Twenty three: Looks kinda dumb

16 6 3
                                    



Di ruangan yang kecil yang cukup sederhana itu mereka bersembunyi. Membangun suatu tempat di mana mereka bisa melarikan diri dari segala hal yang meresah di dada, yang menjadi satu-satunya tempat untuk pulang, karena pada dasarnya tidak semua rumah adalah tempat tinggal yang nyaman bagi setiap orang.

“Lo gak ada niatan pulang ke rumah? Nyokap lo dari tadi nelponin gue mulu. Gue berasa diteror.” Jihan mengangkat ponsel pintarnya dengan wajah datar. Orang yang satu-satunya bisa ia ajak bicara itu hanya menggedikkan bahu tidak peduli. Begitu acuh seolah tidak ingin terpengaruh oleh apapun hingga saat ini.

“Pake nanya segala.” Jinu berujar sembari fokus mengemasi serta memindahkan beberapa barang di tempat baru mereka. “Tinggal bilang aja gue lagi less private sama lo. Selesai, kan?”

“Ya tapi masalahnya, gue pake alasan itu-itu mulu dari kemaren,” Jihan menjawab cuek. Mematikan ponselnya kemudian kembali pada kesibukan mereka yang belum juga diselesaikan sejak tadi siang.

Jinu berdecih. “Loh, emang cuman itu alasan Nyokap gue ngebolehin main sama lo, kan?”

“Hm, iya juga sih.” Jihan menggaruk kepalanya yang mulai pusang. “Eh! Bentar-bentar! Yang ditutup kain putih itu barang-barang yang punya sewa, ada beberapa yang kayaknya juga gak kepake. Daripada menuh-menuhin tempat mending taroh gudang aja.”

Jinu mengangguk mengerti. Dia beralih pada beberapa barang besar yang dalam keadaan ditutup kain putih lebar. Hendak mengurus barang tersebut sesuai yang diinstruksikan oleh Jihan. Namun saat membuka kain putih tersebut Jinu mendadak termangu di tempatnya, Jihan yang turut menyaksikan mendadak mendekat lantaran terpukau.

“Hm?  Keyboard musik?” Jihan menyentuh benda yang dipenuhi cukup debu itu. Meniupnya dan sedikit membersihkan dengan kain sapu tangan. “Keliatannya masih bagus. Sayang banget dijadiin rongsokan gini.”

Saat hendak memindahkan benda tersebut, Jihan mendadak terhenti saat Jinu yang tiba-tiba menahannya.

“Lo- ngerti cara pakenya?” tanya Jihan ragu.

Jinu tidak menjawab. Namun langsung mengambil benda tersebut dari Jihan. Dalam beberapa menit ia selesai membereskan benda itu hingga berfungsi kembali.

Jihan tersenyum antusias. Mengetuk satu tuts dari keyboard itu yang mengeluarkan bunyi.

“Ngaku! Lo curiga anggota band estehduabelas ya!” terka Jihan dengan sorot menggoda.

“Apaan, sih. Hehehe” Jinu terkekeh lantaran malu.

“Ayok tampil! Tampil! Tampil!” Jihan bersorak, heboh sendiri. Jinu memutarkan bola mata malas kemudian menaikkan bahu untuk terang-terengan menolak.

“Ah! Gak asik lo!” kesah Jihan cemberut.

“Ya udah, deh.” Jinu pada akhirnya mengiyakan juga. Senyuman Jihan kian merekah, dia ikut duduk di sebelah Jinu yang kini sudah berada di hadapan keyboard musik.

“Lo mau lagu apa?” tanya Jinu.

“Hmm … lagu apa ya.” Jihan tampak berpikir. “Gue bingung juga. Entar kalo gue sebutin judul lo malah gak bisa.”

“Sebenarnya gue punya lagu ciptaan sendiri, sih. Bahkan udah punya beberapa demo.”

“Serius!” tanya Jihan bersemangat. “Gue mau denger, dong!”

“Ehm … gimana, ya. Mimpi gue sih, itu bakal jadi lagu pertama kalo gue debut jadi musisi. Tapi karna gak bakal kejadian, gak papa deh.” Jinu memulai mengambil alih keyboard. Jemarinya mulai menekan tuts keyboard perlahan untuk memulai intro dari sebuah lagu ciptaannya. Terus berlanjut menciptakan melodi indah yang menangkan indera.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang