Eleven: I wanna be your husband

22 7 0
                                    


Masuk ke rumah orang lain tanpa permisi. Satu hal yang menjadi prinsip Jinu saat ini; 'anggap saja rumah sendiri'. Yah, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa kalimat itu tidak berlaku untuk dirinya. Jihan akan mengusirnya lagi jika tahu dirinya yang masuk ke rumahnya tanpa dipersilakan.

Cowok tidak tahu malu itu duduk seenaknya di kursi kerja Jihan. Menyandarkan punggungnya dengan nyaman pada sandaran kursi empuk yang dapat ditekuk sesukanya.

Jemu dan bingung hendak melakukan apa, cowok berperawakan Chinese itu memaju-mundurkan kursi beroda yang duduki saat ini. Terus berlangsung hingga beberapa saat-

BRUK!

Jinu terjengkang pada kursi. Mengaduh menahan sakit pada punggung. Dia berusaha bangkit dari posisinya saat ini namun terasa sulit. Jinu ngesot sedikit, namun pandangannya mendadak terpaku, melihat sesuatu yang berada di bawah ranjang.

Sebelah tangan Jinu yang bebas meraih benda yang menjadi fokus objeknya saat ini. Sebuah kotak persegi berwarna hitam berukuran 9x6 itu dapat dengan mudah digenggam oleh telapak tangan.

Merasa penasaran, Jinu membuka kotak tersebut. Hanya selang beberapa detik mata sipitnya membola. Jinu benar-benar tercengang dengan isi kotak tersebut.

Satu batang emas berukuran persegi. Berkilau di tengah ruangan yang cukup remang. Jinu masih sulit melepaskan pandangannya, terpukau.

Pintu mendadak dibuka dengan kasar. Sigap,  Jinu langsung menyembunyikan benda yang membuatnya terpesona tadi ke dalam kantong seragamnya. Wajahnya semakin menegang begitu melihat siapa yang mendobrak pintu tanpa permisi barusan.

“Siapa yang ngijinin lo masuk kamar gue seenaknya, hah?!” Jihan bertanya gusar. Luar biasa murka, ia mendorong tubuh Jinu hingga tersungkur. Cowok itu mengaduh kesakitan, namun bukan itu yang menjadi atensi Jihan. Cewek itu semakin melotot begitu melihat sebuah kotak yang jatuh dari kantong seragam Jinu.

Kotaknya tidak ditutup dengan benar. Membuat emas batang logam mulia 100 gram itu terlempar beberapa jengkal dari tempat Jinu terbaring.

“E-e-em-mas? EMAS GUE!” Sempat hilang akal beberapa saat, Jihan baru sadar akan benda yang jauh lebih berharga dibandingkan dirinya sendiri itu.

Tanpa banyak pikir, ia melompat ke lantai untuk secepatnya mengambil benda tersebut, namun tetap kalah cepat dengan tangan panjang Jinu yang lebih menjanjikan meraih benda tersebut.

“Jinu! Gue tau lo anak baik. Ayok sini balikin barang gue, ya! Yaaah … please.” Suara yang dikeluarkan Jihan kian melembut, namun berbanding terbalik dengan wajahnya yang tersenyum paksa menahan kuat emosinya.

Dalam hati ingin sekali membenturkan kepala Jinu ke tembok, namun sadar akan ada nyawa yang kini harus ia selamatkan.

Jinu bangkit dari posisi. Bersedekap dada. Ia memasang wajah lempeng. “Gak mau, ah.”

Merepotkan. Orang ini benar-benar mengganggu. Jihan mengatur nafas. Kali ini ia harus ekstra lebih sabar. “Ji, gue tau lo kalo jual tu emas gak seberapa duitnya sama outfit sehari-hari lo yang ngabisin ratusan juta. Balikin, ya. Lo tau, gue bahkan rela gak makan tiga kali sehari cuman buat inves di barang itu.”

“Terus?” Jinu tampak tidak peduli. Membuat Jihan menggeram dan menyorot cowok itu dengan kedua bola mata yang nyaris menjuntai keluar.

“LO BISA GAK, SIH. SEKALI AJA GAK USAH NYUSAHIN GUE, ANJIR!” Jihan menghentakkan kakinya, kasar. Murka bukan main. Sudah diberi kebaikan, Jinu semakin melunjak saja. Benar-benar, deh.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang