Twenty two: Incident

27 6 4
                                    







"Jinuuuu! Lo mau sampe kapan di situ?! Gue capek nungguin lo dari tadi!" Untuk pertama kalinya Jihan merengek seintens ini pada seorang cowok yang bahkan tidak sudi untuk menengoknya walau sekali.

Sudah mencoba berbagai cara, Jihan belum juga berhasil membujuk Jinu agar beranjak dari tempatnya.

Pukul 09.00 pagi. Jihan bahkan mengabaikan kelas matematika yang selama ini tidak pernah ia lewatkan sekali pun. Awalnya tidak pernah berpikir akan keberadaan Jinu yang nangkring di atas dahan pohon yang tingginya memang tidak seberapa tetapi cukup mengkhawatirkan mengingat kondisi anak lelaki itu yang dalam keadaan patah hati.

Jinu manjat ke atas pohon. Tampak merana, menyenderkan kepalanya pada sebagian dahan kecil yang mencuat ke atas.

Dengan kepala yang seperti akan encok karena terlalu banyak mendongak, Jihan terus memanggil Jinu, khawatir. Takut jika ujung-ujungnya menemukan Jinu yang gantung diri pada dahan pohon.

Jihan merasa jika ia tidak akan pernah tenang sebelum berhasil membawa cowok itu turun.

"Heh! Gak ada nyuruh lo nungguin gue! Pergi sana lo!" usir Jinu.

Jihan masih tak melepaskan dua sorot mata sengitnya ke atas. Lama-lama habis sabar. Tidak mempan dengan cara lembut, Jihan mendadak berkeinginan mencoba taktik iblisnya.

"Lo lama-lama bikin gue marah, loh." Jihan mendungas kesal. Beberapa saat kemudian suaranya kian nyaring. Jinu tersentak di atas pohon akibat pekikkan Jihan yang tiba-tiba. "TURUN GAK LO SEBELUM GUE SUNAT!"

Tetap diabaikan.

"Awas ya lo! Mampus lo habis ini, hm." Jihan menggerutu dengan bibirnya yang miring akibat rasa dongkol yang ditelannya bulat-bulat.

Timing yang pas, pada saat itu seorang pria paruh baya yang sebenarnya bertugas sebagai tukang kebun itu lewat di depan mereka. Jihan mendatangi pria itu tanpa ragu, meminjam sesuatu. Dalam beberapa detik ia kembali dengan cengiran iblis.

Jihan mengeluarkan sebuah gergaji kemudian melempar Jinu dengan tasnya untuk menarik kembali atensi.

"Jinu, liat nih gue bawa apa?" tanya Jihan sembari terbahak-bahak. Jinu yang telat menyadari lantas menoleh, wajahnya langsung mengejang~shock.

"Heh?! Mau ngapain lo, huh?!" Jinu menjawab dengan nada tidak santai. Jihan masih saja terkekeh jahat. "Heh?! Jihan!Jangan aneh-aneh lo, anjir!"

"Ya kan, daripada lo mau bunuh diri, mending gue yang matiin. Gimana?"

"SIAPA YANG MAU BUNUH DIRI!" Jinu histeris sangking frustasinya. Dalam beberapa menit dia kembali kalang kabut, Jihan menggesek gergaji itu untuk memotong bagian dahan yang menjadi tempatnya bergelantungan. "Heh! Jihan! Lo mau matiin gue beneran!"

Jihan tidak menjawab lagi. Masih dengan seringai lebar, dia kembali melakukan pekerjaan jahatnya. Jinu kian panik saat suara gesekan-gesekan pohon dengan gergaji besi mulai beradu seru, terasa geli saat masuk dengan sopan ke indera pengendaranya.

"Ji-Jihan! UDAHH, HAN! ENTAR PATAH!"

"Yaa ... bagus, kan. Daripada bunuh diri, lo masuk neraka jahanam. Mending gue yang matiin."

Masuk pada menit selanjutnya dahan pohon yang menjadi tempat Jinu berpijak kian goyah. Jihan masih melancarkan aksinya membuat Jinu terus berteriak seperti orang gila.

"Han! Patah, Han! UDAH GUE BILANG NANTI PAT-"

BUGHT!

"HAHAHAHAHAHAH!"

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang