiannya itu.

Meski begitu, Wyman tetap sabar. Sejak kematian Putra kandungnya hasil dari pernikahan sahnya dengan Hanum, dia tidak bisa apa-apa lagi selain berharap dengan anak pembangkang yang selagi masih teralir darah kentalnya itu.

Masih berada di ambang pintu. Jinu bergeming di tempatnya. Tertegun, memperhatikan pertengkaran dua orang itu.

Miya yang berada di belakang menghampiri Putra sulungnya. Dia mengusap bahu kanan Jinu, lembut. Dengan tenang, berucap, "Sekarang Jinu ngerti, kan? Kenapa Mama ngelakuin ini semua untuk kamu?"

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang