Seven: Enter your password (b)

37 8 0
                                    



Pulang nyaris magrib. Jihan melepas dasi seragam yang mengikat lehernya, cekat. Wajahnya yang kusut sudah pasti menggambarkan banyak keletihan di sana.

Andai para umpan wanita yang direkrutnya tidak banyak yang melanggar aturan main, tentu ia tidak akan serepot sekarang.

Namun Jinu yang hari ini tidak ada menguntitnya, sedikit mengurangi beban Jihan dalam pekerjaannya.

Tidak mau ambil peduli. Mungkin Jinu sudah menyerah untuk kepo dengan pekerjaan Jihan. Baguslah. Dengan begitu, Jihan sudah tidak merasa was-was lagi dalam bekerja.

Cewek itu bersenandung. Melepas kaus kakinya dan meletakkan sepatunya pada rak kayu. Tidak menemukan keberadaan Jinu, Jihan seolah merasa satu beban yang lain sirna. Hidupnya beberapa kali lipat lebih tenang. Namun saat membuka pintu rumah ia terperangah. Rupanya ketenangan itu hanya bertahan sementara.

Pintu bergelayut ke arah dalam. Menampakkan seorang cowok yang baru saja lenggang di kepala Jihan.

Kedua netra terbelalak. Jihan tergagap. "Ji-Jinu ... Ngapain lo di rumah gue?! Maling, ya?!"

"Jahatnya ... " Seperti biasa. Jinu sok memasang wajah cemberut untuk meledek. "Ketemu camer masa dikatain maling."

"Hah?!" Jihan hilang akal. Sampai lupa kalau tidak perlu menggubris ucapan Jinu yang memang sering melantur. Namun kemunculan wanita paruh baya yang tiba di belakang Jinu semakin membuat Jihan kalap. "Mama ngapain di sini?!"

Tidak tersinggung dengan ucapan putrinya, Winar hanya tersenyum cerah. "Kok nanya gitu, sih. Ayok masuk. Mama udah masak yang banyak buat kamu sama Jinu."

Jihan nyaris mencibir. Sejak kapan Mamanya menjadi sok manis seperti ini?

Jengkel luar biasa, Jihan lebih memilih untuk mengabaikan dua manusia pengusik yang bisa kompak sekali membuat darahnya mendidih.

Saat masuk di ambang pintu mood buruknya Jihan semakin bertambah begitu Winar menyuarakannya;

"Jihan, kamu punya pacar tajir kok gak bilang-bilang, sih?"

"Mama punya masalah apa sih? Kalo mau, Mama aja yang pacaran sama Jinu!"

Baru saja Jinu hendak ikut-ikutan menyahut perseteruan antara Ibu dan Anak itu, dirinya langsung kicep dengan kehadiran seorang wanita paruh baya yang lain yaitu Ibu kandungnya sendiri.

"M-mama?" Berbanding terbalik dengan sikap usil yang biasa dilakukan pada Jihan. Jinu berubah seratus delapan puluh derajat ketika berhadapan dengan wanita yang melahirkannya.

Cowok itu amat santun. Wataknya yang ditunjukkan benar-benar menggambarkan bagaimana dirinya yang memang dari kalangan terpelajar. Jihan kali sukses dibuat terpukau.

"Mama tau dari mana Jinu ada di sini? Maaf Jinu enggak ngabarin soalnya cuman sebentar kok karna mau pinjem catatan do-"

"Ckckck ... " Miya mengangkat telunjuk lalu menggoyangkannya tepat di depan putranya. Sontak, Jinu langsung berhenti bicara begitu acungan satu telunjuk tersebut kini sudah menempel pada bibirnya--memintanya untuk berhenti bicara---. "No. No. No. Mama ke sini bukan nyari kamu, Jinu. Mama mau ketemu sama yang namanya Jihan?"

Jihan ternganga. Winar dan Jinu terperangah.

"Iya. Kamu kan yang namanya Jihan?" Senyuman Miya mengembang. Dia menatap Jihan, ramah.

Untuk mengetahui hal apa yang akan disampaikan oleh Miya. Mereka semua memutuskan untuk berkumpul di ruang tamu. Winar pergi ke belakang sebentar untuk membuat beberapa gelas teh hangat.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang