Twenty seven: Shut the fuck up!

10 5 0
                                    





Alana mengibaskan tangannya yang baru saja dibersihkan. Menjadi tukang urut dadakan rupanya tidak terlalu buruk juga. Seketika Alana malah mempertimbang mengenai kerja paruh waktu sebagai tukang pijat. Namun sedetik kemudian berubah pikiran jika harus memikirkan bagaimana memegang tubuh lawan jenis terlebih lagi pelanggan kurang ajar seperti Harlan.

Usai keluar dari toilet Alana berkeliling untuk melihat-lihat. Dia sudah beberapa kali ke sini namun terkadang masih lupa akan letak kamar Harlan dan berakhir nyasar.

Alana  manut saja saat Bi Ratih menyarankan agar langsung segera pergi ke sekolah begitu menemukan pintu keluar. Tugasnya kali ini dilakukan dengan baik. Kini Harlan sudah terlelap dan suhu tubuhnya yang kian turun. Cowok itu juga sudah makan dan meminum obatnya.

Namun sempat berkeliling, beberapa menit Alana menemukan ruangan yang cukup berbeda. Berbekal penasaran, dia mengintip pada celah kaca yang sebagin tidak tertutup tirai. Ini seperti ruangan kerja. Pasti ruangan khusus ayahnya Harlan.

Ayahnya Harlan.

Alana yang ingin kembali berjalan mendadak menghentikan langkah. Dia terpikirkan sesuatu.

Ayahnya Harlan. Itu artinya ini adalah ruangan kerja milik Gabino Adibrata. Seorang pengacara handal yang terlibat dengan kasus ayahnya delapan tahun yang lalu.

Tidak peduli akan kelancangannya, Alana mencoba membuka knop pintu tanpa ragu. Dan hasilnya, tidak terkunci.

Alana dengan cepat masuk. Menggeser tirai hingga menutup bayangan dari luar yang mengekspos dirinya memalui kaca transparan.

Mencoba untuk menggeledah dari deretan berkas berdasarkan tahun. Alana berharap setidaknya menemukan kebenaran yang akan menyelamatkan ayahnya dikemudian hari.

Terus menggeledah tanpa menyerah. Sampai akhirnya Alana menemukan satu map yang janggal. Tahun yang tertulis sesuai dengan kriteria pencariannya. Namun akibat kelincahannya yang terburu-buru dia justru menjatuhkan benda itu ke lantai.

Saat membungkuk untuk mengambil benda tersebut, dia tiba-tiba tersentak. Pintu terbuka dengan cepat dan menampilkan seseorang yang kini menetapnya intens sekaligus bingung.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Wajahnya datar. Dihunuskan pertanyaan itu spontan pada gadis yang sepantaran putranya itu. Alana tercengang untuk beberapa saat lantaran terpukau karena tidak berhadapan langsung dengan Gabino sejak kasus ayahnya beberapa tahun yang lalu. Pria itu bahkan tidak mengenalinya.

Alana berdeham untuk memecahkan keheningan. Kalap sesaat lantaran panik tertangkap basah masuk tanpa izin. Untunganya berhasil menyembunyikan raut ketakutan.

"Ehmm ... Kenalin. Saya Lana temennya Harlan, Om." Seperti biasa Alana mencoba tetap santai meski tak seirama dengan denyut jantung yang berdentum gugup. "maaf saya lancang masuk ke sini. Tadi Harlan yang minta saya buat nyari tentang buku-buku pasal ayahnya yang katanya ada di ruangan ini. Kita ada tugas kelompok PKN, tugasnya soal analisis kasus beserta pasal-pasal yang terkait."

Gabino masih dengan sorot dinginnya. Alana seperti ingin langsung kabur saja ditatap sebegitu tajamnya.

"Maaf sekali lagi karena lancang. Kalau begitu saya permisi." Alana pamit dan sedikit menunduk untuk tetap mempertahankan kesopanan. Begitu mencoba untuk kembali melangkah, lagi-lagi tertahan saat suara berat itu kembali terdengar.

"Tunggu."

Alana memejamkan matanya kuat karena takut. Setelah berusaha kembali menenangkan diri berbalik dengan senyuman ramah.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang