Berlenggang menuruni tangga menuju perpustakaan, Alna mulai menyadari sesuatu yang janggal sejak ia berada di kelas tadi.
Sampai di lantai dua ia menghentikan langkah. Merasa sedang diikuti.
Alna menyapu pandang. Sekelumit ia dapat melihat siluet seseorang yang kini tampak bersembunyi pada bordes tangga yang jarak tingginya tidak terlalu jauh dengan anak tangga yang dipijaknya saat ini.
Alna berpura-pura lengah. Dan benar saja. Sosok itu muncul lagi. Berjalan mengendap-ngendap ingin menempelkan kertas berukuran sedang ke punggung cewek itu.
Namun kelincahan Alna membuat orang merasa itu terkesiap. Dia tak dapat berkutik begitu Alna menangkap tangannya dan langsung memelintirnya ke belakang. Cowok itu mengaduh bertepatan Alna menjedotkan tubuhnya ke tembok.
Alna merampas kertas yang nyaris ditempelkan ke punggungnya. Membaca tulisan dengan ukuran huruf besar itu.
'Gue cuman keset. Diinjek gak masalah'
Alna menarik nafas dalam-dalam. "Gue tau gak ada urusan apa-apa sama lo, ya. Bahkan gue pun juga gak yakin kita pernah papasan, apa lagi saling kenal. Sekarang kasih tau siapa yang nyuruh lo ngelakuin ini!"
Cowok itu tetap tidak menjawab. Seolah mengunci mulut. Dia bebas mengabaikan pertanyaan Alna.
Jengkel diabaikan, Alna menguatkan pelintiran tangan yang masih dalam cengkramannya saat ini. Cowok itu menjerit hingga akhirnya terpaksa membuka mulut. "A-akkk! Adduh! Ampun, Na! I-iya gue jujur! Btw, emang lo kagak tau? Tradisi di sini apa?"
"hah?! Tradisi Apaan?"
"Buat anak yg bukan siapa-siapa kayak kita, gak boleh lancang ama mereka yg spesial di sekolah ini. Bagi mereka yg udah terlanjur ngelakuin kayak lo, pilihannya cuman dua. Stay tapi jadi bulan-bulanan mereka atau cabut dari sekolah ini." Cowok itu mulai menjelaskan. Meringis, ia mengimbuhkan, "Lo udah lancang sama Harlan. Jadi gak usah heran lagi kalo lo jadi target sasaran empuk rundungan kali ini. Jangan salahin gue, Na. Gue cuman gak mau cari masalah aja. jalanin perintah sepenuhnya untuk tetap posisi aman."
Perlahan, Alna melepaskan cengkeramannya. Gadis itu mengusap wajahnya frustasi. Beberapa detik pandangan berubah bengis. Bibir menggeram. "Harlan! Awas lo!"
Alna kembali berjalan tergesa. Sebelah telapak tangannya mengepal kuat. Cowok yang hanya menjadi kacung tadi terbelalak.
Sepertinya ... akan ada peperangan setelah ini.
***
Apa yang harus dia lakukan?
Jihan memijat keningnya. Kepalanya berdenyut-denyut nyeri, memikirkan kemungkinan terburuk yang akan dilakukan Jinu setelah ini.
Dia masih berada di kantin. Duduk di hadapan meja panjang yang dikelilingi banyak kursi kosong. Sejak tadi hanya mengaduk-ngaduk mie ayam yang dipesan tanpa berniat memakannya. Jihan tak punya selera bahkan untuk sekedar mengisi perutnya yang kosong.
Jihan langsung membanting sendoknya, begitu Jinu datang seenaknya dan duduk di hadapan meja yang sama dengannya. Seolah tidak kapok dengan penyiksaan Jihan tadi malam, dia masih saja mengganggu dan mengikuti Jihan persis seperti jelangkung yang tidak diberi sajen saja.
"Ck. Gimana? Lehernya gak sampe patah, ya?" Jihan berdecih.
"Hahahaha! Aman, Beb. Cuman keseleo dikit. Diurut Mak Yati langsung sembuh."
"Kalo gitu ayok reka ulang kejadiannya."
"Waduh! Gue gak sanggup." Jinu terkekeh kemudian sok cemberut. Mendekatkan kursi nya pada Jihan lalu mencomot pentolan baksonya. "Btw, gue punya penawaran bagus buat lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take your Partner [Complete]√
Teen FictionJihan tidak pernah menyangka, akan melibatkan teman sekelasnya sendiri pada bisnis penipuan berkedok prostitusi yang menjadi satu-satunya sumber nafkahnya saat itu. Belum lagi, kemunculan anak baru semakin mengusik ketenangannya dalam menjalankan b...