Thirty-three: I've fallen for you

17 8 0
                                    






Pasrah?

Jika ditanya pasrah tentu saja Sharin tak dapat berkutik ketika Dani sudah ada maunya.

Kalau biasanya dia yang menuruti berbagai permintaan Dani yang ingin dibelikan barang-barang mahal, sekarang justru berbanding terbalik. Sharin diminta untuk tidak berkutik saat Dani melakukan hal-hal di luar batas yang sudah seharusnya. Seperti banyak mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak begitu berguna.

Setelah melewati perjalanan udara yang cukup memakan waktu, mereka akhirnya sampai di Bali yang menjadi daerah tujuan. Sebelum memutuskan pergi ke vila, Dani menyempatkan diri untuk mengajak Sharin pergi ke pusat perbelanjaan untuk mengganti seragam yang mereka kenakan dengan setelan outfit yang lebih santai.

Menaiki tangga ekskalator sampai dua lantai, Sharin masih bisa berpikir positif. Namun begitu naik ke lantai tiga perasaannya sudah tidak enak, apalagi saat Dani menuntunnya pada bagian-bagian deret store brand-brand terkenal. Bukan takut kalau Dani akan menuntut macam-macam dan memorotinya seperti biasa, Sharin justru lebih merinding jika Dani mengeluarkan black card untuk sesuatu yang sebenarnya tidak butuh-butuh amat.

“Sayang, yang ini kayaknya lucu deh buat kamu.” Dani mengambil satu cropped top dari salah satu brand yang cukup ternama. Mendekatkannya pada Sharin untuk memperlihatkan kecocokan itu dengan body langsingnya. Sharin mengerutkan alis, dia sudah menduga hal ini akan terjadi.

“Dani, enggak ada yang lain apa selain beli baju di sini.” Sharin berbisik penuh penekanan, sedikit malu karena harus membicarakan hal itu di depan beberapa staff yang dengan suka cita melayani mereka selama berada di store.

“Oh, atau kamu gak suka brand-nya?” Dani cepat tanggap. Kedua alisnya naik, antusias untuk siap menuruti permintaan pacarnya. “Bilang aja mau yang apa? Celine? Prada? Comfy, Saint Laurent, Louis vuitton, tifanny&co, cartier, chanel, hermes? Ah ... atau kamu mau Dior yang brand ambassadornya Jisoo blackpink. Biar nanti kamu bisa nyombong depan Cindy sama Gisel.”

“Ih, gak gitu maksud aku, Dan!” Sharin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wajahnya begitu gelisah sekaligus bercampur sebal. “Maksud aku gak perlu segininya ngeluarin duit banyak buat barang-barang mahal.”

“Emang kenapa?” Dani tersenyum kecut, Dagunya naik memberikan sorot songong, sesuai dengan aura mahal yang sudah menjadi privilege sejak lahir. Tidak hilang, meski dia sudah terkenal seantero sekolah sebagai cowok mahal yang memoroti pacarnya sendiri. “Lagian juga duit-duit aku, eh- maksudnya duit Papi aku. Kok kamu yang sewot.”

“Dani kamu apa-apaan, sih?!”

"Apanya yang apa-apaan?" Dani bertanya dengan nada lembut, namun cukup berbeda dengan raut ramahnya yang kini amat dipaksakan. "Sekali-kali, gak papa kali, Bi. Lagian anggap aja timbal balik karna selama ini kamu yang hedonin aku."

Sharin tidak merubah ekspresi dingin. Tidak berniat menerima alasan apapun. Dani melanjutkan,

"Beneran, deh. Duit Papi juga gak bakal habis kalo beli ginian. Nih, dengerin, ya. Tau enggak? Hal apa yang jadi stigma orang tentang kamu?" Dani mendadak serius. Dia mulai memperagakan sesuatu. "Itu, loh. Si Shana, kelewat sederhana. Bajunya itu-itu aja. Rela kayak gitu demi beliin cowoknya branded outfit," ucap Dani dengan parodi khas orang-orang julid.

"Ya ngapain peduli-peduli amat sama stigma orang," sahut Sharin spontan.

"Iya, emang bener kita enggak peduli. Tapi setidaknya kita punya kesadaran kalau apa yang diomongin mereka enggak bener." Dani  mengukir seringai rupawan. Menggamit bahu Sharin untuk kembali membujuk. "Makanya sekarang kamu coba pilih-pilih mana yang kamu suka dan pengen, ya. Atau mau aku recommended brand yang paling aku suka? Tenang aja, biar card Daddy traktir."

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang