Ten: Reckless

23 7 0
                                    





Keluar dari ruang BK. Alna menghembuskan nafas berat. Menyandarkan punggungnya pada tembok yang menjadi satu-satunya sandaran pada saat itu. Tidak usah dijabarkan lagi bagaimana suasana di dalam tadi. Alna dimarahi abis-abisan dengan Pak Dedi.

Namun bukan hal itu yang menjadi beban pikiran Alna saat ini. Dia hanya takut jika sekolah ini juga menjadi sekolah berikutnya yang akan ia tinggalkan. Dia lelah jika harus lagi-lagi pindah sekolah hanya untuk menjadi siswa normal tanpa diusik oleh orang-orang kurang kerjaan.

Alna hanya berharap dia bisa lulus tepat waktu dan mengakhiri masa SMA yang terlalu drama.

Saat memasuki area kelas, Alna dapat menyadari bahwa orang-orang yang berada di kelasnya serempak memasang mata untuk menyorotnya keji.

Tapi memangnya Alna peduli? Gadis itu memasang muka tembok. Dengan tampang tak berdosa melenggang ke arah lokernya dan mendapati kayu yang pada awalnya mulus itu sudah dipenuhi coretan-coretan gaje.

Sebagian besar coretan itu bertuliskan;

'Alana cuman perisak. Perundung keji! Alna si kriminal kekerasan! Tukang bully, mati aja sana!'

Alih-alih kesal, Alna justru mendengkus ingin sekali terbahak.

Lucu sekali.

"Ck. Babi teriak babi." Alna berdecih. Bergumam sendiri. Tidak peduli apakah ada yang mendengar ucapannya dengan jelas apa tidak. Dia melanjutkan, "mereka ngatain gue perundung. Emang yang mereka lakuin ke gue sekarang bukan perbuatan perundung?"

Lagi-lagi Alna tidak mau ambil pusing. Ya walaupun ia memang sudah cukup dipusingkan mengenai sanksi yang diterima tadi.

Alna akan disidang dengan komite kedisiplinan sekolah serta mendapat skorsing selama seminggu. Namun menurut Alna itu jauh lebih baik dibandingkan harus dikeluarkan dari sekolah. Lagi pula, waktu seminggu skorsing bisa dipakai untuk bekerja paruh waktu, sementara gunjingan yang dilontarkannya kali ini tidak ada apa-apanya dengan cercaan yang diterima saat ia berada di sekolah lamanya dulu sampai dikatai anak pembunuh.

Alna berharap latar belakang keluarganya dapat terus tersimpan rapat sampai ia lulus dari sekolah ini.

Baru saja Alna berhasil mentabahkan diri, rupanya kesabarannya kali ini kembali diuji. Alna terperanjat saat tiba-tiba saja salah satu seorang cewek datang menghampiri dan langsung menjambak rambutnya.

Alna berjengit. Dengan cepat menangkap tangan mungil kejam itu dan langsung menghempaskannya kasar. Dia menatap cewek itu, marah. "Apa-apaan, sih?!"

Cewek yang menjambak itu hanya mendengus kasar. Wajah songongnya ingin sekali Alna tampar kalau saja ia tidak ingat posisinya sekarang yang tidak memiliki wewenang untuk membuat perlawanan.

Berusaha kembali tenang. Alna melirik cewek pirang tersebut dan membaca name tag yang tertera di seragamnya.

"Gisel? Ini baru petama kalinya gue nyebut nama lo, ya. Dan artinya gue gak ada urusan sama lo." Alna bermaksud menyudahi. Namun rupanya Gisel tentu tak menjadikan semudah itu, dia melirik anteknya yang lain hingga ikut-ikutan dan malah mengepung Alna.

"Udah berbuat onar masih gak tau dari?! Dasar sampah gak tau malu!" Salah satunya mencibir gemas. Sebelah tangannya terangkat untuk melayangkan tamparan, namun ditangkap dengan cepat.

Alna yang sudah dalam posisi memejamkan mata dengan kedua tangan yang menutup wajahnya untuk berlindung dari tamparan, mendadak tercenung. Saat membuka mata takut-takut, ia sudah mendapati Juwan yang dalam keadaan mencengkram tangan Velis kuat.

Take your Partner [Complete]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang