Di sekolah, Jinu mendadak populer. Kepulangannya dari olimpiade bergengsi tingkat Nasional dengan membawa mendali membuat para penghuni sekolah---khususnya guru-guru-- begitu menyanjungnya.
Melihat bagaimana statusnya sebagai anak baru yang belum genap dua bulan tetapi sudah membawa dan mengharumkan nama sekolah, tentu saja bukanlah hal yang dapat dikatakan biasa.
Belum lagi, melihat cowok itu tampil sendirian di atas panggung dan melawan dua orang siswa yang mewakili sekolah saingan, membuat namanya semakin melambung tinggi.
Sikap rendah hati yang enggan untuk dipuji, membuat cowok ganteng dengan otak jenius itu dikagumi para kaum hawa.
"Sekali lagi, saya mengucapkan selamat kepada Aji nugraha yang membawa mendali dan mewakili sekolah kita ini." Pak Bardi selaku ketua kelas melanjutkan pidatonya.
Para penghuni kelas serempak bertepuk tangan meriah, terkecuali seorang cewek berkacamata vintage yang membingkai manik minusnya. Tampak mendelik dengan wajah masam. Begitu judes, membuat siapa saja yang melihatnya spontan terintimidasi.
"Oleh sebab itu. Kalian harus lebih giat belajar, ya. Kalian bisa contoh semangat Jinu yang luar biasa ini agar-"
"Pak? Boleh saya keluar?"
Belum sempat Pak Bardi menyelesaikan nasehatnya, siswi yang paling tidak tahu sopan santun itu memotong.
Jihan menunjuk jam dinding dengan dagunya yang angkuh. "Boleh saya keluar? Bell istirahat udah bunyi dari tadi. Kebetulan saya belum sempet sarapan dari tadi."
"Jihan. " Pak Bardi menegur dengan tegas. Siswi yang ditegur itu justru memutar bola matanya, annoying. "Kamu seharusnya tau! Tidak sopan memotong ucapan guru yang sedang berbicara di depan! Di ma-"
"Ehhmm ... Pak. Bapak. " Tidak mau memperpanjang masalah, Jinu dengan cepat mengambil alih atensi Pak Bardi yang begitu geram ingin melontarkan berbagai macam siraman rohani kepada Jihan. "Jika boleh memberi saran. Sebaiknya kita sudahi saja penyambutan saya ini, Pak. Soalnya bell juga sudah berbunyi sejak tadi, kasian temen-temen yang lain sepertinya juga mulai enggak bertenaga."
Mendengar penjelasan santun dari Jinu, wajah Pak Bardi berubah drastis. Wajah ramah yang ia ukirkan untuk Jinu berbanding terbalik saat ia kembali melirik Jihan yang kini mendengus dan menyorotnya kesal.
"Oke Jinu. Kamu memang teman yang sangat perhatian." Pak Bardi tampak bersukaria. Jihan yang menyaksikan itu tidak henti-hentinya menyorot jijik.
Cewek itu bangkit dari kursinya tanpa permisi. Melengos dan pergi meninggalkan kelas diikuti para penghuni kelasnya yang juga mulai berhamburan untuk pergi ke kantin di sela waktu istirahat yang semakin singkat.
Melihat Jihan yang berjalan begitu cepat meninggalkan kelas membuat Jinu terkesiap. Setelah pamit dengan Pak Bardi, Jinu keluar kelas dengan tergesa. Menghampiri Jihan yang berjalan dalam keadaan memunggunginya di koridor sekolah.
"Jihan!"
Tidak ada jawaban. Cewek itu seolah menyumpal kedua kupingnya. Terlalu malas berinteraksi dengan seseorang yang sedikit demi sedikit mulai mengacaukan segala rencana hidup yang sudah ia atur dengan susah payahnya.
"Jihan!" Kali ini Jinu menarik lengan cewek itu. Membuat Jihan terpaksa berbalik.
"Lo mau urusan apa sama gue emang?" Jihan bertanya apatis. Menatap Jinu tak minat.
"Gue ... cuman mau ngasih ini?" Jinu mengeluarkan sesuatu pada kantong. Langsung memberikannya pada Jihan.
Jihan yang masih bingung mengerutkan kedua alisnya. Menyambut benda tersebut dengan pertanyaan yang memenuhi kepala. "Mendali olimpiade kamaren?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take your Partner [Complete]√
Teen FictionJihan tidak pernah menyangka, akan melibatkan teman sekelasnya sendiri pada bisnis penipuan berkedok prostitusi yang menjadi satu-satunya sumber nafkahnya saat itu. Belum lagi, kemunculan anak baru semakin mengusik ketenangannya dalam menjalankan b...